43 | First Love

2K 103 0
                                    

​"Bagaimana kabarmu?" tanya seorang laki-laki di depan Lily.

"Baik, I guess," timpal Lily. "Bagaimana denganmu?" tanya Lily canggung.

Laki-laki di depannya mengendikkan bahunya sambil berkata, "As you can see now."

​Lily tersenyum kikuk. Udara di dalam café di depan rumah sakit terasa tidak nyaman bagi Lily. Bukan karena ia merasa tidak nyaman bersama laki-laki yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Laki-laki yang menjadi cinta pertamanya dulu semasa SMA. Tapi sayang seribu sayang, cintanya harus kandas bahkan sebelum ia mengatakan yang sebenarnya pada laki-laki di depannya.

Luke Clinston. Laki-laki playboy di SMA-nya dulu. Laki-laki tersohor yang dekat dan menjadi teman Lily disaat tidak banyak yang mau berteman dengan Lily. Oleh karena itulah, Lily jatuh padanya. Tapi dia tidak berani mengatakan itu pada Luke.

Sudah lama tak bertemu Luke setelah Luke pindah sekolah saat kenaikan kelas XI dulu. Mereka sama-sama hilang kontak. Hingga saatnya sekarang, Lily bertemu dengan Luke. Dokter yang menangani Ayahnya. Luke sudah sukses, berbeda dengan Lily yang masih melanjutkan studinya.

"Jadi, kau kekasih Aaron?" tanya Luke tiba-tiba.

Lily tak tahu harus menjawab apa. Apa ia dan Aaron sepasang kekasih? Lily tidak tahu. Semuanya terasa tidak jelas. Akhirnya, Lily hanya menjawab, "Begitulah." Jawaban yang aman sejauh ini.

Luke hanya mengangguk mengerti. Semuanya menjadi canggung, padahal mereka dulu teman dekat. Mereka selalu berpergian bersama, makan bersama, bercanda bersama. Tapi sekarang semuanya terasa berbeda.

"Cita-citamu sudah tercapai," ucap Lily tiba-tiba.

Luke tersenyum dan kemudian berkata, "Begitulah. Kerja kerasku akhirnya terbayar. Bagaimana denganmu?"

"Well, aku masih harus melanjutkan studi dan bekerja paruh waktu ini dan itu. Rumit, memang. Tapi bagaimana lagi," timpal Lily seperti orang yang pasrah. Lambat laun kabut kegugupan mereka mulai menghilang. Luke tertawa ringan mendengar jawaban Lily.

"Kenapa? Apa ada yang lucu?" tanya Lily heran.

"Tidak. Hanya saja, kau mengingatkanku tentang dulu. Kau sangat menggemaskan saat kau sedang menggerutu seperti itu."

Ceuss. Rasanya ada air panas yang menyiram Lily. Hanya dikatakan menggemaskan saja ia sudah merah seperti ini.

"Hi, apa aku mengganggu kalian?" Oh Lord, jangan sekarang. Laki-laki ini memang pengganggu. Lily hanya mendengus dibalik diam.

"Oh, tentu tidak. Kita hanya sedang berbincang ringan," timpal Luke.

"Jadi, aku boleh bergabung, kan?" Aaron bertanya lagi dengan nada yang sedikit memaksa.

"Tentu saja, Aaron." Luke bersuara lagi.

Kemudian, dengan senyumnya yang entah kenapa membuat Lily kesal, Aaron mengambil kursi di samping Lily sebagai tempat duduknya. Tiba-tiba suasana menjadi tidak baik lagi, padahal tadi mereka sudah bisa berbincang lumayan lancar. Tapi karena Aaron, Lily seperti ingin menyeret Aaron sekarang juga.

"Lanjutkan saja perbincangan kalian. Aku hanya ingin menemani Lily." Ucap Aaron tiba-tiba. Bola mata Lily berputar saat mendengar penuturan Aaron. Konyol sekali. Lily jelas sudah tahu maksud Aaron kesini. Jelas itu hanya untuk mengganggunya. Entah apa yang selanjutnya akan terjadi.

"Jadi... apa... kalian memang sepasang kekasih?" tanya Luke tiba-tiba. Membuat Aaron dan Lily sama-sama terkejut. Mereka tentu tidak tahu harus menjawab apa. Tentu saja Luke bertanya karena adanya gosip Aaron dan Lily kemarin yang langsung menyebar luas.

"Apa kau mau bukti?" Aaron bertanya sambil merangkul pundak Lily. Sedangkan Lily hanya diam pasrah sambil kemudian menyeruput Latte-nya.
​Tiba-tiba saja, lagi, cup. Setelah merasakan Latte-nya, kini Lily merasakan sesuatu yang seharusnya Lily hindari. Bibir Aaron mengusap bibir atas Lily. Mata Lily terbuka lebar, terkejut.

"Hmm... latte," ucap Aaron tepat di depan wajah Lily.

Lily langsung memundurkan wajahnya yang pasti sudah memerah. "Aku... permisi, aku harus ke toilet." Kemudian, Lily pun beranjak dari kursinya.

Luke, laki-laki itu hanya terkikik menahan geli karena Aaron. Ia tidak menyangka Aaron akan mencium Lily di depannya. Di tempat umum pula. Ah, dia lupa. Bahkan, kemarin saja ia mencium Lily di depan media.

"Jadi?" ucap Aaron tiba-tiba.

"Aku tidak butuh bukti. Aku hanya menanyakan pengakuan," timpal Luke.

Jujur, Aaron menjadi tidak suka pada Luke. Sejak pertama kali ia melihat Luke saat di kamar Ayah Lily tadi, perasaannya sudah tidak enak tentang laki-laki ini.

"Kau sangat konyol," ucap Aaron.

"Terima kasih."

Kemudian hening. Mereka hanya saling menatap. Melemparkan tatapan tidak suka satu sama lain.

"Sepertinya kau playboy," ucap Aaron. Karena buktinya, daritadi para wanita sedang mengagumi laki-laki di meja Aaron dan Luke. Bukannya sombong, tapi kalau bagi Aaron, itu sudah menjadi kebiasaan tersendiri. Tapi sepertinya Luke juga mendapat perhatian dari wanita-wanita itu.

"Woa. Apa kau cenayang?"

"Cih, aku harap begitu. Tapi sayangnya tidak," timpal Aaron. "Apa Lily tahu?"

"Tentu saja. Kami sudah dekat dari dulu," timpal Luke bangga.

Aaron tahu, tentu saja. Dari cara Lily menatap Luke sejak tadi di kamar Ayahnya, Aaron sudah tahu kalau Luke itu ada di masa lalu Lily. Ia seperti merasa ada yang disembunyikan Lily dari laki-laki yang bernama Luke itu.​

"Maafkan aku, tapi sepertinya aku harus pergi. Aku masih ada pasien." Luke berpamitan dan beranjak dari kursinya.

"Tepat saat Luke beranjak, Lily datang dari arah kamar mandi. "Kau sudah mau pergi?" tanya Lily.

"Ya, aku ada–"

"Ayo, Lily! Kita harus pergi!" Sebelum Luke dapat menyelesaikan kalimatnya, Aaron sudah beranjak dari kursinya dan menggandeng tangan kanan Lily erat. Kemudian, tanpa permisi, Aaron langsung menyeret kakinya dan Lily pergi dari sana.

Sedangkan Lily, ia tentu saja terkejut dengan perubahan sikap dari Aaron. Ia merasa Aaron sangat aneh. Tapi daripada itu, ia merasa tidak enak pada Luke.

***

"Sebenarnya kau ini kenapa, ha?" bentak Lily pada Aaron sesaat setelah mereka sampai di kantor Aaron. Daritadi Aaron masih menyeretnya hingga akhirnya Lily pun menepis tangan Aaron keras.

Aaron mengacuhkan pertanyaan Lily dan kemudian duduk di kursi kebesarannya. Ia kesini bukan untuk bekerja. Ia hanya tidak ada tempat lain lagi. Kalau mereka kembali ke villa, maka akan memakan waktu yang lama lagi. Penthousenya juga lumayan jauh. Jadi, Aaron membawa mereka ke kantornya saja.

"Aaron!" Tiba-tiba Devian masuk dengan sedikit panik.

"Kenapa dengan ekspresi wajahmu itu?" tanya Aaron heran.

"Masalah besar!"
——————————————————————————
Tbc.
Saturday, 26 January 2019

ig : @ankaafw
personal ig : @a.nkaafw

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang