"Oke, Ladies and Gentleman. Inilah yang ditunggu-tunggu." Tiba-tiba Devian maju ke panggung dan berseru, "Dance time!"
"Tapi, sebelumnya aku ingin mempersembahkan pada kalian, pasangan yang saat ini sedang heboh di New York, sahabatku dan juga kekasihnya yang sekarang juga temanku, Aaron dan Lily!" teriak Devian kemudian.
Lily panik. Sedangkan Aaron yang tadinya terkejut, kini mulai mengerti. Alasan dibalik Devian yang tiba-tiba ingin ikut mengurusi pesta ini.
"Kawan, kuharap kau tidak marah dan majulah ke tengah berdansa dengan kekasihmu." Devian mengerling pada Aaron, tapi Aaron sudah memberikan tatapan membunuhnya.
"Aaron, aku tidak bisa berdansa," bisik Lily panik.
Aaron tampak kasihan pada Lily yang sudah sedikit berkeringat dingin. Tapi ia tidak bisa mundur. Bukan reputasi yang ia maksud disini. Melainkan, dia sudah dipanggil. Orang-orang juga sudah mulai menepukinya seakan-akan menanti mereka.
"Jangan khawatir. Aku akan menuntumu. Kau tinggal mengikutinya saja, honey." Aaron mencoba menenangkan Lily. Kemudian, dengan pelan-pelan Aaron menuntun Lily ke tengah-tengah aula. Lampu mulai menyorot mereka. Semua pandangan menuju mereka berdua. Jantung Lily yang tadinya sudah tenang, kini mulai sudah tidak waras.
Aaron benar. Ia menepati janjinya. Ia menuntun Lily pelan dan pasti mengikuti irama musik. Tangan kanannya dengan hangat dan lembut memeluk pinggang Lily posesif dan mesra. Tangan kirinya memegang pergelengan tangan Lily. Sedangkan Lily, ia menempatkan dirinya dan mengikuti Aaron.
Musik mengalun dengan indah. Menghipnotis para tamu untuk ikut berdansa dengan pasangannya masing-masing, mengikuti irama.
Lily, yang tadinya gugup, kini mulai tenang. Jarak Aaron dan Lily kini sangat dekat. Lily dapat merasakan degup jantung Aaron yang juga tak kalah cepat dengan Lily. Ia juga dapat mencium aroma wangi Aaron. Aroma yang kini sudah mulai terbiasa ada di hidung Lily. Jujur, Lily suka aroma Aaron. Memabukkan dan tak bisa dilupakan.
"Kenapa kau bohong, honey?" Tiba-tiba Aaron bertanya yang Lily tidak tahu maksudnya.
Lily mendongak menatap Aaron dan berkata, "Maksudmu?"
"Nyatanya kau mahir berdansa," timpal Aaron tersenyum.
"Apa kau mengejekku lagi?"
"Tidak. Bagaimana bisa itu sebuah fakta adalah ejekan dalam saat yang bersamaan?"
Lily tersenyum geli. "Terima kasih."
Mereka terdiam. Hanyut bersama dalam dansa mereka diiringi oleh lagu yang sangat indah didengar.
"Ayo, ikut aku." Tiba-tiba Aaron menggandeng Lily dan mengajaknya pergi dari sana. Padahal acara belum selesai.
Aaron menggandengnya, dengan langkah lebar melewati keramaian di aula itu. Setelah keluar dari aula, mereka memasuki lift dan entahlah, Lily tidak tahu mereka kemana setelah ini.
"Aaron, kita akan kemana?" tanya Lily kebingungan.
"Nanti kau akan tahu," timpal Aaron tersenyum meyakinkan Lily. Setelahnya, mereka diam. Lily memilih diam, menunggu kemana Aaron akan membawanya.
Ting. Bunyi lift berdenting dan pintunya terbuka. Mereka berada di atas atap gedung itu. Udara dingin mulai menerpa bagian tubuh Lily yang terbuka. Tapi kemudian, dengan sigap Aaron langsung memakaikan Lily jas yang ia pakai. Sungguh gentleman.
"Terima kasih," ucap Lily sambil mengeratkan jas Aaron pada tubuhnya yang sudah menggigil, padahal baru beberapa menit dia di luar sini.
"Kenapa kita disini?" tanya Lily yang sebenarnya hampir lupa dikatakan.
Aaron tidak menjawabnya. Justru, dia malah berjalan duluan meninggalkan Lily dibelakang. Lily pun mengikutinya berusaha menjawab pertanyaannya sendiri.
"Aaron, kau–" Kata-kata yang ingin Lily ucapkan menghilang seketika ketika melihat sesuatu yang mengejutkan di depannya.
Sebuah meja bundar kecil lengkap dengan dua kursi kecil yang berhadapan. Ada lilin dan vas berisikan Bunga Lili di tengah-tengah meja. Dua buah piring lengkap dengan steak dan dua gelas wine juga sudah tersaji rapi.
"Candle light dinner, huh." Lily menyuarakan pikirannya.
"Silakan, Lady," ucap Aaron setelah menarik kursi untuk Lily bak pelayan istana. Lily tersipu karena perlakuan Aaron padanya.
"Kapan kau mempersiapkannya?" tanya Lily setelah mereka sudah duduk saling berhadapan.
"Well, untuk idenya. Ini ide James. Tapi sisanya aku yang melakukannya," timpal Aaron bangga.
"James? Wow. Apa kau sudah baikan dengannya? Tapi, kalau kau yang meminta ide pada James, kenapa kau malah mengatainya serangga tadi, bukannya berterima kasih padanya?"
Aaron sedikit tidak setuju dengan Lily yang membela James. "Ini memang ide James. Tapi, aku tidak memintanya. Dia hanya memberikan idenya saat dia tahu kalau kau sedang marah padaku seharian penuh," sergah Aaron cepat. Lily menaikkan satu alisnya terkejut.
"Lagipula dia, kan, memang serangga. Serangga itu selalu mengganggu. Dan itu cocok untuk dia. Dia itu serangga pengganggu pembuat orang cemburu," lanjut Aaron lagi dengan kesal.
"Cemburu?" tanya Lily tak mengerti.
"Ah, sudahlah. Jangan bahas dia lagi. Aku lapar. Kau juga lapar, kan? Makanya aku siapkan ini untukmu. Jaga-jaga saja."
Lily mendengus menyadari Aaron yang memaksa mengganti topik pembicaraan. "Tapi, kenapa dia bisa tahu kalau aku marah padamu?" tanya Lily lagi yang selalu dilanda penasaran.
Aaron yang tadinya hendak menyuapi dirinya daging steak yang sudah ia potong terpaksa menjawab pertanyaan Lily. "Aku memberitahunya," timpalnya singkat kemudian masuklah daging steak tadi yang sempat tertunda masuk.
Lily mengernyit. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia lupa fakta bahwa dia sudah memberitahu James semuanya.
"Aku tahu. James sudah mengatakannya padaku. Itu bukan salahmu. Jadi, jangan menyalahkan dirimu." Aaron menyadari kegundahan Lily.
"Makanlah. Nanti dingin."
——————————————————————————
Tbc.
Wednesday, 5th December 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]
Romance(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN) First Series of Bachelor Love Story Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison. Tinggal sea...