51 | Lily is Missing

2.1K 95 2
                                    

Aaron terbangun di kantornya dengan posisi yang sangat tidak enak, pakaian dan rambutnya sudah acak-acakan. Ia juga bisa merasakan bau alkohol yang menyengat dari dirinya sendiri. Kepalanya sangat pening pagi ini dan itu adalah efek alkohol tadi malam. Bahkan pagi ini Aaron tak ingat apapun tentang tadi malam.

Sudah Aaron putuskan. Hari ini ia tidak akan bekerja. Entah kenapa ia merasa tidak enak badan. Ia pulang ke rumahnya yang ia rindukan pagi ini. Ia juga rindu Lily setelah ia jarang tak bertemu Lily. Sebenarnya ia juga merasa bersalah karena selalu mendiami Lily. Aaron tahu, sebenarnya ia salah karena berlaku seperti itu. Tapi bagaimana lagi, ia terbakar api cemburu.

Aaron masuk ke rumahnya dengan langkah gontai. Terasa sepi dan dingin. Apa ini efek karena ia tak pernah pulang? Entah. Ia hanya merasa seperti tidak ada siapapun di dalam sini.

"Lily!" seru Aaron. Tapi tak ada jawaban. "Lily!" seru Aaron lagi, tapi hasilnya nihil. Tanpa alasan yang jelas, Aaron kepanikan. Ia pun melangkah ke kamar Lily dengan langkah lebarnya.

"Lily!" panggil Aaron dari depan pintu kamar Lily sambil mengetuknya beberapa kali. Tidak ada sahutan.

Karena sudah beberapa kali Aaron mengetuk dan tetap tidak ada sahutan, Aaron pun membuka pintunya dengan pelan. Betapa terkejutnya ia mendapati kamar Lily yang kosong. Bahkan tempat tidurnya saja terlihat masih rapi, tanda bahwa Lily tidak tidur di kamarnya semalam. Tapi dimana Lily tidur semalam? Tidak tahu, dan tentunya itu membuat Aaron khawatir. Aaron mengecek satu persatu ruangan di dalam kamar Lily. Nihil. Bahkan tidak hanya Lily. Semua barang-barang Lily juga tidak ada.

Aaron meremas rambutnya frustasi. Ia mencoba menghubungi Lily. Namun sayang, nomornya tidak dapat dihubungi. Aaron rasanya sudah akan gila sekarang. Tanpa babibu lagi, Aaron berlari mengambil mantel dan kunci mobil di kamar. Ia pun melesat pergi dengan mobilnya, tentunya untuk mencari Lily.

Di dalam mobil, ia tetap tak tinggal diam. Ia menghubungi Devian dan juga Marcus untuk membantu Aaron menemukan Lily. Bahkan, ia juga banyak mengumpat di sepanjang perjalanan. Kalau saja dia bisa, dia pasti akan memotong jalan yang mampun memakan waktu ke kota hingga 3 jam ini. Kalau ia bisa. Coba saja penthousenya tidak jauh dari kota. Semuanya serba salah.

Setelah 2 jam mengendarai mobilnya, akhirnya ia sudah sampai di perkotaan. Jangan tanya bagaimana, tapi Aaron memang mengendarai mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Sebut saja ia orang yang tak sabaran dan mudah menjadi gila hanya karena satu wanita. Jalan yang seharusnya ditempuh 3 jam perjalanan saja ia mampu memotongnya menjadi 2 jam perjalanan. Mobil Aaron sudah ia parkirkan di depan sebuah café kecil tempat ia, Devian, dan Marcus akan bertemu. Devian dan Marcus sudah ada di dalam menunggu Aaron.

"Astaga, Aaron! Lihat dirimu! Kau berantakan sekali! Orang pasti akan mengiramu orang gimbal kalau melihatmu berkeliaran di jalanan! Ya Tuhan. Apa yang kau kenakan di kakimu itu? Sandal rumah di kaki kanan dan sepatu ket di kaki kiri? Sekarang aku tebak, kau pasti belum mandi, kan?" oceh Devian panjang lebar sesaat setelah Aaron duduk di meja yang sudah Devian pesan. Untungnya, tidak ada banyak orang di sana, jadi Aaron tidak akan terlihat jika sekarang dia malu setengah mati saat melihat penampilannya sendiri.

"Aku tidak peduli. Tutup mulutmu!" Jujur, Aaron terkejut saat melihat dirinya sendiri dan juga pastinya malu. Tapi tentunya ia mampu berubah menjadi aktor yang ahli dalam menyembunyikan rasa malunya. Daritadi Marcus hanya menahan tawanya dan Devian justru tertawa keras secara terang-terangan.

"Kau memang sudah gila karenanya, bro!" seru Devian sambil menepuk pundak Aaron. Tapi Aaron hanya mendengus mananggapinya.

"Kita tidak ada waktu. Marcus, kau sudah lakukan apa yang kuminta?" tanya Aaron pada Marcus, mengabaikan Devian.

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang