49 | Rejection

2K 100 1
                                    

​"Aaron!" pekik Lily memanggil Aaron yang baru saja berjalan di depannya tanpa mempedulikan Lily. Ya, tidak mempedulikan Lily. Semenjak mereka pulang tadi hingga malam ini, Aaron sama sekali tak mengajaknya bicara. Lily tahu Aaron sangat marah besar. Dia bahkan sempat berpikir kalau ini karmanya karena sudah menghindari Aaron sebelumnya. Tapi kenapa? Kenapa Aaron sebegitu marahnya pada Lily? Padahal mereka bukan siapa-siapa!

"Aaron!" Karena sudah jengah, Lily menghampiri Aaron ke kamarnya. "Aaron, sebenarnya ada apa denganmu, ha?" tanya Lily dengan suara tingginya.

Aaron mendengus kecil. Kemudian ia menuju kasurnya, mengacuhkan Lily yang sedang berdiri dengan amarah yang berapi-api dan berkata, "Aku lelah, Lily."

Lily berjalan dengan langkah lebarnya menuju Aaron yang sudah hendak tidur. Kemudian, ia menarik kasar selimut yang sudah menutupi setengah badan Aaron dan membuangnya sembarangan. "Demi Tuhan, ini masih jam 7 malam, Aaron!"

Aaron tak menggubris Lily. Ia malah menggulingkan dirinya ke samping hingga memunggungi Lily. Matanya pun ia pejamkan mencoba untuk tidur walaupun ia tak benar-benar lelah.

"Aaron, aku tahu kau tidak lelah!"

​Hening. Tetap tak ada jawaban dari Aaron.

"Kita harus bicara!" seru Lily lagi tak mau kalah.
​Masih hening. Aaron tak menggubris Lily. Tapi matanya sudah terbuka.

"Apa yang mau kau bicarakan?" Tiba-tiba saja Aaron berbalik dan menatap Lily dengan tatapan yang sedikit tak hangat.

"Aku harus meluruskan masalah ini. Tidak, bukan aku. Tapi kita," ucap Lily sambil menekankan kalimat terakhirnya.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut Aaron. Malahan, ia sekarang sudah berdiri tepat di hadapan Lily tanpa memutus tatapannya. Ia sudah berniat untuk mendengarkan kata-kata yang akan diucapkan Lily selanjutnya.

"Apa masalah yang harus kita luruskan?" tanya Aaron sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap Lily.

"Kau tidak tahu masalahnya atau kau pura-pura tidak tahu?" tanya Lily jengah. Namun, jawaban Aaron sangat tidak memuaskan. Ia hanya mengendikkan bahunya acuh. Lily hanya bisa menghela nafasnya untuk meredakan emosinya yang sudah akan meledak.

"Sekarang, jawab semua pertanyaanku, Aaron. Jawablah dengan jujur," ucap Lily yang terdengar seperti memerintah. Kemudian, Lily mencoba mengatur nafasnya.

"Apa kau marah padaku?"

"Ya."

"Apa alasannya?"

Aaron tak kunjung menjawab. Ia hanya menggertakkan giginya saat otaknya mengulang kembali kejadian di cafe yang membuatnya marah pada Lily hingga sekarang.

"Kau tidak akan menjawabnya?" tanya Lily lagi.

Bukannya menjawab, Aaron justru menghela nafasnya kasar. Kemudian, ia berkata, "Pertanyaan selanjutnya."

"Kau belum menjawab pertanyaanku," sergah Lily.

​"Pertanyaan lain," desak Aaron.

"Aku tidak akan mengganti pertanyaanku sebelum kau menjawabnya." Lily masih teguh pada pendiriannya untuk mengetahui alasan kenapa Aaron marah padanya. Rasanya sesak sekali ketika mengetahui Aaron memang marah padanya. Ia akan tenang kalau ia tahu alasannya.

"Kau sungguh keras kepala," gumam Aaron.

"Itulah aku. Sekarang jawab pertanyaanku!" seru Lily yang sudah hampir kehilangan kesabarannya.

Aaron mendengus. "Tidak tahu." Aaron benar-benar tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. Ia tidak ingin mengatakan kalau ia cemburu karena Luke.

"Cih. Jawabanmu sangat tidak berkelas," ucap Lily setengah menggerutu.

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang