Pening menghampiri Aaron pagi ini saat ia bangun. Entah berapa gelas yang ia habiskan tadi malam. Ia juga merasa lupa bagaimana bisa ia sampai di rumahnya pagi ini.
"Kau sudah bangun?" Tiba-tiba Lily masuk dengan membawa nampan dengan mangkuk dan gelas di atasnya. "Ini. Makanlah," ucap Lily sambil menaruh nampan di atas nakas di samping Aaron.
Bukannya menjawab atau mengambil makanannya, Aaron malah hanya menatap Lily seperti orang bodoh. "Kau tadi malam diantar pulang James. Kau tahu, bahkan James kerepotan membawamu semalam. Kau harus segera minta maaf padanya," ucap Lily menjawab apa yang dipikirkan Aaron sambil berjalan keluar dari kamar.
Dalam hati, Lily tertawa. Senang rasanya menjahili Aaron yang habis mabuk. Mungkin sebaiknya Aaron harus mabuk saja agar tampak seperti orang bodoh, seperti tadi.
***
Setelah diberi bubur dan minuman penyegar setelah mabuk oleh Lily, Aaron dapat kembali dengan kegiatannya hari ini. Jujur, ia harus berterima kasih pada Lily nanti kalau sempat.
"Hi, Bro!" seru Devian yang tiba-tiba masuk ke ruangan Aaron tanpa mengetuk. Walaupun itu sudah biasa, tapi yang baru saja itu mengejutkan Aaron.
"Aku sibuk, Devian. Ada apa?" Aaron bersuara tanpa melihat Devian.
"Aaron! Aku ini temanmu. Tidak bisakah kau meluangkan waktumu untuk temanmu yang tercinta ini, hm?" ucap Devian tiba-tiba dengan suara yang dibuat-buat. Itu tentunya membuat Aaron jijik dan segera meladeni Devian.
"Baiklah, ada apa?" tanya Aaron kemudian dan berpindah duduk di sofa depan Devian.
"Aku hanya ingin memberikan informasi. Mmm... tapi mungkin yang terakhir bukan informasi," timpal Devian kemudian.
"Apa itu?"
"Kau tahu, sepertinya beberapa hari ini Arriane mencari informasi tentang dirimu dan Lily. Bahkan ia mencari seluk-beluk Lily dan keluarganya. Kalian harus mulai berhati-hati, Aaron."
"APA?!" Aaron, tanpa sadar memekik kesal saat mendengarnya. Ternyata, diam-diam selama ini Arriane menguntit dirinya dan bahkan Lily. Bukan menguntit memang. Tapi itu tetap saja membuat kesal Aaron.
"Mungkin, kau juga harus menyiapkan rencana cadangan Aaron." Devian memberi saran yang entah didengar atau tidak oleh Aaron.
"Apa selanjutnya?"
Tiba-tiba suasana menjadi hening. Sebenarnya Devian tidak tahu harus mengatakannya atau tidak. Tapi, ini ia lakukan hanya untuk mengingatkan Aaron saja yang mungkin akan lupa.
"Besok hari peringatan kematian Rachel. Kau tidak lupa, kan?" Devian bertanya hati-hati pada Aaron. Bahkan dengan suara yang pelan.
Aaron menatap Devian sedikit terkejut dan kemudian mendengus. "Hebat sekali. Dua orang sekaligus sudah mengingatkanku. Aku harus bersyukur atau bagaimana?" ucap Aaron sedikit ketus.
"Berdua?" tanya Devian tak mengerti maksud Aaron.
Belum Aaron menjawab pertanyaan Devian, pintu ruangannya terbuka dan muncullah Aaron dengan beberapa berkas di tangannya. "Apa aku mengganggu?" tanya James dengan cengingisan saat menyadari Aaron dan Devian yang terdiam menatap James di ambang pintu.
"Panjang umur," ucap Aaron sambil mendengus mengalihkan pandangannya dari pintu.
"Jangan bilang..." Kalimat Devian menggantung seakan-akan mengerti apa yang dimaksud Aaron tadi.
"Maaf kalau aku mengganggu kalian. Sepertinya kalian sedang serius. Aku hanya ingin menyerahkan beberapa laporan saja," ucap James.
"Tidak apa-apa, James. Bahkan kau tidak mengganggu kita sama sekali," timpal Devian dengan senyum lebarnya, tapi kemudian hilang karena mendapat hadian tatapan tajam dari Aaron.
"Letakkan saja di mejaku," ucap Aaron kemudian. Setelah James meletakkan beberapa berkas di meja Aaron, ia pun berbalik dan hendak keluar.
"Terima kasih karena sudah mengantarku pulang semalam." Tiba-tiba Aaron bersuara yang sangat jelas ditujukan pada James, membuat langkah James terhenti dan bahkan membuat Devian menatap Aaron seperti orang bodoh. "Dan... aku... aku minta maaf. Karena sudah merepotkanmu." Dunia serasa hening. Devian dan James bahkan hanya menatap Aaron, sama-sama seperti orang bodoh.
Beberapa menit kemudian Devian berkata, "Apa kau sakit?" Membuat Aaron sedikit menyesal sekarang.
***
Sudah seharian ini Lily merasa dicampakkan oleh orang yang membawanya kesini. Siapa lagi kalau bukan Aaron. Entah kenapa setelah Lily mengungkit nama wanita itu, Aaron selalu mendiamkan Lily. Bahkan tadi pagi setelah Aaron memakan bubur Lily, Aaron langsung pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Tentu saja itu membuat Lily jengah dan bertanya-tanya apa ia berbuat suatu kesalahan.
Saat sedang duduk berlamun di kursi bar, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan Aaron yang tanpa menyapanya sedikitpun melangkah naik masuk ke kamarnya. Lily hanya menatap Aaron tak percaya. Laki-laki itu yang sudah melibatkannya sampai sejauh ini, bahkan ia juga yang membawa Lily kesini, dan sekarang seperti menganggap Lily tidak ada.
Untung saja Aaron berurusan dengan Lily, bukan dengan wanita kebanyakan sekarang ini. Bukannya sombong, tapi menurut Lily, ia adalah wanita penyabar. Sifatnya itu diturunkan dari ibunya. Jadi, ia pun juga berpikir akan mendiamkan Aaron. Entah sampai kapan, intinya sampai salah satu dari mereka membuka mulut duluan untuk bicara. Dengan perasaan kesal, Lily pun juga masuk ke dalam kamarnya dan pergi menuju alam mimpinya.
Paginya, Lily bangun 15 menit lebih siang daripada biasanya. Sepertinya tidurnya tadi malam sangat nyenyak. Setelah meregangkan tubuhnya, ia pun beranjak mandi. Tidak seperti biasanya, hari ini rasanya ia ingin melakukan semua hal dengan cepat. Padahal, sebelumnya tidak pernah. Mandi saja sehabis menyiapkan sarapan. Tapi berhubungan dengan rencanya yang ingin mendiamkan Aaron juga, ia jadi tidak berselera menyiapkan sarapan untuk Aaron. Jadi, ia tinggal mandi saja.
Sudah 10 menit ia habiskan untuk mandi dan berpakaian dengan rapi. Tapi ada yang rasanya janggal pagi ini. Ia seperti merasa ia yang tinggal di penthouse ini sendirian. Rasanya hening. Masih dengan handuk yang membalut rambutnya yang basah, ia mencoba keluar dari kamarnya.
Sepi. Terlihat tidak ada siapapun kecuali Lily di penthouse itu. Karena penasaran, ia pun mencoba membuka kamar Aaron. Tapi nihil. Laki-laki itu tak ada di sana seperti dugaannya. Ia jadi bertanya-tanya, kemana perginya laki-laki itu pagi ini. Bahkan biasanya Aaron akan pergi setelah mereka sarapan bersama. Tapi, sepertinya pagi ini tidak.
"Apakah ia menemui wanita itu pagi ini?" Tiba-tiba ia menyuarakan isi pikirannya. Tapi entah kenapa itu malah membuatnya sakit. Ia pun lantas menepis pikiran anehnya dan kemudian pergi dari kamar Aaron. Ia bisa menanyakan hal itu nanti pada Aaron.
***
Udara pagi berhembus kencang pagi ini. Tapi tidak menghentikan langkah Aaron untuk mengunjungi rumah terakhir wanitanya. Ia sudah membawa sebuket bunga kesukaan wanitanya, Bunga Lili. Ia memang sengaja pergi pagi-pagi sekali agar dapat membeli Bunga Lily yang masih segar.
Langkah Aaron berhenti di depan sebuah makam, Rachel. Ia masih berdiri dan memandang nama wanita itu. Wanita yang menjadi cinta pertamanya. Wanita yang mengubah Aaron. Sungguh ironi. Aaron bisa bertahan tanpa cinta pertamanya hingga saat ini. Walaupun beberapa tahun dihantui oleh mimpi tentang wanitanya. Membuat Aaron selalu merasa bersalah. Sepeninggal Rachel pun, Aaron juga berubah drastis. Ia menjadi sering minum alkohol dengan alasan menenangkan pikirannya. Sifatnya juga berubah menjadi lebih dingin. Bahkan menjadi laki-laki tampan dan ditakuti di New York. Apalagi di dunia perbisnisan. Itu sudah menjadi panggilannya tersendiri. Tapi Aaron bahkan tidak menyenanginya sama sekali. Ia bahkan rasanya ingin menangis meraung-raung disaat ia sadar ia berubah karena Rachel, tapi ia juga tersakiti karena Rachel.
"Aku datang lagi, Rachel. Bagaimanakabarmu?"
----------------------------------------------------------------------------------------------
Tbc.
Friday, April 13rd 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]
Romance(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN) First Series of Bachelor Love Story Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison. Tinggal sea...