"I love you." Aaron tak bosan untuk mengucapkan 3 kata yang mampu menggetarkan hati Rachel. Walaupun sudah beribu-ribu kali Aaron mengucapkannya, Rachel masih saja merona malu setiap kali Aaron yang mengatakannya. Aaron semakin mempererat dekapannya pada Rachel dari belakang di balik selimut hitam yang membalut hangat tubuh mereka. Menikmati malam yang dingin di balkon menatap indahnya Kota New York pada malam hari bersama dengan kekasih tersayang.
"I love you too, Aaron," ucap Rachel sambil menoleh ke belakang dan mencium pipi Aaron hangat.
"Kuharap kita bisa bersama seperti ini sampai kita menua nanti," ucap Aaron tulus sambil menumpukan dagunya di bahu Rachel.
"Itu juga harapanku," timpal Rachel sambil memeluk lengan Aaron yang ada di perutnya. "Mari kita habiskan sisa hidup kita dengan keluarga kecil kita nantinya," lanjutnya.
"Dengan senang hati, my love," timpal Aaron semakin memeluk erat Rachel. "Aku akan menjadi ayah yang baik," lanjutnya.
Rachel justru tertawa karena itu. "Kenapa kau tertawa?" tanya Aaron.
"Tidak. Tidak apa-apa. Hanya saja kau mengatakannya seakan-akan kita sudah menjadi sepasang suami istri dan sedang menunggu kelahiran seorang anak," timpal Rachel masih cekikikan sendiri.
"Well, kita tunggu saja tanggal mainnya. Mungkin dalam waktu sebentar," ucap Aaron membuat Rachel mendongak dan menatap Aaron tak percaya. Sedangkan Aaron hanya memandangnya sambil mencubit hidungnya gemas. Sungguh malam yang indah bersama dengan orang yang tersayang. Dunia seakan-akan hanya milik mereka. Malam yang dingin menjadi hangat saat orang terkasih berada di dekat kita.
"Aaron!" Lily sedikit berteriak memanggil nama Aaron dan mengguncang tubuh Aaron yang sekarang sudah dipenuhi dengan peluh. "Aaron! Bangun!" Lily semakin panik disaat Aaron hanya bergerak gelisah dengan wajah penuh peluh dan bergumam menyebut nama "Rachel" yang jelas tak Lily ketahui siapa itu.
Tiba-tiba saja mata Aaron terbuka. Ia terlihat seperti seseorang yang ketakutan. Lily memandang Aaron khawatir.
"Aaron, apa kau tidak apa-apa?" tanya Lily hati-hati. Bukannya menjawab, Aaron justru memeluk Lily tiba-tiba dengan sangat erat. Lily tentu sangat terkejut. Ia memberontak agar lepas, tapi justru Aaron semakin erat memeluknya.
"Jangan pergi!" seru Aaron dengan suara bergetar. Samar-samar Lily merasakan badan Aaron sedikit bergetar. Lily tak tahu apa yang sedang terjadi pada Aaron pagi ini. Terlebih apa mimpi buruk Aaron tadi. Lily pun akhirnya diam. Kemudian perlahan menggerakkan tangannya ke bahu Aaron dan menepuknya memberi ketenangan.
Setelah sekian lama Aaron memeluk Lily, tiba-tiba saja ia melepasnya begitu saja dengan sedikit kasar. Tiba-tiba saja ia memandang Lily seperti sedang melihat hantu.
"Ada apa? Apa kau sudah tidak apa-apa?" tanya Lily tak mengerti tingkah Aaron yang tiba-tiba saja itu.
Aaron hanya menganggukkan kepalanya tapi tatapannya masih sama saja. Itu jutru membuat takut dan bingung Lily. Tiba-tiba saja Lily berpikir kalau Aaron baru saja kerasukan makhluk halus. Tapi kemudian langsung ia tepis, karena itu tidak mungkin terjadi pada Aaron.
"Baiklah kalau begitu, aku turun dulu," ucap Lily sambil berbalik hendak keluar dari kamar.
"Bagaimana kau bisa masuk kesini?" tanya Aaron tiba-tiba menghentikan langkah Lily. "Maksudku...." Kalimat Aaron menggantung tak tahu harus berkata apa. Ia hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Lily memandang Aaron yang seperti terlihat salah tingkah. Tapi tiba-tiba saja ada ide jahil yang terlintas di otaknya. "Apa kau tidak tahu?" Lily perlahan melangkah ke ranjang Aaron. Sedangkan Aaron hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawabannya.
"Ckckckck... kau tadi berteriak kencang sekali. Kau seperti memanggil nama seorang wanita. Teriakanmu itu sangat keras!" ucap Lily setengah berbohong. Tapi Aaron yang mendengarnya malah terlihat ketakutan. Ia seperti tak habis pikir bagaimana bisa ia berteriak-teriak sangat kencang, padahal sebelunya ia tidak pernah seperti itu.
Lily tidak kuat menahan tawanya saat melihat wajah Aaron yang mulai pucat. Tawanya pun lepas mengisi ruangan Aaron. Sampai-sampai ia juga memegang perutnya karena terlalu keras tertawa. "Kau... wajahmu sekarang sangat lucu, Aaron!" ucap Lily ditengah tawanya.
Sekarang wajah Aaron seperti orang bodoh. Tapi ia memang merasa dibodohi. Bahkan oleh seorang wanita. "Apa itu sangat lucu?" tanyanya menahan kesal. Lily masih tidak bisa menjawab pertanyaan Aaron karena tawanya yang masih lepas, bahkan bertambah keras. Sedangkan Aaron sudah menahan amarahnya karena Lily.
"Bagian mananya yang lucu, hm?" tanya Aaron dengan suara yang pelan dan turun dari ranjangnya berjalan ke arah Lily. Tapi Lily masih tidak menyadari kalau Aaron mulai mendekat. Ia masih saja tertawa.
"Disaat wajahmu–" Tiba-tiba kata-kata Lily terhenti saat ia melihat Aaron yang mulai mendekat dengan wajah yang bahkan tidak ingin Lily deskripsikan sekarang ini.
"AAAA! Aaron, apa yang kau lakukan? Pakai pakaianmu!" pekik Lily sambil cepat-cepat berpling saat menyadari Aaron hanya memakai celana boxer hitam pendek dan bertelanjang dada memperlihatkan bentuk tubuhnya yang indah. Bahkan, Lily harus jujur, badan Aaron sungguh memukau. Sontak, Lily berjalan mundur.
"Kenapa dengan wajahku?" tanya Aaron masih dengan berjalan maju ke Lily.
"Mmm... sebaiknya aku turun menyiapkan sarapan." Lily hendak berjalan cepat meraih pintu kamar. Tapi apa daya, Aaron lebih cepat meraih lengan Lily dan memojokkannya ke dinding.
"Jawab dulu pertanyaanku, Lily," ucap Aaron dengan suara yang pelan di depan wajah Lily. Mau tidak mau, Lily harus mengakui kalau ia dapat mencium bau mint dari mulut Aaron. Padahal laki-laki itu barusan saja bangun tidur. Lily masih terdiam. Rasanya ia sudah tidak mampu berpikir apa-apa lagi sekarang. Ia hanya bisa berusaha untuk tidak menatap Aaron. Ia mengalihkan pandangannya kemana saja, asalkan bukan ke depannya, ke Aaron.
"Ada apa dengan wajahku, honey?" tanya Aaron lagi dengan nada menggoda.
Lily sangat ingin memprotesnya karena memanggilnya honey lagi. Tapi ia urungkan. Ia hanya bisa menatap tajam Aaron. Sial. Lily baru sadar, Aaron menggodanya agar ia bisa menatap Aaron.
"Jawab aku, honey," goda Aaron lagi dengan tatapan mengintimidasinya.
Lily hanya mendengus kemudian berdeham. "Wajahmu... tampan," ucap Lily semanis mungkin. Sebenarnya, ia sangat tidak suka berlaku manis, apalagi di depan Aaron. Tapi, itu terpaksa ia lakukan agar ia bisa terbebas dari Aaron. Mungkin.
Aaron menaikkan alisnya mendengarsuara Lily yang sangat manis. Baru pertama kali ini ia mendengarnya. Beberapamenit kemudian, tawa Aaron lepas. Ia bahkan tertawa menirukan Lily tadi. Lagi-lagiLily mendengus. Ia kemudian menghentakkan kakinya dan keluar dari kamar Aaron.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tbc.
Monday, March 12nd 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]
Romantik(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN) First Series of Bachelor Love Story Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison. Tinggal sea...