11 | Scandal

3.1K 154 1
                                    

Sekarang Aaron dan Lily sudah berada di café yang dekat dengan rumah sakit. Mereka duduk di samping jendela besar, berhadapan dengan dua cangkir kopi hangat pesanan mereka. Lily hanya duduk diam sambil memegangi kedua cangkirnya yang hangat. Hanya cangkir itulah yang dapat menghangatkan dirinya yang entah kenapa merasa kedinginan sekarang.

“Apa yang mau kau bicarakan?” Akhirnya Lily angkat bicara. Dia sudah tak tahan daritadi hanya dipandangi Aaron. Dia tak kuasa dengan tatapan Aaron.

5 detik. 10 detik. 15 detik. Aaron belum kunjung menjawab. Lily pun memberanikan diri menatap Aaron.

“Lama tak jumpa. Bagaimana kabar keluargamu?” Saat Lily hendak bersuara lagi, Aaron sudah berkata duluan. Saat itu Lily hendak protes pada laki-laki didepannya ini. Tapi, ia urungkan.

“Baik. Ayahku juga besok sudah boleh dipulangkan,” jawab Lily mencoba santai. “Terima kasih. Karena sudah membantuku membayar semua tagihan rumah sakit. Aku akan mengembalikan uangmu secepat mungkin,” lanjut Lily.

Aaron mendengus tak suka mendengar jawaban Lily. “Tidak perlu kau kembalikan. Aku tidak mau disebut sebagai penagih utang nantinya,” ucap Aaron yang kemudian menyerutup kopinya.

“Tapiꟷ” Perkataan Lily terpotong karena Aaron mengangkat tangan kanannya tanda diam. Rasanya Lily ingin mematahkan tangan Aaron saat itu juga.

“Besok jam berapa Ayahmu keluar dari rumah sakit?” -anya Aaron.

“Jam 3 sore,” jawab Lily singkat.
Aaron hanya menggangguk. “Kalau begitu, aku akan menjemput kalian.”

“Maaf, tapi, James yang akan menjemput besok. Dia sudah berjanji tadi pada Dad,” ucap Lily dengan menyesal. Sungguh, ia menyesal. Entah kenapa. Tapi tak mungkin, kan, ia bilang pada James kalau Aaron akan mengantar Dadnya pulang. Ia akan merasa tidak enak pada James yang sudah berbaik hati menawarkan bantuan duluan.

Ucapan Lily mengejutkan Aaron. James? Oh, tidak. Sejak kapan mereka menjadi dekat? Ia hanya bisa menelan kembali tawaran bantuannya. Mungkin lain kali saja.

“Lagipula, sepertinya kau kelihatan sibuk akhir-akhir ini. Selain itu, kau juga terlalu banyak membantu kami. Sungguh, aku minta maaf dan terima kasih atas bantuanmu”

***

Keesokannya.
Sudah 1 jam terlewat setelah Aaron berlari di sekeliling komplek apartemennya dan berolahraga sebentar di taman samping apartemennya. Kini ia sudah berada di apartemennya dengan keringat bercucuran di wajah dan kedua lengannya. Sesekali ia mengelapnya dengan handuk kecil yang menggantung di lehernya.

Aaron pergi ke dapurnya mengambil air minum dingin. Kemudian ia kembali ke sofa putihnya menonton tvnya dengan bersender ke belakang. Ia terus-terusan mengganti chanel tvnya. Hingga akhirnya ada saluran yang menarik perhatiannya. Chanel yang menampilkan gosip-gosip orang terkenal masa kini. Chanel yang tidak disenangi Aaron. Biasanya, acara ini menampilkan artis-artis papan atas. Tapi, kini malah wajah Aaron dan seorang wanita yang Aaron yakini itu adalah Lily. Di pojok kiri atas juga terdapat foto Arriane. Apa-apaan ini?

Aaron Sebastian Audison, pebisnis tersohor sekaligus anak dari pemilik Audison Company, yang kabarnya sudah bertunangan dengan Arriane Wright, putri tunggal dari pasangan Wright, sedang terlihat bersama dengan wanita selain Arriane di sebuah café tadi malam. Untuk saat ini… dan bla bla bla.

Aaron tidak dapat mendengarkan apa yang dikatakan wanita cantik di tv itu lagi. Rahangnya mengeras. Sialan! Bagaimana bisa mereka meliput berita tentangnya seperti ini? Aaron berdiri gusar mengusap wajahnya kasar. Ia seperti sedang berpikir keras.

Di tengah-tengah kegusarannya, tiba-tiba telpon di belakangnya berdering. Dengan hati yang masih gusar, ia pun mengangkat telponnya.

Sir, para wartawan sedang berada di depan apartemen. Sebaiknya Anda jangan keluar dulu,” kata Marcus.

Aaron pun berjalan ke dekat jendela dan benar saja. Banyak wartawan di bawah mengerumuni jalan masuk apartemen.

“Sial!” Hanya itu yang terlontar dari mulutnya.

“Mohon bersiap-siap, Sir. Saya akan kesana sekarang,” kata Marcus mengakhiri pembicaraan. Di saat-saat yang genting seperti ini, hal yang patut dilakukan Aaron adalah menuruti semua perkataan Marcus. Ia dapat dihandalkan dan Aaron mempercayainya.

Dalam waktu kurang dari 10 menit, Aaron sudah selesai bersiap-siap dengan setelan pakaian kerjanya yang rapi. Ia mencoba melihat wartawan-wartawan itu. Mereka ternyata masih disana. Bahkan sepertinya tambah banyak.

Ah, bagaimana dengan Lily? Tiba-tiba saja Aaron memikirkan Lily. Bagaimana keadaan Lily? Pasti akan lebih buruk darinya. Ia ingin menelpon Lily menanyai kabarnya, tapi bodohnya dia tak meminta nomor ponsel Lily sejak kemarin. Ia merutuki kebodohannya pagi ini.

Ternyata Marcus datang 30 menit lebih cepat dari jam yang diperkirakan. Mereka langsung keluar dari apartemen dengan Marcus dan beberapa bodyguard yang melindungi Aaron. Beberapa pertanyaan yang menyangkut dirinya dengan Lily dan Arriane dipertanyakan. Tapi Aaron masih bungkam sesuai instruksi Marcus. Tak lama kemudian, Aaron dan Marcus masuk ke mobil dengan selamat dari wartawan-wartawan.

“Ke rumah sakit kota sekarang,” ucap Aaron, tapi beberapa detik kemudian, ia mengubah destinasinya.

“Ah, tidak. Ke Universitas S.”

***

“Ada apa ini? Kenapa para wartawan berkumpul di sini pagi-pagi sekali?” tanya Yocelyn hati-hati pada Lily. Lily pun juga sebenarnya bertanya-tanya dalam hati. Mereka keluar dari mobil Yocelyn dan melangkah menuju kerumunan wartawan.

Belum beberapa langkah sampai, tiba-tiba seorang wartawan berseru, “Hei! Itu wanita itu!” Lily dan Yocelyn terkejut. Sebelum mereka bisa menghindar, wartawan-wartawan itu sudah berlari mengerumuni Lily dan Yocelyn.

“Siapa nama Anda?”

“Apakah kau selingkuhan Aaron?”

“Apa hubungan Anda dengan Aaron?”

Para wartawan itu membanjiri Lily dengan pertanyaan-pertanyaan yang Lily sendiri tidak tahu. Tapi, hal yang membuatnya lebih terkejut, kenapa mereka mengaitkannya pada Aaron? Apa? Selingkuhannya? Yang benar saja! Ingin Lily bertanya pada mereka apa maksudnya, tapi ia urungkan.

“Hei! Apa maksudmu selingkuhannya Aaron? Tolong jaga ucapanmu!” Yocelyn berteriak pada wartawan tadi.

“Bukankah Anda Yocelyn Willson? Apa hubungan Anda dengan wanita disamping Anda? Apa Anda kenal dengan Aaron? Apakah Anda dekat dengan wanita itu?” Salah seorang wartawan membanjiri Yocelyn dengan berbagai macam pertanyaan.

“Lily. Setelah aku berkata lari, ikuti aku!” perintah Yocelyn dengan suara pelan sambil menggandeng erat tangan Lily. “LARI!” teriak Yocelyn. Ia dan Lily pun berlari ke arah yang berlawanan dengan arah masuk kampus menembus wartawan-wartawan.

Ciiiit.

Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam berhenti dihadapan Lily dan Yocelyn. Seorang pria dari dalam berteriak menyuruh Lily dan Yocelyn masuk ke dalam mobil. Tanpa babibu lagi, Lily dan Yocelyn menurut. Lily masuk ke kursi belakang dan Lily ke kursi depan.

“Aaron?”

What? Lily, kau kenal dia?”

Tbc.
996 words.
Sunday, August 13rd 2017

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang