54 | She Loves You!

2.2K 103 1
                                    

Suara dentuman musik distro memekik telinga. Tetapi itu dihiraukan oleh Aaron yang hanya minum dan minum saja daritadi. Ia sebenarnya tahu, kalau dia sudah melanggar janji yang ia buat sendiri. Tapi, buat apa lagi itu semua? Lily sudah melepasnya. Bahkan, dia sudah langsung menemukan pengganti Aaron. Begitulah batin Aaron berteriak.

Tiba-tiba, sebuah tangan menghentikan gelas Aaron yang sudah akan diteguk isinya. Tentunya Aaron kesal karena ia diganggu. Rasanya ia ingin menonjok orang itu saat ini juga. Tapi, setelah melihat siapa yang datang, justru ia hanya mendengus dan kemudian merebut kembali gelas yang diambil dan kembali meminumnya.

"Apa yang kau lakukan disini, Aaron?" tanya Devian.

"Menurutmu apa lagi? Kau tidak bisa melihat, hm?" Aaron balik bertanya. Sementara Devian hanya menggelengkan kepalanya melihat temannya yang seperti itu. "Ada apa kau kesini?" tanya Aaron.

"Kau yang menelponku. Kau ingat?" ucap Devian tak percaya.

"Ah, iya. Aku ingat," timpal Aaron yang sudah setengah mabuk.

"Sebenarnya ada apa denganmu, ha? Apa yang kau lakukan disini? Bukannya kau sudah berhenti datang ke sini?" Devian menyerbu Aaron dengan berbagai macam pertanyaan.

"Ya, kau benar. Aku sudah berhenti melakukannya."

"Kau sudah mabuk, Aaron. Kau gila," ujar Devian sambil menggelengkan kepalanya prihatin pada Aaron.

"Ya, kau benar. Aku sudah gila karenanya," timpal Aaron yang tersirat kepedihan di ucapannya dan Devian menyadari itu. "Aku begini karenanya. Aku berhenti karenanya. Aku memulai karenanya dan aku disini karenanya.

"Kukira kau sudah bilang kalau kau bukan pengecut," ucap Devian. Aaron justru menyeringai saat ia teringat ia memang mengatakan itu beberapa hari yang lalu. Membuatnya meringis. "Sepertinya begitu." Aaron pun kembali meneguk minumannya.

"Tapi sepertinya aku sudah kalah sebelum aku memulainya," lirih Aaron.

"Apa maksudmu?"

Aaron menatap Devian sendu dan berkata, "Dia sudah bersama yang lain."

Devian tentu terkejut. Tapi detik kemudian, ia justru jadi penasaran pada laki-laki itu. Laki-laki yang menjadi saingan berat Aaron. Sementara di lain sisi, ia juga merasa kasihan pada Aaron. Kisah cintanya ternyata tidak pernah berjalan mulus.

"Aku turut sedih, Aaron," ucap Devian sambil menepuk punggung Aaron.

"Apa kau sedang menghiburku atau menghinaku?" Walaupun ia setengah mabuk, ia masih saja memberikan Devian tatapan membunuhnya. Hal yang tidak Devian duga.

"Hei, Devian!" Tiba-tiba seorang pria menepuk bahu Devian dengan akrab, dan itu tentunya menyita perhatian Devian dan Aaron.

"Luke!" Devian hampir berteriak saat memanggil nama teman lamanya itu sebelum ia memeluk akrab Luke.

Aaron yang sudah sepenuhnya sadar, tentu saja terkejut dengan keakraban Devian dan Luke yang tak ia duga. "Apa kau mengenalnya?" tanya Aaron pada Devian setelah ia sudah melepas pelukan hangatnya dengan Luke.

"Ya. Kau pernah kuceritakan, bukan? Aku punya teman dekat saat dulu aku sekolah di sekolah kedokteran London sebelum aku keluar untuk bekerja denganmu. Dialah orangnya. Perkenalkan. Luke, Aaron. Aaron, Luke." Devian memperkenalkan Aaron dengan Luke dan juga sebaliknya dengan bergantian.

"Kau tidak perlu memperkenalkan dia padaku, Devian. Aku sudah kenal dengannya," timpal Luke yang jawabannya tak Aaron harapkan.

"Apa? Jadi, kalian pernah bertemu?" tanya Devian terkejut.

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang