Hari sudah sore. Jam menunjukkan pukul 3 sore. Biasanya Aaron pulang 3 jam lagi, yang berarti jam 6 nanti. Lily merasa jengah sendirian di penthouse Aaron yang besar ini. Tega sekali Aaron pada Lily. Lily merasa seperti tahanan, tak boleh keluar walaupun ke kampusnya dan bertemu teman-temannya. Dia hanya diperbolehkan keluar 2 minggu sekali dan itupun harus ada orang yang mengawasinya. Untung saja Lily sudah mengambil beberapa pakaian yang akan dipakai selama ia tinggal di penthouse Aaron beberapa hari kedepan. Lily juga sudah bertemu dengan keluarganya.
Mengesalkan. Lily sudah keluar 2 minggu kemarin dan sekarang sudah tidak ada alasan lagi.
Tiba-tiba saja ia teringat kata-kata Mrs. Audison waktu itu. Yah, like father like son. Ternyata, anaknya lebih parah. Tapi, bedanya adalah Lily hanya kekasih dalam skandal mereka saja. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Devian dan Yocelyn.
Tapi setiap kali Lily menyinggung tentang 'kenapa dia tidak boleh keluar rumah' pada Aaron, dia selalu menimpalinya dengan "Itu untuk keselamatanmu dan juga reputasiku." Cih! Ia bahkan tak memikirkan perasaan Lily.
Ting tong.
Bunyi bel pintu membuyarkan lamunan Lily. Ia langsung beranjak dari sofanya tempat ia bermalas-malasan tadi dan berlari untuk melihat siapa yang datang melalui interkom.
Lily mengerutkan keningnya disaat ia tidak dapat melihat siapa yang ada di depan pintu. Dengan was-was, ia pun membuka pintunya sedikit.
Sebuah siluet seseorang yang sedang membawa buket Bunga Lili terpampang jelas di depannya. Lily sungguh tak tahu siapa orang itu. Bahkan tiba-tiba saja ada perasaan takut di benaknya mengingat ada beberapa orang usil beberapa hari lalu saat ia keluar dari penthouse. Tapi, perasaan takutnya kemudian sirna saat orang itu menyingkirkan buket bunga di depannya dengan perlahan dan juga tersenyum lebar pada Lily.
"James!" pekik Lily. Tanpa sadar pula, ia memeluk James. Sungguh, rasanya ia merindukan teman-temannya seperti ia merindukan James sekarang. Lily merasa sangat senang saat ada orang dekat yang mengunjunginya sekarang.
"Ayo masuk!" ajak Lily dan kemudian James pun menurut. "Apa ini untukku?" tanya Lily sambil berjalan.
"Tentu. Spesial untukmu," ucap James manis. Lily menerimanya dengan senang hati.
"Silakan duduk dimana saja. Kau mau minum apa?!" seru Lily dari dalam dapur. Kemudian James menyusulnya dan duduk di kursi bar yang tinggi.
"Apa saja boleh," timpal James. "Terima kasih," ucap James saat Lily sudah menyerahkan segelas orange juice yang biasa ia minum.
"You're welcome," ucap Lily yang kemudian menuangkan orange juice juga ke gelasnya sendiri.
"Aku baru tahu kalau kau ternyata kekasih Aaron selama setahun ini." Sungguh, Lily sedang tak ingin membahas ini. Setelah sebulan ia tak bertemu dengan James, dan James hanya membahas ini.
"Long story," jawab Lily seadanya sambil kemudian menyesap minumannya lagi.
"Bagaimana kau bisa berpacaran dengannya?" Inilah pertanyaan aneh yang Lily dengar sejauh ini. "Maksudku... yang terlihat sejauh ini kalian tidak seperti sepasang kekasih," jelas James hati-hati seakan tahu apa yang dipikirkan Lily.
"Begitulah. Kami bertemu, saling mengenal, dan kau tahu berikutnya," jawab Lily setengah berbohong setengah jujur. Lily tidak suka ini. Lily tidak suka berkata bohong. Rasanya Lily ingin mengatakan yang sejujurnya pada James. Menurutnya, James orang yang baik dan dapat dipercaya. Tapi Aaron berkata untuk tidak mengatakan ini pada siapapun. Jadi Lily masih bungkan hingga sekarang.
"Hanya itu saja?" tanya James tak percaya.
"Ya, memangnya harus menggunakan cara apa lagi?" Lily balik bertanya pada James seperti orang yang bodoh.
James justru tertawa. "Tidak. Lupakan saja." Ucapnya.
"Bagaimana kau tahu aku disini? Disamping itu, bagaimana kau tahu penthouse Aaron? Setahuku yang tahu dimana penthouse Aaron hanya sahabat-sahabat dekatnya dan keluarganya saja." Lily mengutarakan pikirannya dan kemudian menyesap kembali minumannya.
James hanya tersenyum seakan-akan memberi jawaban pada Lily. Benar saja. Lily membelalakkan matanya sesaat setelah ia sadar. James menyadarinya, tapi ia hanya mengacuhkannya dan menyesap minumannya.
"Jadi, kau sahabat Aaron? Wait. Lalu, kenapa aku selalu merasakan aura membunuh saat kalian bersama? Itu sangat aneh." Lagi-lagi Lily mengutarakan pikirannya yang selama ini ia pendam.
"Dulunya." Ucapan James tersirat sebuah kesedihan didalamnya. "Dulu kami bertiga bersahabat," lanjut James kemudian. Lily menyadari ada kesedihan di dalam ucapan James. Sejujurnya, Lily ingin bertanya alasan kenapa mereka sekarang seperti ini. Tapi, justru hal lainlah yang mengganjal.
"Kalian bertiga? Siapa lagi diantara kau dan Aaron?" tanya Lily penasaran.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tiba-tiba sebuah suara menginterupsi James dan Lily. Itu sudah jelas suara Aaron. Sontak, Lily dan James menoleh pada sumber suara. Aaron seperti sudah menahan amarah. Hanya James yang menyadarinya, tidak dengan Lily.
"Aaron? Ini masih jam 4. Bukankah kau pulang masih jam 6 nanti?" tanya Lily sambil berjalan ke arah Aaron yang juga berjalan ke arah meja bar.
Sesaat hening dan lagi-lagi Lily merasakan hawa yang menyeramkan sekarang. Tapi Lily tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya memandangi Aaron dan James bergantian.
"Tentu saja aku pulang karena aku merindukanmu, honey," timpal Aaron menggoda sambil memeluk pinggang Lily. Dan itu tentu saja menimbulkan rona merah pada Lily. Padahal Lily tahu persis itu hanya akting belaka, karena sekarang ada James yang justru tertawa melihat sikap Aaron dan Lily sekarang. "Aku hanya memastikan kau baik-baik saja disini. Ternyata memang benar disini ada nyamuk," lanjut Aaron yang tentu saja menyindir James.
"Nyamuk?" Lily bertanya seperti orang bodoh.
"Hm-mm. Nyamuk besar," ucap Aaron sambil melirik pada James. James hanya mendengus.
"Kau ini!" pekik Lily saat sudah tahu siapa yang dimaksud nyamuk oleh Aaron dan melepas pelukan tangan Aaron di pinggangnya. "Bagaimana bisa seorang teman dianggap nyamuk oleh temannya sendiri?" Lily menatap Aaron tak percaya. Bahkan sekarang ia berkacak pinggang yang terlihat gemas dimata Aaron.
"Apa? Teman?" Aaron bertanya dengan nada suara tinggi. "Sejak kapan kalian mulai dekat, hah?" Aaron menatap kesal pada Lily.
"Kenapa? Memangnya tidak boleh?" Lily justru balik bertanya pada Aaron sambil memajukan badannya seperti menantang Aaron.
"TIDAK BOLEH!" Aaron sedikit membentak Lily.
"Kalian seperti anak kecil." James tanpa sadar mengeluarkan isi pikirannya.
"DIAM!" Sontak, Aaron dan Lily membentak James dan James pun langsung bungkam.
"Berikan aku alasan kenapa aku tidak boleh berteman dengan James?!" Lily tetap tidak mau mengalah pada Aaron. James hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang sekarang sedang bertingkah kekanak-kanakan.
"Karena..." Ucapan Aaron menggantung. Tidak mungkin ia menjelaskan hubungan James dan dia di masa lalu seperti apa. "Karena dia bukan orang seperti yang kau pikirkan!" lanjut Aaron masih dengan nada suara tingginya.
"Memangnya dia itu orang yang seperti apa? Lagipula, kalian bersahabat, kan? Bukannya kau harusnya tahu dia itu orang seperti apa?" Lily masih memberikan Aaron segunung pertanyaan.
"Apa?" Kini wajah Aaron mengkerut. "Bagaimana kau..." Ucapannya menggantung lagi dan kemudian menghampiri James yang masih berdiri menatap mereka.
"Kau! Apa yang sudah kau katakan pada Lily?" tanya Aaron dengan amarahnya yang sudah di puncak kepala. "KATAKAN!" pekik Aaron sambil mencengkeram kerah baju James.
"Aaron! Apa yang kau lakukan?!" Melihat Aaron yang wajahnya sudah dipenuhi dengan amarah, Lily menghampirinya.
BUGH.
Tbc.
Saturday, October 28th 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]
Romance(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN) First Series of Bachelor Love Story Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison. Tinggal sea...