"Pergi pagi-pagi sekali tanpa mengatakan sepatah katapun. Sebenarnya ada apa dengannya? Mengatakan aku salah, tidak. Marah, juga tidak. Sungguh membingungkan," gerutu Lily sendiri sambil menonton tv. Ralat, Lily hanya memandang tvnya saja. Bukan menonton acaranya. Bahkan, sekarang pikirannya sedang jauh entah kemana. Ia bahkan juga tak segera memakan pir yang ada di piring di atas tangannya. Ia hanya menusuknya dengan garpu beberapa kali.
Sekarang sudah hampir jam 12 siang. Hari-hari Lily disini sepertinya biasa-biasa saja. Padahal dia tinggal di penthouse seorang CEO perusahaan terkenal. Bahkan semua wanita pasti ingin di posisinya sekarang. Tapi, mereka belum merasakannya. Pasti tidak ada yang diiperbolehkan keluar.
Bunyi bel menghentikan kegiatannya yang sedang menusuk-nusuk buah pirnya yang lezat. Ia pun langsung membuka pintu tanpa melihat siapa yang datang melalui intercom.
"Ta-Da!" Baru saja Lily membuka pintu, tiba-tiba suara-suara yang kencang dan histeris mengejutkan Lily. Ternyata, mereka Linda, Yocelyn, Devian, dan James. Yah, tentu saja mereka tahu karena mereka mengerti kondisi Lily sepenuhnya, kecuali James.
"Hi, guys. Masuklah. Kenapa kalian kemari tanpa menghubungiku?" Lily mempersilakan teman-temannya masuk setelah menerima beberapa bingkisan dari teman-temannya.
"Tentu saja kami akan membuat suasana sepimu menjadi lebih ramai," timpal Yocelyn dengan gembira. Bahkan ia juga mengkespresikannya dengan berbagai gerakan dan juga senyum lebarnya yang dapat memperlihatkan lesung pipinya yang indah.
"Kau tidak perlu bilang kalau kau kesepian, Lily. Karena kami memang tahu," timpal James kemudian.
"Karena itu, kita akan mengubahnya sekarang! Selagi Aaron tidak akan ada di rumah seharian! AYO!" pekik Devian sambil mengangkat kedua tangannya diatas mengepal. Kemudian juga diikuti dengan yang lainnya.
"Wait. Bagaimana kalian bisa tahu kalau Aaron tidak akan ada di rumah seharian ini? Bahkan, dia tidak mengatakan apapun padaku pagi ini." Lily bertanya menyelidik pada teman-temannya yang sepertinya mengetahui sesuatu yang tidak diketahui Lily. Teman-temannya itu hanya saling berpandangan dan itu cukup membuat Lily curiga.
"Tentu kami tahu, Lily. Mmmm... bukankah Aaron selalu bekerja?" ucap Linda seperti tidak yakin.
Lily masih tampak curiga. Jawaban Linda juga kurang meyakinkan Lily.
"Sudahlah, Lily. Tidak usah dipikir. Yang terpenting sekarang kita bersenang-senang saja," ucap James kemudian yang kemudian diikuti dengan anggukan semuanya. Lily pun menurut. Karena itu juga tidak penting dipikirkan terlalu larut.
"Baiklah. AYO!"
***
Bagaimana jika setiap hari seperti ini. Beramai-ramai berbincang mengenai diri sendiri, bermain bersama seperti remaja, dan tertawa bersama. Pasti Lily tak pernah merasa kesepian. Teman-temannya sudah tahu semua, mengenai Lily yang kesepian karena tidak diperbolehkan Aaron untuk keluar. Mereka turut prihatin. Tapi, seperti yang dikatakan Devian dan James, Aaron memang orang yang seperti itu. Yah, mau bagaimana lagi.
Tak terasa sudah beberapa jam mereka habiskan seharian ini. Hari sudah mulai petang. Bahkan mereka bermain seakan-akan melupakan Aaron.
"Devian, kau sudah tahu banyak tentang sifat-sifat Aaron. Bahkan kebanyakan dari mereka itu buruk. Tapi kenapa kau masih tetap berteman dengannya?" tanya Lily penasaran.
Devian sedikit tercengang dengan pertanyaan Lily. Ia terdiam dan tersenyum menanggapinya. "Well. Bukankah itu gunanya teman? Disaat ada teman yang kesusahan, teman pasti selalu ada untuk yang lainnya, bukan? Mungkin, Aaron memang menyebalkan. Tapi, itulah ciri khas Aaron. Semua orang pasti memiliki ciri khas sendiri-sendiri," timpal Devian, yang diyakini semuanya, kalau itu memang dari hatinya.
Lily mengangguk mendengarnya. "Lalu, bagaimana kalian bisa berteman dulu? Aku hanya tahu dulu James juga teman dekatnya.
Devian mengangkat satu alisnya kemudian melirik James sekilas yang juga pastinya terkejut."Pertemuan kami bisa dibilang buruk," ucap Devian sambil menerawang ke masa lalunya dulu. "Kami bertemu saat sedang rapat bisnis antara perusahaan Ayahku dan perusahaannya. Waktu itu Ayahku tidak bisa datang, jadi aku yang menggantikannya. Disaat itulah aku pertama kalinya melihat Aaron, yang kabarnya orang yang menyebalkan dan dingin tak tersentuh. Bahkan para rekan bisnisnya pun takut padanya. Disaat itulah, aku tahu Aaron orang yang sensitif dan seperti memiliki mata dimana saja. Saat itu ia mengetahui salah satu rekan bisnisnya menipunya dan bahkan mengkhianati Aaron. Dia marah besar saat itu. Sangat besar. Ia bahkan hampir meninju pria paruh baya yang menipunya itu. Tapi aku menghalanginya. Jadilah aku yang kena tinju kerasnya. Walaupun begitu, aku jadi bertemu terus dengannya karena Ayahku menyerahkan perusahaannya padaku. Awalnya aku takut pada Aaron. Tapi lama kelamaan, aku tahu. Ia punya kelemahan. Semua orang punya. Bahkan orang yang ditakuti seperti Aaron saja punya. Mungkin bisa dikatakan sejak saat itulah aku menjadi temannya." Jelas Devian panjang lebar setelah menerawang jauh dari masa lalunya dengan Aaron.
Semuanya mendengarkan Devian dengan simak. Bahkan mereka juga merasakan prihatin. Pada Devian, juga pada Aaron. Entah kenapa, dari cerita Devian, Lily jadi bisa mulai mengerti Aaron sedikit mulai sedikit. Suasana pun menjadi hening. Masing-masing dari mereka sedang menjelajahi pikiran mereka sendiri.
"James, katamu kau dulu adalah teman dekatnya. Itu berarti, ada masalah diantara kau dan Aaron, bukan? Aaron juga sepertinya selalu punya hawa membunuh saat bersama denganmu." Kini giliran James yang diberi pertanyaan.
Semua mata kini beralih pada James. Yang ditatap, hanya menatap lantai dengan tatapan sendu. Entah apa yang dipikirkannya. James terdiam cukup lama. Sebenarnya, Devian cukup mengerti masalah antara Aaron dan James. Tapi ia tidak ingin ikut campur. Ia hanya akan menunggu bagaimana jawaban James. Dia akan jujur atau berbohong.
James menatap lantai seakan-akan ada bayangan masa lalunya di lantai itu. Ia bahkan tersenyum sedih. Itu tentu saja membuat yang lainnya merasa bingung dan juga penasaran.
"Kami memang berteman. Bahkan kami adalah teman dekat sejak SMP. Keluarga kami sama-sama dekat. Kami melakukan semua hal bersama layaknya sahabat," ucap James, tapi tatapannya tak beralih dari lantai. "Hingga saat kami kuliah. Masalah pun banyak bermunculan. Ada kesalahpahaman. Kalian tahu, kan, remaja pasti begitu. Hingga akhirnya ia tidak mempercayaiku sebagai temannya lagi dan pergi dariku. Tapi aku tidak seperti yang ia kira. Percayalah. Aku tidak pernah memutuskan hubungan persaudaraan diantara kita," lanjut James sambil menatap yang lainnya satu persatu.
James terdiam lagi dan kembali menatap lantai. "Aku tahu dia sangat marah padaku. Aku tahu sifatnya memang begitu. Jika dia sudah benci pada suatu hal, akan sulit baginya untuk memaafkannya. Begitu pula kebalikannya. Jika dia cinta pada suatu hal, akan sulit baginya untuk melupakannya. Bahkan untuk melepaskannya. Aku mengerti itu sebagai sahabatnya yang sudah ada untuknya selama bertahun-tahun."
"Tapi kini aku yang menjadi objeknya. Dia seperti membenciku. Tapi, sebenarnya aku tidak. Aku mengerti jika aku sedang diposisinya, jadi aku mendiamkannya saja untuk berbuat apa. Sebenarnya, aku juga bersalah saat itu. Aku ingin meminta maaf padanya. Tapi tidak mungkin. Dia tidak akan mendengarkanku. Dia pun menghilang. Lalu kemudian kembali lagi kesini saat aku mencarinya." James tersenyum getir. "Dia memang benci padaku."
Tangan Lily tanpa sadar menyentuh pergelangan tangan James. Seakan-akan menyalurkan kekuatan untuknya. "Kalau boleh tahu, apa masalah itu yang membuatnya salah paham padamu?"
Tiba-tiba James tidak bisa menjawab apapun. Ia seperti bimbang diantara jujur pada Lily atau tidak. Tapi kemudian, dia pun memutuskan. "Mungkin, kau harus dengar darinya saja. Lagipula kau kekasihnya."
Sejenak, Lily menjadi orang yang membodohi temannya sendiri. Padahal James adalah orang yang baik. Dia tidak mungkin melanjutkan kebohongan ini. Bahkan pada James, disaat yang lainnya sudah tahu.
"Akubukan kekasihnya."
------------------------------------------------------------------------------------------------
Tbc.
Thursday, May 17th 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]
Romance(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN) First Series of Bachelor Love Story Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison. Tinggal sea...