(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN)
First Series of Bachelor Love Story
Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison.
Tinggal sea...
Hari sudah menjelang sore. Perpustakaan tutup lebih awal karena Mrs. Adam ada acara mendadak yang Lily tak ketahui. Lily pulang dengan bus sore ini, bukan dijemput Luke seperti beberapa hari belakangan ini. Tadi Luke menelpon Lily dan berkata kalau ia sedang sibuk mengurusi yang lain.
Sesekali, dalam perjalanan Lily mendengus. Ia merasa orang-orang terdekatnya sedang sangat sibuk. Dari kemarin, ia tak bertemu dengan Yocelyn. Ia ingin mampir ke rumah sakit, tapi Ayahnya baru saja dioperasi dan Ibunya menyuruh dia untuk pulang saja padahal dia sangat ingin melihat kondisi Ayahnya. Ia sangat rindu pada keluarganya. Tapi tak apalah. Toh, masih ada hari esok lagi.
Akhirnya, setelah beberapa menit berjalan kaki dari terminal, sampailah ia di apartemennya. Hari ini sangat melelahkan. Sebenarnya tidak akan melelahkan, kalau saja ia tidak disuruh menggantikan temannya sebagai asisten Mr. Tony secara tiba-tiba dan mau tidak mau ia harus melakukannya kalau mau nilainya ditambah. Beruntung juga dia.
Belum ia merebahkan tubuhnya di kasurnya, ia melihat sebuah bingkisan besar warna merah maroon di atas kasurnya. Ia mencoba menoleh kesana kemari, tidak ada siapa-siapa. Lalu dari siapa ini? Karena penasarannya sangat tinggi, ia pun membuka bingkisan itu. Saat ia mengangkat bingkisan itu, tiba-tiba secarik kertas jatuh.
Pakailah gaun ini dan berdandanlah yang cantik. Supir akan menjemputmu jam 7 malam nanti. Bersiaplah. Akan kutunggu.
Begitulah isi dari secarik kertas kecil yang barusan ia baca. Tulisan tangannya tidak begitu rapi tapi lumayan berkesan untuk Lily. Satu hal yang membuatnya penasaran adalah, tidak ada nama pengirim yang tercantum. Ia mencoba memikirkan siapa kiranya yang mengirimkan bingkisan ini padanya. Tapi, ia tidak bisa menemukan jawabannya.
"Apa boleh buat," gumam Lily acuh tak acuh dan langsung membuka bingkisan yang membuatnya penasaran itu.
Dress off shoulder yang panjangnya hingga lutut berwarna oranye dengan motif bunga-bunga di sepanjang dress bagian bawah. Tak hanya itu, ada sepasang stiletto berwarna coklat muda kekuningan dengan aksen kerlap-kerlip. Lily bertanya-tanya dalam hati. Untuk apa semua ini? Tapi, pertanyaannya tidak akan terjawab dengan mudah. Ia hanya punya waktu satu setengah jam untuk bersiap-siap. Untung saja, dia punya make up untuk berdandan sekarang.
Setelah satu jam lamanya dia bersiap-siap, ia menatap dirinya kembali di cermin besar di depannya. Dress itu membalut tubuhnya dengan pas. Orang yang mengiriminya ini sangat tahu ukuran Lily dan itu membuat Lily semakin penasaran. Rambut burgundynya yang mengombak dibiarkan tergerai dan ditata sedemikian rupa. Selesai sudah. Jam juga sudah menunjukkan jam 7. Ia segera mengambil clutch yang warnanya senada dengan stilettonya dan kemudian langsung keluar dan turun.
Betapa terkejutnya Lily saat mendapati limousine putih sudah terparkir di depannya. Seorang laki-laki turun dari limousine itu dan menunduk setengah badan, memberikan hormat yang jujur, itu membuat Lily risih.
"Selamat malam, Ms. Lily. Semuanya sudah siap. Mari," ucap laki-laki itu sambil membukakan pintu.
"Uhm, terima kasih," timpal Lily sambil berjalan masuk ke mobil dengan hati-hati.
Ini adalah pengalaman pertamanya masuk ke sebuah limousine. Interior di dalamnya sangatlah mewah. Ada sebuah minibar di depan Lily dan Lily sendiri menduduki tempat duduk yang lebih cocok disebut sofa. Sangat nyaman. Hanya itulah yang bisa ia deskripsikan sekarang. Ia pun mencoba menikmati perjalanannya yang akan menuju entah kemana.
Tak terasa, beberapa menit kemudian, sampailah Lily di suatu tempat yang tak Lily ketahui. Ia turun dengan perasaan was was. Di depannya gelap. Samping kanan kiri dan belakangnya pun juga begitu. Tapi, bukannya merasa takut, ia justru semakin penasaran.
Lily melangkah maju beberapa langkah dan tiba-tiba saja lampu-lampu kecil di sekitarnya menyala, menampakkan hamparan bunga lili. Jumlahnya ada banyak, bahkan puluhan. Walaupun ia tahu, itu adalah taman bunga lili buatan, tapi tetap saja itu mampu mencuci matanya malam ini. Lily sangat terkagum-kagum. Ia bahkan hanya menutupi mulutnya tak bisa berkata apapun karena saking kagumnya.
Kemudian, ia melangkah lagi dengan langkah yang hati-hati sambil menikmati keindahan Bunga Lili disekitarnya. Beberapa langkah di depannya terlihat siluet seorang wanita. Dari tubuhnya, ia sudah tahu itu siapa dan tentunya itu membuat dia senang.
"Yocelyn!" panggil Lily sedikit berteriak. Wanita itu pun berbalik dengan senyum yang merekah. Lily benar. Itu Yocelyn.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Lily.
Yocelyn mengendikkan bahunya sambil berkata, "Hanya melakukan ini itu."
"Apa maksudmu?" Lily tak mengerti.
"Percayalah. Kau akan tahu nanti. Ayo, ikut aku." Yocelyn menggandeng tangan Lily dan menuntunnya ke depan. Walaupun Lily merasa aneh, tapi ia tetap mengikuti Yocelyn.
Semakin lama, hamparan Bunga Lili semakin sedikit dan tampaklah di depan sebuah pantai dengan ombak malam yang indah. Lily belum bisa memahami semua ini.
"Yocelyn." Lily mencoba meraih Yocelyn. Tapi ia sangat terkejut ketika tiba-tiba saja Yocelyn tak ada di sekitarnya dan itu membuatnya sedikit panik.
Detik kemudian, ia mencoba untuk tenang. Ia pun kembali melangkah, meninggalkan hamparan bunga lili menuju hamparan pasir putih kesukaannya.
Di depannya, ia melihat sebuah siluet lagi. Tapi kali ini siluet itu milik seorang pria. Lily berjalan perlahan dengan mata menyipit.
Bahu laki-laki itu lebar. Berdirinya tegap menghadap lautan biru yang terbentang luas di depannya. Tak salah. Siluet itu milik seseorang yang ia ketahui. Bukan. Itu milik seseorang yang ia rindukan.
"Aaron."
Laki-laki itu berbalik. Tampilannya sangat memukai. Walaupun ia tak mengenakan pakaian jas formal, melainkan hanya kemeja berwarna navy yang dibalut lagi dengan jas berwarna putih dan celana jeans biru gelap, penampilannya terlihat sempurna. Senyumnya yang paling manis terlukis di wajahnya. Lambat laun, ia berjalan mendekati Lily.
Namun, Lily tak berkutik karena saking terkejutnya. Oh, rasanya Lily ingin segera mengatakan padanya kalau ia sangat menyesal saat mengatakan ingin mengakhirinya.
"Hi, Lily."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—————————————————————————— Tbc. Saturday, 20 April 2019