41. Final

1.4K 75 0
                                    

final.. bukan berarti ceritanya tamat (kalau masih ada yang mau ceritanya berlanjut) tapi mau ganti chapter dan nanti ada side storynya part ini.

"Den apa abah panca sudah datang kerumah pa Jamil?": tanyaku.
"sudah tadi malam emang kenapa bro?": kata Deni.
"kayanya dalam waktu dekat abah panca bakal turun tangan": kataku.
"Mungkin abah sudah tau makanya abah datang": kata Deni.
"Iya abah memang sudah tau": kataku.
"Aka, Viona sebentar yah gue jemput Indri dulu": kata Deni.
"Boleh nitip beliin makanan ga?": kataku
"bolehlah, sekalian makan bareng disini mau pesen apa?": kata Deni.
"Apa aja lah yang penting ada nasinya, Viona kamu mau apa?": kataku.
"samain aja sama kalian": kata Viona.
"ya udah gue jalan dulu": kata Deni.
"naek mobil aja jangan jalan cape": kataku.
"hahaha aka oon jalan maksudnya juga naek mobil": kata Deni.

Deni pergi menuju mobilnya. Tinggal aku dan Viona beberapa pegawai distro sedang mengantar barang pesanan. Viona menggeser kursi yang didudukinya mendekati aku.
Sepertinya ada sesuatu yg akan dibicarakannya.

"kaka, aku ingin bicara": kata Viona.
"ada apa nona manis": kataku.
"ini serius jangan becanda yah": kata Viona pipinya terlihat memerah.
"iya apa sih yang ngga buat kamu": kataku.
"gombal, ka kalau mimpi kaka apa, apa yg bisa buat kaka bahagia": kata Viona.

Pertanyaan apa ini. Ku tatap wajah Viona dan sepertinya itu pertanyaan dari hatinya. Mimpiku? bahagiaku?
ah aku tak pernah berpikir kesana. Aku merasa cukuo dengan keadaanku saat ini. Memang aku tak kaya uang pas pasan tapi aku rasa cukup buat bayar kuliah ada buat keperluanku ada walau belum bisa memberi ke uang ke ibu. Cinta? hanya ini yang menggangguku. Irene kutahu dia sayang aku sebaliknya aku pun sama. Tapi serasa ada tembok menghalangi jujur aku sayang tapi tak bahagia walau Irene anggun cantik tapi kadang begitu mudah menggandeng tangan orang lain. Mungkin yang kurasa hanya iba ya ketika Irene berbicara dengan mata berkaca kaca aku selalu ingin menjadi orang yg bisa menghapus kesedihannya. Berbeda dengan Viona yang terkadang tampil seksi tapi dia selalu menjaga jarak dengan lelaki. Dia ceria kadang manja tapi baik hati. Tajir tapi ga sombong bahkan tak pernah sekalipun membicarakan hartanya ataupun merendahkan orang lain. Tapi apakah dia mau dengan aku yg hanya orang biasa. belum lagi perkataan orang yang mungkin bilang aku hanya mengejar hartanya. Kusadari aku tak jujur pada diri sendiri aku hanya mempertimbangkan perasaan orang lain kata orang lain. Aku terus merasa takut menyakiti perasaan Irene bila dekat orang lain. Aku takut kata orang lain yang mengincar kekayaan ortu Viona. Jujur pada diri sendiri itu mungkin satu bagian ilmu mengkaji diri. Jujur pada diri sendiri meraih mimpi dan bahagiaku sendiri iya itu yang akan kulakukan.

"kaka aku tahu hubungan kaka dan Irene tak berjalan baik dan aku tahu aku salah bila ingin menggantikan Irene atau tempat dihati kaka": kata Viona lirih.
"cukup, sudah Viona": kataku.
"kaka marah atas kata kataku": kata Viona matanya mulai berair.
"ga viona, kamu gadis yg baik cantik" kataku sambil menghela nafas. Viona memperhatikanku dengan seksama.
kupegang jemari Viona yang lembut.
"ijinkan aku mengejar kamu bidadariku, aku lelaki akulah yang harus mengejarmu berjuang keras memilikimu, aku ingin kamu melihat perjuanganku mendapatkanmu": kataku.
"kaka udah dapatkan hatiku koq": kata Viona.

Viona memelukku dan menangis didadaku. Ya tangis bahagia karena dia tersenyum walau ga lupa sambil cubitan ala kepitingnya mengenai pinggangku. Aku lega sudah jujur pada diriku sendiri. Aku ga peduli kata orang yg mengira aku mau morotin harta ortu Viona. Biarlah Viona Lover patah hati. Yang penting hari ini aku merasa bahagia belum tentu aku besok bahagia belum tentu umurku sampai besok. Bukankah kita selalu berdoa memohon kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga ini kebahagiaanku di dunia menemukan orang yang tepat.

" ehm ehm maaf ganggu":kata Deni.
"oh ga apa apa, Viona lepasin pelukannya malu ada Deni dan Indri": kataku.
"ga ah baru bisa meluk udah mau dilepasin": kata Viona manja.
"ga papa Aka kan kamu cuek aja kalo gue meluk dan ngecup Indri didepan kamu": kata Deni.
"Aku tahu pasti kalian baru jadian hore akhirnya aka ga jomlo lagi ayo kita makan makan nih makanannya udah aku bawain.": kata Indri.

Kami makan bareng sambil sesekali tertawa kecil karena becandaan kami.
Kulihat muka Viona memerah karena kepedesan makan sambel. Cantik nian Viona seandainya waktu bisa berhenti aku ingin merasakan momen ini lebih lama.

Hp Viona berdering. Viona mengangangkat telpon dan langsung raut wajah Viona berubah pucat.

"ada apa Viona?": kataku.
"tadi telpon dari bi surti katanya tadi papah merasa pusing di kantor dan pulang pas dirumah papah teriak teriak kesakitan": kata Viona.
"kita mesti cepat Viona kita kerumah kamu. Den tolong hubungi abah panca":kataku.
"Aku jemput abah panca smsin alamat lengkap rumah kamu Viona": kata Deni.

kami bergegas keluar kantor aku menuju mobil viona dan langsung bersama Viona menuju rumah.

Dalam mobil Viona terlihat cemas. Sesekali tangannya meremas tanganku. Ku bercoba memejamkan mata. Ku berdoa membaca doa perlindungan. Kurasa sosok lelaki hadir disebelahku dan sosok itu minta ijin membantu aku hanya mengangguk dan sosok itu terbang menghilang. Kurasa dari jauh sosok itu mengusir beberapa makhluk dari rumah Viona. Sedendam itu kah pengirim santet sehingga menginginkan Om Hadi gila lalu mati. Siapakah sebenarnya pengirim santet. Tak lama mobil sampai di rumah Om Hadi. Pintu pagar dibuka penjaga rumah mobil maju ke depan Rumah. Pa yayat turun membuka pintu mobil,aku dan Viona turun dan kami segera masuk menuju kamar Om Hadi.

"bi gimana keadaan papah": tanya Viona
"udah tidak teriak teriak ketakutan lagi, sekarang pa bos lagi tidur": kata bibi.
"bi bawain minuman buat kita ya yg dingin": kata Viona
"iya": lalu bibi berlalu ke dapur.
"aka apa tadi yang terjadi?": kata Viona
"orang yg ngirim santet ingin membuat papah mu gila dengan menakutinya melihat makhluk makhluk tadi sudah diusir, kayanya makhluk itu tidak terlalu kuat tapi yang ku khawatirkan yang dilirim untuk membunuh sangat kuat": kataku.
"bagaimana dong?": kata Viona.
"kalau aku sendiri belum tentu sanggup tapi kalau abah panca aku kira mampu": kataku.
"semoga saja abah panca segera kesini": kata Viona.

Aku memandang foto keluarga Viona diruangan ini. Foto itu cukup besar ada foto Om Hadi,Rara,Viona,dan satu lagi ku pikir Mama Viona.
Kulit putih mama Viona menurun pada Viona. Sempat berdiri bulu kudukku melihat foto itu melihat foto Rara tersenyum yang sosok mirip dengannya suka hadir dihidupku.
Tiba tiba aku seperti terbawa ke masa lalu ketika kulihat om Hadi dengan seseorang wanita lain, mama Viona sakit kemudian meninggal, kematian Rara, kepedihan Viona, rasa kehilangan Om Hadi.... Dendam ya dendam itu terasa dendam itu .... dendam orang yang bersama Om Hadi wanita yang menuntut dinikahi om Hadi.. Dendamnya yang membuat mama Viona sakit kemudian meninggal.. dan beberapa kejadian mengerikan lainnya... aku yakin dendam itu bukan karena cinta tapi karena hawa nafsu tak terkendali.

Bahkan flashback ini membawa cerita dimana mama Viona yang keturunan menikah dengan Om Hadi yang waktu itu masih orang biasa baru memulai usaha.. Bagaimana mama Viona diasingkan keluarga bagaimana perjuangan keras om Hadi menikahi mama Viona.

Bahkan cerita wanita yg menggoda om Hadi dengan guna gunanya ingin menguasai harta om Hadi...
Flash back ini membuatku kepalaku pusing baru seumur hidupku melihat begitu jelas flash back yang biasanya hanya bayang bayang... Aku terduduk disofa..

"kaka kenapa, itu hidungmu berdarah": kata Viona.
Kulihat hidungku mimisan.
"ini tisu lap darahnya": kata Viona.
"makasih": kataku.

aku melap darah dari hidungku kepalaku masih pusing. Suara bel terdengar dan Viona pergi kedepan dan kemudian beberapa langkah mendekatiku. Kulihat Deni dan abah panca datang. Ku bersalaman dengan abah panca.
Viona menyuruh bibi membuat kopi dan membawa cemilan. Kemudian Viona ke kamar om Hadi.

"abah kenapa tiba tiba aku bisa melihat kejadian masa lampau apa yang salah dengan aku": kataku.
"nak itu sudah takdir kamu ga bisa menolaknya": kata abah.
"tapi untuk apa ": kataku
"nanti kamu akan temukan jawabannya sendiri": kata Abah

Viona keluar dari kamar om Hadi dan mengajak kami menemui om Hadi.
Kami berjalan menuju kamar om Hadi. Kamar itu cukup luas dan berisi perabot mahal.
Kulihat Om Hadi tergolek lemas. Viona memperkenalkan deni dan abah panca ke om Hadi dan om Hadi hanya bisa mengangguk.
Abah Panca meminta kamar kosong untuk mengobati om Hadi dan meminta aku diam di kamar om Hadi untuk menjaga dibelakang dan pengobatan dilakukan setelah magrib.
Viona menunjukkan kamar kosong untuk dipakai abah Panca mengobati. Aku dan Deni kembali keruang keluarga. Aku memejamkan mata istirahat sejenak agar setelah magrib kondisi fisikku kuat. Aku tertidur dan bermimpi.

Gelap Tak Selamanya Kelam (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang