103. Akhir semua ini (final chapter)

1.3K 62 0
                                    


Hari berganti, sudah sekian waktu sejak kejadian itu. Beberapa peristiwa membahagiakan terjadi membuatku melupakan kejadian tempo hari.

Pernikahan Joko dan Erni yang dilaksanakan di cafe. Pertama kali aku bertemu dengan orang tua Joko. Bapaknya Joko ternyata lebih ngocol dari Joko, bahkan bapaknya Joko juga sama sok ngaku ganteng. Kini aku tau ternyata keturunan dari Bapaknya. Bahkan beres acara pernikahan bapaknya Joko sempat sempatnya menggoda pagar ayu. Kontan ibunya Joko menjewer bapaknya Joko. Kami yang melihat tertawa.

Cafe libur beberapa hari. Joko dan Erni pergi bulan madu. Aku, keluargaku, dan karyawan cafe berlibur di pantai. Kami berangkat malam hari sengaja supaya ketika sampai dipantai bisa melihat matahari terbit. Kali ini aku mengajak pula ibu, mama Shinta, Tania juga Diki tunangan Tania.

Sesampainya dipantai kami menunggu matahari terbit sambil berfoto foto. Aku memangku yusuf putraku yang bungsu. Viona dan ibuku sibuk menjaga Anisa yang sangat bersemangat ingin main air. Setelah melihat matahari terbit kami cek in dipenginapan. 

Aku tak mengatur acara disini, karyawan cafe seperti Lina,Siti,Akmal,Nadia,Rahman,Bejo,Yono bebas mengadakan acara sendiri yang penting ketika pulang bareng bareng. Sedangkan Irene dan Intan lebih senang bergabung dengan keluargaku.

Selesai sarapan pagi yang lain langsung pada main air. Mama Shinta, ibuku, dan Irene pergi belanja. Sedang Tania, Diki, dan Viona bermain dipinggir pantai bersama Anisa, sedang Yusuf yang belum genap setahun dipangku Intan.
Aku duduk dikursi depan penginapan dekat pantai menikmati hawa pantai. Seorang bapak pedagang asongan menawariku suvenir

"Maaf ngeganggu, mungkin bos mau beli oleh oleh kerajinan sini": kata Bapak itu.
"Boleh pak, jangan bilang bos ah saya orang biasa": kataku.
Bapak itu menyerahkan barang dagangannya untuk kupilih.
"Aden bukan orang biasa, bahkan putra putri aden begitu diterima disini": kata Bapak itu.
"Emang bapak tau anak saya yang mana": kataku.
"Itu yang lagi main pasir dan yang dipangku nona itu, saya tau aura anak aden dan aden sendiri sama dengan aura orang yang pernah bapak temui.": kata Bapak itu.
"Yang bener pak": kataku.
"Iya namanya pak Sugeng, salah satu jawara disini": kata bapak itu.
"Koq namanya sama kaya kakek saya ya pak": kataku
"Memang itu kakekmu bahkan kakek buyut Aden pernah disini belajar ilmu agama dan bela diri sama abah Nata": kata Bapak itu.
"Mungkin bapak salah orang?": kataku.
"Tidak den, mana mungkin bapak salah apalagi aden diikuti harimau putih": kata bapak itu.
"Mungkin aku perlu ngobrol panjang lebar sama Bapak, maaf nama Bapak siapa?": tanyaku.
"Nama saya Dadang, gini bagaimana abis magrib saya kesini lagi saya mau jualan dulu": kata Bapak itu.
"Gimana pak aku beli semuanya jadi kita bisa ngobrol": kataku
"Gak usah den, ini bapak beri cuma cuma sebagai tanda bahagianya bapak bertemu turunan pak Sugeng.": kata Bapak itu memberi beberapa souvenir.
"Nah ini sebagai tanda terimakasih aku karena Bapak telah membuka cerita tentang leluhurku.": kataku sambil memberi beberapa lembar uang
"Tapi Den": kata Bapak itu seperti menolaknya.
"Udah terima aja, tapi bada magrib kesini ya pak": kataku
"Iya nak, terimakasih":kata bapak itu sambil pamit.

Aku gak menyangka tabir masa lalu terbuka ditempat ini.

Jam pukul 7 malam. Aku masih duduk menunggu pak Dadang. Semua keluargaku dan yang lain jalan jalan. Aku menghisap rokok dalam dalam, dari jauh terlihat pak Dadang mendekat.

"Maaf Den tadi lama ya menunggunya": kata pak Dadang.
"Gak pak, silahkan duduk": kataku.
Pak Dadang duduk. Aku memanggil karyawan penginapan memesan makanan dan minuman.

"Nah pak, aku ingin dengar cerita tentang leluhurku yang bapak tau": kataku.
"Begini, bapak saya dipanggil aki Iroh sahabat kakek den Aka. Nah guru aki Iroh yaitu abah Nata temen sepeguruan buyut den Aka. Ceritanya bah Nata pernah belajar sama seseorang, namanya saya lupa. Belajar ilmu beladiri atau kanuragan, teman sepeguruannya buyut den Aka, sama ki keling
Abah Nata lebih mempelajari ke ilmu bela diri, buyut agan lebih ke agama, sedang ki keling ke kadugalan. Buyut den Aka lebih dahulu pergi mencari guru lain tentang agama. Ki keling dikeluarkan dari karena sering membuat onar. Setelah beres berguru Abah Nata pergi kedaerah ini dan bermukim disini menjadi nelayan. Ki keling datang kedaerah ini bersama kawanannya merampok dan membuat onar. Abah Nata melawan, kawanannya bisa dikalahkan tapi Abah Nata kalah oleh ki keling yang memiliki ilmu kebal.": kata pak Dadang.

Gelap Tak Selamanya Kelam (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang