Tidak ada yang bisa tau jalan cerita kehidupan di masa depan. Jikapun seorang paranormal meramalmu dengan masa depanmu, bukan berarti itu harus diyakini. Tidak semua benar dan tidak semua salah.
Daniel duduk di kursi roda dengan bantuan tiga adik Sena. Selama dua bulan ini mereka sudah dekat seperti seorang kakak dan adik. Hilangnya Sena masih belum diketahui mereka, hanya Sohee dan Jaehwan yang tau kemana Sungwoo membawa Sena.
Sena tidak ingin kembali, ia benar-benar menutup hatinya untuk Daniel. Depresi, Daniel depresi. Kakinya masih belum pulih dari luka kecelakaan itu. Nyawanya hampir hilang karena kecelakaan itu. Apa kesempatan hidup kedua ini bisa membuatnya bertemu Sena? Bertemu dua bocah kecil yang lahir bersamaan di rahim Sena?
"Dimana batu namanya?" Jihoon bersuara untuk Jinyoung.
Mereka masing-masing membawa bunga untuk sang Ibu. Sedih memang, Jihoon dan Woojin harus kehilangan sang Ibu disaat mereka harusnya bertemu. Tuhan tidak adil. Memisahkan Park kembar itu dengan dua orang tersayang.
Jihoon dan Woojin mendorong kursi Daniel kedepan, sedang Jinyoung memegangi empat bunga sekaligus. Kerja sama yang baik.
Tidak heran, setelah kejadian itu. Baik Woojin dan Jihoon jadi lebih akur. Mereka selalu nampak bersama, bahkan mereka selalu tidur di kamar yang sama. Memang pertengkaran kecil masih terdengar, tapi tidak seperti biasanya.
Woojin menggeram kuat saat mendorong Daniel, "ada batu di depan rodanya," tungkas Jihoon menunjuk batu yang menghalangi roda.
Woojin mendengus, ia mengambilnya dan membuangnya ke sisi lain.
"Maaf. Aku sudah menyusahkan kalian."
Ketiga adik Sena itu memandang Daniel. Sudah lama Daniel tidak bersuara setelah operasi, mereka mengangguk dan kembali mendorong kursi roda Daniel.
"Ini, Bibi YeonAh tidur disini," Ucap Jinyoung saat mereka sudah berada di hadapan batu bertuliskan nama Bae YeonAh.
Disisi lain ada nama Park DoKyung dan batu kecil bertuliskan nama Park Dojin. Jihoon tersenyum, sepertinya dulu keluarga baru sang Ibu sangat indah. Ia memandang Woojin yang menunduk dengan isakan sembari mengusap mata dengan jarinya.
Jihoon mengerti. Dia menghusap punggung Woojin, adik kembarnya. Setelah itu Jihoon membuka tangannya untuk memeluk adiknya, "Ibu sudah bahagia."
Woojin mengangguk, lelaki tegar bergigi gingsul itu runtuh di depan makam sang Ibu. Jinyoung membagi bunga di depan batu makam. Dulu ia sering melakukan ini atas keinginan Sena, tapi nampaknya Sena tidak pernah datang karena Daniel. Jujur, Jinyoung masih sedikit marah dengan cara Daniel memperlakukan Sena.
Tapi, setelah Jinyoung berpikir berkali-kali. Daniel sudah sangat banyak terhukum. Lihatlah keadaannya saat ini, ia benar-benar tidak nampak seperti seorang pengusaha kaya raya lagi. Hanya berpakaian seadanya dan kursi roda yang mengangkut tubuhnya.
Kemana kakaknya pergi?
Daniel sangat membutuhkan Sena. Dia tidak bisa bicara selain hanya diam. Air mata bahkan tidak bisa membantu Daniel lagi.
Mata Daniel memandang batu sang Ibu mertua, dia benar-benar sangat bersalah. Tidak bisa menepati janji untuk menjaga Sena. Tidak bisa memenuhi semua yang membuat Sena bahagia. Tidak bisa kembali menggapai tangan Sena.
Ia diam, tidak menangis, namun tetap merasa sendiri.
Setelah pulang dari makam, Daniel kembali masuk ke kamarnya. Ingat bagaimana ia menggendong Sena, beraduk cek-cok soal gendut dan lainnya, hingga berakhir membuat Lips Sena berantakan di balik pintu.Daniel tersenyum, ia tidak tau kemana lagi mencari wanitanya yang tengah hamil itu. Sungwoo sangat pintar menghapus jejak mereka, mungkin ada seseorang yang membantunya.
Daniel menegakkan badan, "tidak mungkin Sungwoo melakukannya sendiri, pasti ada orang lain di balik kepergian mereka. Aku yakin orangnya pasti ada disini."
Daniel memutar kursinya, meraih ponselnya dan mulai menghubungi Sena ataupun Sungwoo. Tidak ada jawaban sama sekali, ia menghubungi Jaehwan.
"Oh, Yoboseyo? Papa Daniel sudah baikan?"
Suara Jaera membuat Daniel tersenyum. "Emm, Papa sudah baikan. Dimana Ayah Jaehwan?"
"Sedang mandi, sabunnya habis karena Jaera membuangnya." Jaera tertawa.
"Yasudah lain kali saja Papa bicara dengan Ayah Jaehwan."
"Papa? Papa sudah sampai di Bussan, kan? Dengan kakak-kakak tampan itu, kan? Jaera titip salam untuk mereka."
Daniel terkekeh pelan, "iya. Nanti Papa titipkan salam. Sudah malam, kan? Jaera tidur dulu ya, besok sekolah, kan?"
"Emm, Iya. Yasudah Jaera bobok dulu, selamat malam Papa Daniel."
Tut..
Daniel meletakkan ponselnya di meja kembali. Ia menghembuskan nafas beratnya sembari menggerakkan jari kakinya. Ia harus melakukannya terus menerus, agar kakinya tidak kaku jika sudah waktunya.
"Aku yakin Sena, cinta tidak akan pergi jauh-jauh dari kita. Aku yakin kita akan bersama kembali."
Bagaimana bagian ini?.Btw, lagu apa yang kamu dengar kalo lagi baca Kang Daniel ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kang Daniel
Hayran KurguSUDAH TERBIT DENGAN JUDUL THE POSSESSIVE HUSBAND. [Private] • [Complete] Isi : Prologue - Chapter (1-49) - Epilogue. Kang Daniel dan Park Sena harus menjalani kewajiban dengan cara menikah. Namun siapa sangka ternyata Park Sena dibeli oleh keluarga...