36. °Happiest ?°

15.5K 2.9K 657
                                    

Yonem's Point Of View

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yonem's Point Of View

Menenggelamkan wajah seirama dengan menekuk lutut. Itulah yang gue lakukan sekarang.

Gue nangis buat apa, itupun gue bingung alasannya.

Haruskah gue menangisi seorang Lee Felix yang belum tentu asal muasal perasaan hatinya buat gue ?

Ataukah saat ini gue hanya menangisi sebuah rentetan nasib yang diiringi oleh takdir, tentu dimana gue yang hanya sebagai manusia tak akan pernah bisa mengubahnya ?

Memangnya ada hati manusia yang tak bisa terluka di dunia ?, meski tak ubahnya semua orang sesungguhnya pantas bahagia.

Bukankah luka yang terus ditutup akan membusuk ?

Suatu ketika hati begitu terasa sakit karena seseorang yang kita cinta, apakah orang lain yang harus mengobatinya ?

Tok..tok...

Gue mengangkat kepala gue sesaat setelah mendengar suara ketukan di kaca jendela kamar.

Gue segera melenggang secepatnya menuju ke arah jendela kamar dan bergegas membukannya.

Begitu gue buka, disana ada Jisung yang sudah berdiri menggunakan tangga bambu sebagai tumpuannya.

Rumah gue berpagar, dilengkapi satpam pula.

Entah berapa uang yang Jisung gunakan setiap datang malem-malem gini untuk ngebujuk mamang Kai supaya bisa masuk dan bahkan mendapat pinjaman tangga bambu berukuran cukup panjang sebagai fasilitas menuju kamar gue yang ada di lantai dua.

Ga cuma sekali. setiap gue butuh dia, dia akan datang di jendela kamar gue seperti ini. Walau sebenarnya rumah gue dan Jisung boleh dibilang berjarak cukup jauh.

Jisung cukup berbakat menjadi maling. Dia dengan mudah bisa manjat tangga tanpa rasa takut untuk menuju ke kamar gue.

Satu hal yang gue syukuri, rengekan gue dulu kepada bapak untuk melepas teralis besi di jendela kamar gue ternyata benar-benar bermanfaat.

"Kamu kenapa ?" Tanyaya yang masih saja menggunakan kata dialog 'kamu'.

"Kenapa nangis?" Tanya Jisung lagi yang masih gue jawab dengan sesenggukan semata.

"Gara-gara aku tadi ya? Maaf" tersirat ekspresi penuh penyesalan di wajah Jisung, yang lantas ngebuat gue dengan cepat menggelengkan kepala.

"Sekarang udah jam 2 malem.. ga baik jam segini masih nangis aja"

Jari-jari tangan Jisung mengelus pipi gue dan mengusap setiap air mata yang membasahi disana.

"Kalau kamu ga suka aku, aku gapapa kok. Ga usah terlalu dipikirin, perasaan aku ga penting" Jisung menghela nafas.

"...Apapun yang buat kamu bahagia dan nyaman, lakuin aja sesuka kamu. Ga usah peduliin aku"

Dia mencoba untuk menguatkan gue, walau gue tau disatu sisi dia juga rapuh, "aku selalu dukung setiap pilihan kamu Yon"

"Aku cuma bilang kalau aku suka kamu itu aja, selebihnya terserah kamu mau gimana. Kalaupun kamu ga bisa jadi milik aku, kita masih bisa sahabatan kayak biasanya kan ?"

"Kita masih bisa pergi ke mall bareng buat nyari bajunya sandy terus makan es roll bareng" gue tau Jisung mulai bersuara serak menahan tangis.

"Aku juga masih bisa anterin kamu ke kantin untuk beli air minum buat Felix" sambungnya lagi yang membuat gue tampak begitu jahat.

"Aku masih bisa jadi Jisung yang berisik, dan kamu masih bisa jadi Yonem yang suka ngelemparin benda apapun ke wajah aku" Jisung genggam tangan gue erat.

"J-jisung...masuk dulu" ajak gue ke Jisung yang sedari tadi cuma berdiri diujung tangga.

Dia langsung melompati jendela dan masuk ke kamar gue, lalu memeluk gue dengan erat.

Dia terdiam memeluk gue cukup lama. Pundak gue basah, apa artinya seorang Han Jisung menangis ?

"Jangan nangis lagi ya Yon" ujarnya sembari nepuk-nepuk punggung gue.

"Jisung maaf" lirih gue saat melepaskan pelukan Jisung.

"Gapapa kok, kamu ga tidur ?" Jisung melirik jam yang menggantung di dinding kamar.

Dia langsung menuntun gue menuju ranjang dan merebahkan tubuh gue disana. Lalu dia nyelimutin gue sampai sebatas dagu, dan dia mengelap lagi air mata gue lagi.

"Udah tidur.. besok kita sekolah kan ?"

Gue cuma mengangguk naggepin pertanyaannya.

"Sekarang aku temenin sampai kamu tidur, besok pagi berangkat sekolah aku jemput" Jisung natap mata gue.

"Iya" gue masih lihat Jisung, yang sebenarnya dirinya sendiri menahan air matanya biar ga jatuh di hadapan gue.

"Cepet tidur biar aku ga lama-lama disini, nanti kalau ketahuan aku bisa dihabisin sama Changbin" pintanya sambil mencoba tertawa palsu.

Jisung yang duduk di samping ranjang mulai mengusap-usap puncak kepala gue untuk menyalurkan kenyamanan hingga gue terlelap.

Terasa benda kenyal menyentuh kening gue agak lama,

"Have a nice dream my chubby, don't spend your tears for anyone, neither me nor Felix" Jisung mengecup kening gue lagi,

"To be your chrysanthemum, I like that. spending time as a healer is the happiest time of my life..."

"...I love you Seo Yonem Althaf"







Sekarang terbesit dalam pikiran gue untuk menyerah, layaknya luka agar tak membusuk maka harus tak dibiarkan menutup.

Haruskah gue buka semua ini untuk menyembuhkan luka yang gue terima dari seorang Lee Felix ?

●○●

Sekedar informasi, gue masih maincast disini. Tq - Lee Felix lelaki yang tersisih dan menyisihkan.

●○●







Makin makin gajelas aja deh book gue ini :(

Tolong gue ga sanggup :(

Sejauh cerita ini berlangsung menurut kaian book ini seperti apa ? Sekedar untuk evaluasi hehe.

Terkadang gue merasa gue ngebuat baper dan ngakak secara bersamaan, gue sering ngerusak momen baper kalian dengan kerecehan gue yang tiba-tiba muncul :')

Jangan lupa vote sayang

-felixeu-

(i)nikah? ; Lee Felix Ft. Han JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang