Author's Point Of View
Malam itu suara gemercik air yang menyentuh body mobil terdengar nyaring. Langit tampak hitam pekat dengan hiasan semburat terang dari kilat petir yang menyambar-nyambar.
Han Jisung dengan mata sayu menyandarkan kepalanya ke kursi kemudi. Ia mencoba mengatur nafas sebisa mungkin, mencoba membiarkan oksigen memasuki otaknya yang kini mulai keruh dan terasa pusing.
“sudahlah ngga usah terlalu dipikirin, kalau waktunya sudah habis ya mau diapakan lagi?. Kita manusia, bukan malaikat apalagi Tuhan. Kita terbatas” kata seorang gadis yang membuat Jisung mengangkat kepalanya.
“aku masuk dulu, makasih sudah mau mengantar” sambung gadis itu sambil merapikan tasnya dan bersiap keluar dari mobil Jisung.
“tunggu... pakai payung, di luar hujan” cegah Jisung sembari mengambil payung lipat berwarna hitam dan menyodorkannya ke arah gadis itu.
“ngga usah, udah agak reda kok” tolak gadis itu halus, ia tersenyum.
“punya seseorang seperti kamu, Yonem pasti bahagia” sambung gadis itu lagi sambil tersenyum manis ke arah Jisung lalu lantas beranjak keluar dari mobil dan berlari-lari kecil menembus hujan menuju rumah kecil tak jauh di seberang jalan.
Jisung memandang gadis itu dari dalam mobil dan menghembuskan nafasnya gusar, ia tersenyum miris
“sayangnya Yonem bukan punya gue, dan gue pun bukan punya dia”
¤¤¤
“Jisung sudah pulang?, makan dulu” tegur bunda Jisung saat melihat anaknya memasuki rumah dengan keadaan setengah basah.
“loh Jisung ngga makan dulu?!” tegurnya lagi saat melihat Jisung hanya berlalu sambil berlari menaiki anak tangga.
Jisung berlari. Dalam pikirannya kini hanya satu, yaitu menuju kamarnya dengan cepat.
Tapi dengan bodohnya saat tiba di depan pintu putih kamarnya itu, ia malah berhenti. Ia tercekaf. Dadanya terasa sesak, ia tak tahu kenapa semuanya malah menjadi sesulit ini.
Dengan tangan yang melemas ia membuka pintu kamarnya perlahan, ia lantas berjalan masuk dan membuka semua papan penutup dinding yang selama ini menyembunyikan segala penelitiannya selama ini.
Dengan pikiran kacau dia terus saja berlarian di dalam kamar dan sesekali mengeluarkan semua catatan-catatan penting dari laci kamarnya. Kini ia mirip cacing kepanasan.
Ia bingung, sungguh.
“pasti ada cara lain kan ?” ujarnya sendiri sembari terduduk di lantai. Matanya memandangi jam digital yang waktunya terus berkurang setiap detik.
“kumohon...”
Ia tak pernah sekacau ini.
“Han Jisung” terdengar suara pintu kamar terbuka.
“ayah..” sahut Jisung saat melihat ayahnya yang kini berdiri di hadapannya.
“selama ini kamu masih melakukan semua ini ?” tanya Ayah Jisung memandang sekeliling kamar Jisung dengan penuh selidik, lalu ayah Jisung meraih selembar kertas catatan yang berserakan di lantai.
“Ayah..” panggil Jisung sambil mencoba mencegah ayahnya mengambil catatan itu.
“sudah ayah bilang, berhenti. Yonem tidak akan selamat dan semua ini terlalu berbahaya”
Jisung menatap kedua mata ayahnya, “tapi...”
“sudahlah Jisung, ayah juga tidak mau kamu kenapa-napa. Ayah sudah bilang ini semua terlalu berbahaya. Keluarga itu berbahaya" ayah jisung duduk di samping anaknya.
"Ini semua nasib buruk Yonem yang hidup sebagai anak perempuan keuarga itu. Jadi, Sudah...hentikan” sambung sang ayah sambil memegang bahu putranya itu.
Han Jisung, ia bukan tokoh utama. Namun semua masalah seakan-akan bertumpu padanya. Dunia begitu tidak adil. Yonem mati ataupun tidak, seorang Han Jisung akan tetap merasa sakit.
Chrysanthemum Notes :
Jadilah obat bagi yang sakit. Dia sakit, dan aku lahir ditakdirkan sebagai obat.
-hjs-
•••
Flashback mode on11 Tahun yang lalu
"Yon kamu mau es krim ?" tanya Han Jisung sambil memandang gadis kecil di hadapannya.
Gadis itu hanya diam dengan tatapan kosong.
"bukannya kamu suka ya ?" kata Jisung sambil menaruh cup es krim di nakas.
"sakit banget ya ?" tanya jisung sambil mengelus tangan sahabatnya yang terpasang slang infus itu.
"aku.. Takut, disini gelap.. Sakit.. Kakak Ch-changbin tolong aku" gumam gadis itu dengan wajah ketakutan.
Jisung kecil tampak panik. Setahun, sudah setahun sahabatnya itu tetap seperti ini. Jisung tak tahu jika dunia anak-anak bisa sejahat ini.
"Yonn.."panggil Jisung sambil mulai menangis kecil. Gadis kecil itu tak menggubris.
"Chry..crhysanthemum" ujar Jisung.
"Chrysanthemum!" teriak Jisung.
"a..a-aku chrysanthemum, jadi jangan takut lagi ya ?" ungkapan Jisung ini membuat gadis kecil itu menoleh.
Setelah setahun baru kali ini ucapan Jisung di dengarkan kembali.
"chrysanthemum ?" tanya gadis itu sambil melihat Jisung.
"iya. Ingat saat kita bermain dokter-dokteran, dan aku yang selalu mengobati luka lutut kamu jika jatuh? Dan aku juga yang menggendong kamu sampai sembuh ?" Tanya Jisung sambil menghapus air matanya sendiri..
"sampai nanti aku akan tetap seperti itu. Jangan takut. Kata Ayahku kamu pasti sembuh" ujar Jisung lagi..
"karena aku punya chrysanthemum ?" tanya gadis itu.
"iya karena kamu punya chrysanthemum. Aku akan sembuhin kamu, kita pasti bisa main bareng lagi" Jisung tersenyum.
"aku akan gendong kamu sampai sembuh"
Gadis itu berkedip-kedip bingung. "janji ?".
"iya Yon, Jisung janji" kata Jisung sambil mengajak gadis itu janji kelingking.
"bareng kak Changbin juga ?" tanya gadis kecil itu lagi penuh harap.
Jisung bergeming, ia tak tahu harus bagaimana.
•••
-felixeu-
KAMU SEDANG MEMBACA
(i)nikah? ; Lee Felix Ft. Han Jisung
Fanfiction[#5 - ON GOING] [BUKAN BxB] "Maafkan aku yang selalu gagal memberikan warna". Berisi tentang kisah Lee Felix dan Han Jisung yang bersatu untuk memecahkan misteri maut kaidah Matrilineal, kaidah pemuja wanita sebagai penerus silsilah keluarga. Ayo ba...