Chapter 2
Kenapa harus orang lain, sementara aku ingin Mama?
-Mentari-
》》》♡《《《
Ibunya Radit kembali dengan membawa segelas jus. Diletakkannya jus itu diatas meja di depanku. Aku tersenyum padanya dan mengucapkan terima kasih. "Makasih, Bu."
"Kamu temen sekolahnya Radit?" tanya Ibu Radit.
"Iya, Bu."
"Panggil Bunda aja, biar kedengeran enak."
Tentu saja aku terkejut. Aku baru pertama kali datang dan dia sudah menyuruhku memanggilnya 'bunda'. Apa tidak salah? Tapi sepertinya ibunya Radit memang orang yang baik dan ramah, terlihat dari cara bicaranya dan caranya menerima tamu.
Sepertinya Radit juga memanggilnya dengan sebutan 'Bunda'. Tapi ketika membayangkan Radit memanggil Bunda aku ingin tertawa. Mengingat betapa bad-nya kelakuan Radit di sekolah. Ternyata di rumah dia memanggil ibunya dengan sebutan 'bunda'. Oke, sebenarnya tidak masalah, hanya terdengar lucu saja.
"Kalian satu kelas?" tanya Ibunya Radit. Atau sekarang aku bisa memanggilnya Bunda.
"Enggak, Bu-nda." Jawabku canggung.
"Eh, tadi kenapa Radit bilang kalau dia nggak kenal kamu?"
"Em...ceritanya panjang, tadi pas aku lagi baca novel dia nggak sengaja numpahin pop ice jadi seragam sama novelku basah. Ini aja aku pakai seragamnya Radit. Tadi itu Radit pulang dari nganterin aku beli novel," jelasku jujur.
"Radit itu emang ceroboh. Waktu kecil aja dia sering jatuh," jelas Bunda. Tapi aku heran, untuk apa Bunda menceritakan betapa cerobohnya Radit waktu kecil. Memangnya apa hubungannya denganku. Mengenalnya saja tidak dan juga tidak mau.
"Eh, mana seragam kamu yang kotor?"
"Di dalam tas, Bunda."
"Kamu tinggal sini aja nanti biar Bunda cuci," ucap Bunda yang membuatku terkejut. Kenapa Bunda mau mencucikan seragamku?
"Eh, nggak usah Bunda. Ngrepotin nanti," ujarku merasa tidak enak. Sebenarnya aku juga merasa belum terbiasa dengan sikap Bunda yang kelewat ramah ini. Mamanya Bintang saja tidak sebegitunya kepadaku.
"Nggak papa. Lagian Radit yang kotorin seragam kamu, kan?"
"Beneran nggak papa, Bunda?"
"Iya nggak papa."
Aku mengambil kantung plastik dari dalam tasku yang berisi seragam kotorku. Kuberikan plastik itu kepada Bunda. "Ini, Bunda."
Bundanya Radit pergi setelah mengambil plastik dari tanganku. Tak lama setelah Bunda pergi Radit turun dari tangga sambil memainkan ponselnya.
"Bunda...." Teriaknya. Sepertinya anak itu tidak punya sopan santun sama sekali baik di rumah maupun di sekolah.
"Iya..." sahut Bunda tak kalah keras dengan teriakan Radit tadi.
"Radit mau pergi dulu," ucap Radit yang matanya masih tak terlepas dari ponsel ditangannya, sepertinya dia sedang mengetikkan pesan untuk seseorang melihat betapa lincahnya jari milik cowok itu menari diatas layar ponsel.
"Mau kemana?" tanya Bunda yang sudah keluar entah dari mana.
"Ke rumah Adnan," jawab Radit. matanya kini beralih menatap Bunda.
"Yaudah, tapi pulangnya jangan malem-malem!"
"Iya, Bunda."
Radit yang sedari tadi sepertinya tak menyadari keberadaanku kini menatapku heran. Kulihat dahinya mengerut.
![](https://img.wattpad.com/cover/148873482-288-k711542.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
50 DAYS
Teen Fiction50 hari itu 50 hari yang tidak mungkin kulupakan 50 hari yang menjadi bagian favorit dalam hidupku Jika boleh aku memohon satu permintaan Maka aku akan memohon kepada Tuhan Agar mengulang 50 hari itu Untukmu, Thank you for fifty days for me Best pic...