Kehilangan satu hal untuk hal lain mungkin lebih baik, namun masalahnya bagaimana cara memilih kemungkinan terbaik dari pilihan yang kamu punya?
***
Gelap, kosong, pengap. Rasanya aku tidak bisa bernafas. Aku tak bisa melihat apapun. Berkali-kali aku mencoba keluar dari tempat ini, namun begitu sulit. Tak hanya sekali aku berteriak, namun suaraku hanya saling bersautan. Keheningan yang tercipa berkali-kali kupecahkan dengan derap langkahku mencari setidaknya seberkas cahaya saja. Aku begitu berharap dapat kembali melihat dunia dan segala keindahannya.
Sudah ribuan langkah kutempuh, namun tetap tak ada jalan keluar. Hingga tiba-tiba sesuatu mendinginkan sekujur tubuhku. Awalnya hanya terdengar derap langkah tergesa-gesa dari arah depan sana. Aku menuju kearah suara itu berasal. Semakin jelas, semakin pula langkahku terasa berat. Ingin sekali aku berbalik arah, namun rasanya kaki ini menginginkan hal yang berbeda.
Beberapa detik kemudian ada sebuah cahaya yang perlahan-lahan mendekat. Cahaya itu hadir bersamaan dengan suara bising dan langkah kaki yang semakin pula terdengar. Kemudian cahaya itu seolah berubah menjadi film yang terputar tepat di depanku. Film yang begitu ingin kusaksikan.
Teriakan-teriakan mereka juga semakin jelas. Aku bisa melihat juga mereka adalah kumpulan manusia yang tengah menangis, menatap kejadian di depan mereka. Seorang laki-laki sudah bersimbah darah tak sadarkan diri diatas sebuah bankar yang terus di dorong oleh petugas rumah sakit. Tidak ada sedikitpun senyum di wajah mereka. Semuanya memperlihatkan wajah yang sama dengan butiran air mata yang sudah bercucuran.
Aku tak dapat melihat dengan jelas siapa saja orang itu, namun satu hal yang kukenali. Meski penglihatanku tak berfungsi dengan baik, meski sangat samar aku melihatnya, namun ada satu tanda yang membuatku sangat yakin. Siapa laki-laki yang tengah tak berdaya diatas bankar itu? Siapa dia? Aku tau. Aku melihatnya.
Tiba-tiba cahaya dan putaran film itu lenyap, bersamaan dengan ruangan yang kembali sunyi, gelap, pengap. Aku mencoba mencari sesuatu yang dapat kupegang, namun semuanya sia-sia. Aku hanya menemukan udara yang seolah perlahan mematikanku.
Kini bukan teriakan meminta tolong, ada satu nama yang berkali-kali kusebut. Aku hanya ingin melihatnya sekali lagi, dengan jelas. Sekilas saja tak cukup untukku menatap wajah pucat penuh darah itu.
Teriakanku semakin keras, dan seketika itulah teriakan terakhirku. Bukan lagi gelap, tapi tiba-tiba pusing menyergap. Kepalaku berputar bersama tubuhku. Dan akhirnya semuanya tak lagi terasa.
“Mentari?”
Nafasku tersengal-sengal. Hal pertama yang kulihat adalah warna putih langit-langit kamarku. Tubuhku berkeringat, namun aku merasa udara begitu dingin. Jantungku juga berdetak sangat cepat, hingga aku merasa sangat takut, seperti ada sesuatu yang sangat mengerikan sedang terjadi.
Aku beralih ke seseorang di sebelahku yang mengusap wajahku lembut. Aku sangat bersyukur bisa melihatnya lagi, karena hampir saja aku berfikir Tuhan tak lagi mengizinkanku menatap wajah itu. Aku mencoba bangun dan Mama membantuku, meletakkan bantal sebagai sandaran.
“Sambil nyandar aja, nanti pusing,” senyum itu masih sama seperti saat pertama kali kulihat setelah bangun dari koma.
Aku menurut. Kuperhatikan Mama ketika mengambil mangkok berisi bubur dari atas meja nakas. “Ini buatan Bundanya Radit, jadi kamu harus makan, abis itu minum obat biar cepet sembuh.”Mulutku terbuka untuk menerima suapan dari Mama. Sesaat, aku tak sengaja melihat mata Mama sembab. Saat tangan Mama terjulur untuk memberikan suapan kedua, aku menahannya. “Mama nangis?”
Mama tersenyum menanggapi pertanyaanku. “Aaaa… dulu,” Mama kembali menyuapkan bubur itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
50 DAYS
Teen Fiction50 hari itu 50 hari yang tidak mungkin kulupakan 50 hari yang menjadi bagian favorit dalam hidupku Jika boleh aku memohon satu permintaan Maka aku akan memohon kepada Tuhan Agar mengulang 50 hari itu Untukmu, Thank you for fifty days for me Best pic...