《 DELAPAN 》

76 8 0
                                    

Chapter 8

Andai Tuhan memberiku satu permintaan maka aku akan meminta agar orang-orang yang kusayangi akan bahagia.

-Mentari-

》》》♡《《《

Hening. Suasana itu yang tergambar antara aku dan Radit selama di perjalanan menuju sekolah. Kami kembali ke sekolah untuk mengambil motor Radit yang tadi di tinggalkannya.

Kami masih berdiaman atau lebih tepatnya aku yang mendiamkan Radit karena berkali-kali cowok itu berusaha berbicara denganku namun tak kuhiraukan sama sekali.

Saat sampai di sekolah Radit memanggil Pak Yoni, satpam sekolah untuk membuka gerbangnya.

"Ini motor hampir aja Bapak bawa pulang gara-gara nggak ada yang ngambil," kata Pak Yoni.

"Makasih, Pak," ucap Radit.

"Buat apa?" tanya Pak Yoni bingung.

"Udah jagain motor saya."

"Oh, sama-sama, kalau motor ilang bisa di beli, tapi kalau hati neng-nya yang ilang kan susah nyari," ujar Pak Yoni yang membuatku malu. Bagaimana tidak. Pak Yoni mengatakannya sambil memberikan tatapan menggoda kepadaku dan Radit secara bergantian.

"Saya permisi dulu, Pak," pamit Radit.

"Iya, hati-hati!"

Aku hanya tersenyum kepada Pak Yoni lalu menaiki motor Radit yang tinggi itu. Motor itu melaju membelah padatnya jalanan kota Jakarta.

"Gue anterin lo pulang," ucap Radit di sela fokusnya pada jalanan.

Aku tidak menanggapi ucapan Radit dan memilih diam saja. Jujur aku masih kesal kepada cowok yang satu ini. Beraninya dia membuat seorang cewek menunggu lama. Lalu dengan tak berdosanya dia membawaku masuk dalam masalahnya dengan preman-preman itu yang aku pun tak tahu apa. Sampai-sampai dia membuatku menangis karena tampang menyeramkan preman-preman itu. Ingin sekali aku memukuli wajahnya karena kekesalanku yang sudah meluap-luap ini.

Jika aku tak melihat ada beberapa luka di wajahnya mungkin sekarang tanganku yang akan memberikan lebam ungu itu tanpa ia bisa melawan. Jika dia berani melawan maka akan ku berikan hukuman yang belum pernah ia rasakan. Apapun itu asalkan kekesalanku tersampaikan.

》》》♡《《《

Tak seberapa lama aku dan Radit sudah sampai di depan gerbang rumahku. Aku turun lalu membuka gerbang itu bermaksud mempersilakan Radit membawa motornya masuk. Tapi sepertinya Radit tidak mengerti maksudku yang satu ini.

"Kenapa diem aja? Ayo masuk!" suruhku dengan nada masih ketus. Aku masih belum mau berbaik hati dengan cowok yang membuatku hampir mati ketakutan itu.

Radit membawa motornya masuk dan aku menutup gerbang depan. Aku segera masuk ke dalam rumahku tak menunggu Radit yang masih melepas helmnya. Sementara aku tadi tidak memakai helm karena Radit tidak membawakan helmku yang kemarin kutinggal di motorku.

Saat masuk ke dalam rumah, keadaan sepi seperti biasa menyambutku yang baru pulang dengan tubuh dan seragam yang berantakan. Bi Yun menyambutku dengan wajah khawatir.

"Non Mentari kok baru pulang? Tadi juga nggak ngabarin Bibi dulu. Terus kenapa baju Non jadi kotor begini? Rambut Non juga lepek kayak nggak pernah keramas," sembur Bi Yun kepadaku yang baru saja masuk. Maklum saja Bi Yun sebegitu khawatirnya. Selama ini jika aku akan pulang terlambat maka aku akan mengabari Bi Yun terlebih dahulu, tapi kali ini aku benar-benar lupa mengabari Bi Yun. Dan semua ini salah Radit.

50 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang