LIMA PULUH SEMBILAN

26 0 0
                                    

Kamu, yang mengubah duniaku, yang dulunya kelabu menjadi penuh warna dengan kisah baru.

***

Bintang diatas sana tampak sangat bercahaya, dan meski rembulan yang tidak sampai separuh pun terlihat begitu terang. Aku menatap salah satu benda disana beberapa saat. Seolah menatap seseorang yang kuinginkan sekarang.

Benar, jika kamu sudah memiliki ikatan dengan seseorang maka bintang pun akan kau anggap seperti sesuatu yang tidak ingin kamu lupakan. Maka jika boleh aku meminta, biarkan bintang itu jatuh tepat di depanku agar aku bisa menangkapnya dan tidak akan membiarkannya pergi lagi. Meski harus berkali-kali aku terluka pun tidak masalah.

Beberapa kali air mata menetes begitu saja. Sudah kuhapus seribu kali pun tidak akan berhenti ia mengalir. Aku begitu lelah untuk mengusapnya, jadi kubiarkan saja. Mengusapnya sama saja dengan mencoba membuang masa lalu tanpa ingin mengingatnya lagi. Tidak akan berhasil. Dan aku juga tidak ingin mencobanya.

Aku tau, semua hal yang terjadi adalah karena kehendak Tuhan. Mencoba menerima adalah jalan terbaik yang harusnya kuambil. Namun rasanya seperti berada di dalam hutan berduri yang tidak memiliki jalan setapak untuk bisa kulalui. Sulit sekali berjalan diatas batu lancip yang tak memiliki ujung seperti ini. Mungkin mentari diatas sana bisa tersenyum semudah itu, namun mentari ini tidak akan bisa melakukannya tanpa air mata yang menetes setiap detik.

Aku terkadang iri dengan orang-orang yang memiliki banyak sekali kesempatan untuk melihat dunianya, atau saat mereka dapat menatap sisi lain dari sebuah hal. Setidaknya sekali pun mereka pernah. Tidak seperti aku yang hanya diizinkan Tuhan menatap dari sisiku saja, hingga bahkan aku tidak mengerti bagaimana mata Papa menatapku selama ini.

Aku hanya ingin tertidur lama dan bertemu dengan Papa. Beri aku kesempatan setidaknya sedetik saja untuk mendengar suaranya memanggil namaku, agar semangat untuk kembali bangunku bangkit. Agar dunia tidak lagi memakiku karena penyesalan ini. Aku masih memiliki setidaknya Mama untuk bisa kubuat tersenyum kembali. Lalu banyak hal yang belum bisa kucapai. Jika tiba waktunya nanti barulah aku bisa bertemu dengan Papa.

Tapi bagaimana cara memulainya? Aku sudah kehilangan jejak sang pemandu. Dan sekarang aku tersesat. Adakah seseorang yang  bisa menolongku menemukan jalanku kembali?

***

Hawa dingin mendadak menyergap seluruh tubuhku. Selimut tebal yang kukenakan seolah tak berguna sama sekali. Padahal AC kamar sudah kumatikan sejak tadi malam. Silau matahari yang menembus tirai jendela kamar membuat mataku perlu berkedip beberapa kali.

Tak pernah lupa, hal pertama yang kucari saat bangun tidur adalah jam. Jam dinding di atas pintu kamar yang menunjukkan pukul 6 tepat. Sudah waktunya bangun. Sebenarnya pukul 4.30 tadi aku sudah terbangun untuk shalat, namun udara dingin membuatku kembali mengantuk.

Aku segera membersihkan diri lalu keluar kamar. Tidak ada yang berubah dari suasana rumah, masih sama sepinya. Tidak ada yang berniat berteriak untuk sekedar meramaikan suasana. Mungkin Bi Yun sedang di dapur dan Mama sudah berangkat ke kantor mengingat Mama harus menggantikan peran Papa. Aku harus bisa semakin memakluminya mulai dari sekarang. Mama sudah mencoba berubah, maka aku pun harus bisa mencoba.

Pintu kamar Mama yang terbuka lebar menuntunku untuk mendekat. Tidak ada sesuatu yang berubah disana, semua masih sama seperti kemarin. Namun Mama sudah berjanji bahwa mulai sekarang, ruangan itu tidak akan kosong lagi. Akan ada banyak sekali kenangan yang terpajang agar siapapun yang memasukinya mengingat dengan jelas tentang Papa.

Setelah menutup pintu kamar Mama, aku berjalan menuruni tangga. Aku bisa melihat Bi Yun sedang membersihkan rumah.

“Pagi, Bi,” sapaku saat berdiri di bawah tangga, sedang Bi Yun tengah membersihkan guci dekat pintu kamar tamu.

50 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang