《 ENAM 》

70 8 5
                                    

Chapter 6

Terima kasih atas penawarannya dan sekarang aku sudah mengerti bagaimana rasanya bahagia

-Mentari-

》》》♡《《《

Perjalanan bersama Radit yang biasanya hanya hening kali ini tidak. Perjalanan tadi sedikit terisi beberapa pembicaraan dan terkadang juga tawa. Aku dan Radit sudah tidak secanggung dulu lagi. Meskipun Radit masih saja bertingkah ataupun berbicara yang menurutku menyebalkan.

Kami sudah sampai di depan rumahku. Mobil Radit masuk ke dalam halaman rumahku yang gerbangnya sudah di bukakan oleh Bi Yun.

"Dit, masuk dulu, yuk!" ajakku dan tidak ada penolakan dari Radit. kami turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah.

"Duduk dulu, Dit," Radit akhirnya duduk di sofa ruang tamu.

"Kamu mau minum apa?" tanyaku menawarinya minum.

"Nggak usah. Nggak lama." tolak Radit.

"Nggak papa. Buat ucapan terima kasih dari aku."

"Air putih aja."

"Serius? Disini ada jus kok, ada kopi, teh, sama sirup juga."

Radit menatapku datar mendengar ucapanku. "Kalo semuanya ada berarti air putih juga ada."

"Emang ada, siapa bilang nggak ada."

"Lo barusan." Radit berhasil membalikkan ucapanku.

Ingin rasanya aku mencampuri air putih itu dengan sianida. Atau sedikit campuran micin juga bagus sebenarnya. Supaya otaknya yang berisi kalimat-kalimat menyebalkan itu berganti dengan kalimat-kalimat kids jaman now.

Aku kembali dengan segelas air putih ditanganku. Tenang saja, aku tidak mencampurnya dengan sianida ataupun micin. Aku tidak mau dituduh sebagai pelaku percobaan pembunuhan.

"Ini minumnya. Aku naik dulu ambil baju kamu," pamitku setelah meletakkan gelas air putih tadi diatas meja di depan Radit.

Setelah mengambil baju olahraga Radit aku turun. Disana terlihat Radit sedang memainkan ponselnya. Aku duduk diseberangnya dan memberikan baju olahraga itu.

"Nih, makasih udah minjemin."

"Sama-sama," ucap Radit.

Tunggu. Aku tidak menyangka Radit bisa mengatakan kata itu. Membayangkannya saja tidak pernah, tapi kali ini dia mengatakannya secara langsung. Wow! Keajaiban seorang badboy.

"Tumben kamu bilang 'sama-sama'," ejekku yang baru kali ini mendengar kata-kata itu dari mulut seorang Radit.

"Emang kenapa? Sirik aja lo," aku melihat raut kesal itu lagi dari wajah Radit.

"Muka kamu kalau lagi kesel nggemesin, deh," ucapku.

"Ketahuan lo ngeliatin muka gue dari tadi."

Wait! Kenapa malah dia memojokkanku? Tapi dia tidak salah. Memang sejak tadi aku memperhatikan wajahnya. Dan ternyata dia tahu atau dia hanya menebak dan tebakannya itu benar.

"Apaan sih! Ge-er," sejujurnya aku malu saat ini dan pasti wajahku sudah seperti kepiting rebus yang warnanya merah karena rasanya panas sekali.

"Gue yang ge-er apa lo yang baper?" tanyanya menggodaku, tapi nadanya tetap datar. Dia ini memang menyebalkan. Sangat sangat menyebalkan.

"Aku nggak baper ya, nggak usah sok tau, deh."

"Nggak mungkin lo nggak baper, orang lo blushing gitu."

50 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang