Waktu bisa berubah, tetapi kenangan akan selalu ada dan sama.
***
Ini rekor bangun pagiku di hari minggu. Biasanya, di hari libur kalau aku tidur terlalu malam, bangunku akan sama seperti adzan dzuhur. Itu karena novel membuatku terlalu larut dalam ceritanya. Tapi tadi malam seperti berbeda, aku sama sekali tidak menyentuh buku-buku sedikit pun, kecuali diary. Entah mengapa sesibuk apapun itu, akan selalu kusempatkan menulis tentang hari yang berkesan. Agar disetiap detik dihidupku, aku selalu bisa mengingatnya selamanya. Dan suatu saat nanti, seluruh keturunanku bisa selalu mengenangku dan semua kisah hidupku.
Aku sudah siap dengan sweater abu-abu pastel dan celana kain selutut berwarna abu-abu tua dan sneakers putih. Melihat penampilanku di cermin membuatku teringat saat pertama kali mengunjungi rumah Eyangnya Radit. Saat itu Radit memakai sweater abu-abu dan juga sneakers putihnya. Apa hari ini cowok itu akan mengenakan pakaian yang sama?
Aku menghela panjang. Kurasa rambut digerai akan lebih cocok untuk hari ini. Aku ingin menjadi spesial di hari yang mungkin menjadi hari terakhir pertemuanku dengan Radit. Terlalu singkat mungkin. Karena sejak pertama kali bertemu Radit, waktu terasa cepat berputar. Seolah semua mimpi tinggal di depan mata.
Mataku beralih ke kalender yang terpajang diatas meja belajar. Tanda silang disana sengaja kucoretkan untuk menghitung sudah berapa banyak hari yang kulewati. Ternyata masih ada waktu yang lebih panjang lagi dari sebelumnya.
Entah bagaimana aku suatu saat nanti. Tapi satu hal yang kutau, aku akan berusaha menjadi apa yang berguna bagi orang-orang sekitarku. Dunia tidak membutuhkan orang yang terkenal, tapi mereka membutuhkan orang yang bisa membantu orang lain. Terkadang sampai membuatku berfikir untuk menjadi relawan di sebuah tempat yang menderita, Palestina misalnya. Namun aku memikirkan bagaimana membuat izin kepada Mama, rasanya sangat sulit karena Mama tidak akan melepaskanku begitu saja di negera orang yang berbahaya. Ancaman bom bisa datang kapan saja tanpa sempat kurencanakan untuk melarikan diri.
Bayanganku hancur ketika suara ketukan dan panggilan terdengar dari luar. Segera, aku menyambar tas selempang peach yang sudah ku isi beberapa barang yang harus kubawa kemana saja.
Aku membuka pintu dan mendapati Mama berdiri disana. Mama menatapku sembari tersenyum lebar. Tangannya mengusap rambutku lembut. Tingginya yang beberapa senti lebih tinggi dariku membuatku harus sedikit mendongak. Mama itu tipe wanita karir, jadi wajar saja kalau badannya proporsional.
“Udah besar anak Mama.” Aku tersenyum mendengarnya. “Udah ditungguin pacar di bawah itu.”
Mama menuntunku turun tangga. Kulihat sudah ada seorang cowok duduk diatas sofa tengah mengamati televisi di depannya yang menampilkan tayangan kartun spongebob. Badannya yang membelakangiku membuatnya tidak menyadari kehadiranku. Kecuali saat Mama memanggilnya.
“Radit mau sarapan dulu, nggak?”
Radit segera menoleh. Tidak seperti dugaanku, kali ini cowok itu mengenakan sweater maroon bercorak di tengah yang melapisi kemeja putihnya. Serta jeans hitam dan kets berwarna abu-abu melengkapi penampilannya.
“Kalo boleh Radit sama Mentari makan di luar aja, Tan.”
Mama mengangguk. “Boleh, dong. Bawa aja Mentari keluar. Biar nggak kebanyakan temenan sama buku.”
Aku cemberut. “Kalo keluarnya sama Radit malah disuruh banyakin belajar nanti, Ma. Dia, kan, siswa kesayangan Bu Lusi.”
Radit melotot kearahku. Sementara kusambut dengan juluran lidah. Untung saja ada Mama, kalau tidak mungkin aku sudah kelelahan berlari karena kejaran Radit.
![](https://img.wattpad.com/cover/148873482-288-k711542.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
50 DAYS
Ficțiune adolescenți50 hari itu 50 hari yang tidak mungkin kulupakan 50 hari yang menjadi bagian favorit dalam hidupku Jika boleh aku memohon satu permintaan Maka aku akan memohon kepada Tuhan Agar mengulang 50 hari itu Untukmu, Thank you for fifty days for me Best pic...