LIMA PULUH SATU

31 2 0
                                    

Kau tidak akan pernah menemukan orang yang tidak seharusnya kau miliki.

***

“…gue baru inget kalau orang yang jadi pasangan gue waktu fashion show waktu itu sebenarnya Adnan. Kan jodoh banget gue, ya?” Bintang dengan antusiasnya bercerita. Tentang bagaimana hubungannya dengan Adnan yang semakin dekat. Sebagai sahabat yang baik tentunya aku mendengarkannya.

“Tapi waktu di dufan itu kamu kok berantem gitu sama dia?”

Wajahnya berubah sedikit muram. “Ya kan, waktu itu dia nyebelin. Masa nabrak gue sampe minumannnya tumpah, ngenain baju gue.”

Mendengar cerita itu membuatku kembali ke beberapa minggu lalu, saat Radit dengan sengaja menumpahkan minumannya hanya untuk berbicara denganku. “Mungkin dia mau cari perhatian kamu, kali.”

“Gue sih, nggak peduli lagi. Yang penting sekarangnya gimana.”

Mata Bintang tiba-tiba berhenti pada sosok di belakangku. “Eh, cowok lo noh,” tunjuknya dengan dagu. “Gue duluan, ya,” dia pergi begitu saja sebelum aku sempat menanggapi. Memudahkan Radit karena cowok itu telah menempati tempat duduk Bintang di depanku.

“Kenapa nggak pesen makan?” tanyanya sembari menatapku dengan senyum.

“Enggak aja, tadi cuma diajak Bintang, dia mau cerita.”

Radit mengangguk.

“Bu Lusi ngasih ini karena nilaiku yang udah lumayan.” Cowok di depanku ini mengeluarkan sebuah gantungan kunci dari dalam saku bajunya. Dimasukkannya telunjuk ke lubang tempat menggantung kunci untuk dimainkan. “Aku rasa kamu lebih pantas dapet ini, semua perubahan yang terjadi karena kamu.” Sekarang cowok itu menyerahkannya padaku.

Aku menggeleng pelan. “Kamu sendiri yang mau berubah, sekeras apapun usahaku nggak akan berhasil kalau kamu nggak mau.” Gantungan bertuliskan ‘Math is amazing’ itu berakhir diatas meja. Radit terlihat tak berniat mengambilnya sama sekali. Cowok itu justru cemberut.

Aku memutar bola mata dan menghela kasar. “Aku udah punya, waktu itu juga dikasih Bu Lusi karena nilaiku paling bagus sekelas. Jadi sekarang ini punya kamu.” Aku mengambil gantungan berwarna biru itu dan meletakkannya diatas telapak Radit.

Cowok itu sudah mengubah ekspresi wajahnya menjadi tersenyum penuh arti padaku. “Dulu aku mikir kalau aku nggak pantes buat kamu, tapi sekarang aku justru mikir gimana caranya supaya kamu tetap tersenyum buatku dan karenaku.”

Lalu hatiku menghangat begitu saja. Menyaksikan tatapan teduh Radit yang seolah menarikku masuk semakin dalam ke kehidupannya. Dan membuatku tersesat disana, tak tau arah kembali. Kemudian aku bahagia atas ketersesatan itu, karena tidak ada seorang pun yang mampu menjauhkanku darinya.

***

Begitulah hari-hariku di sekolah sekarang. Tak lagi sendiri membaca buku di taman belakang atau perpustakaan. Bahkan Bintang yang biasanya bersamaku saat istirahat sekarang menghilang bersama Adnan, mungkin mereka sudah jadian. Aku tidak tau karena jam istirahatku terhabiskan bersama Radit yang selalu menggangguku. Tapi aku suka.

Meski belum lama kami menjadi sepasang kekasih, namun sepertinya cowok itu memiliki banyak alasan untuk selalu menggangguku. Entah itu saat dia berpura-pura tidak mengerti penjelasan Bu Lusi, atau ketika berlagak lapar dan tidak punya uang, yang terparah adalah kemarin saat dia bilang dia sakit perut dan memintaku menemaninya di UKS. Justru dia menggodaku habis-habisan disana. Membuatku kehilangan jam pelajaran selanjutnya karena harus mengikuti ucapan cowok itu. Kalau tidak, maka dia mengancamku akan membeberkan hubungan kami menggunakan mikrofon di ruang guru agar seluruh sekolah mengetahuinya.

50 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang