《 TUJUH BELAS 》

37 7 0
                                    

Chapter 17

Mentari akan terus bersinar meskipun dunia tak menganggapnya ada

-Mentari

》》》♡《《《

Mimpi.

Mimpi indah.

Aku suka mimpi kali ini ketika aku sedang bersama Bunda memasak bersama dan sesekali tertawa ketika salah satu diantara kami melempar celotehan aneh dan yang lebih aneh lagi menurut kami itu semua lucu.

Bahagia.

Kurasa itu belum cukup mendeskripsikan bagaimana perasaanku kali ini. Karena saat ini aku terlampau bahagia. Dan itu sudah cukup meskipun dalam mimpi. Tapi ketika bangun nanti aku tahu aku ingin mimpi itu menjadi kenyataan dan kebahagiaan itu menghampiriku bukan hanya di dalam mimpi.

Meskipun aku tahu ini mustahil, tapi rasanya aku ingin tinggal di alam mimpi yang indah selamanya. Disana aku bisa merasakan kebahagiaan yang mungkin menurut kalian sederhana, tapi menurutku sangat berharga. Karena ketika kalian tidak memiliki sesuatu yang dimiliki orang lain itu rasanya lebih dari sekedar ingin merasakan, tapi kalian juga ingin memilikinya.

Bawang merah yang sudah kukupas itu kuiris tipis-tipis dan membuatku sangat berkonsentrasi sebelum akhirnya Bunda memanggilku menyuruhku untuk mengambilkan garam dari atas kabinet.

Dengan senang hati tentu saja aku mengambilkannya. Dengan sedikit berjinjit aku berhasil menggapai wadah berisi garam itu lalu kuberikan kepada Bunda. Saat akan berbalik dan melanjutkan pekerjaanku, tanganku tercekal oleh tangan seseorang. Bunda menahanku.

"Kenapa Bunda?" aku mengernyit bingung dengan apa yang tiba-tiba dilakukan Bunda.

Bunda tiba-tiba memelukku dengan masih menggunakan celemek hitam. Aku semakin bingung kenapa Bunda tiba-tiba bersikap aneh.

"Bunda sayang kamu, Ri..." lirih Bunda di sela rambutku. Aku membalas pelukannya.

"Mentari...juga sayang Bunda."

Bunda melepas tautan tubuh kami dan menatapku dalam sambil tersenyum. "Bunda nggak mau liat kamu sedih lagi dan mulai sekarang kamu adalah anak Bunda, oke?" ucapan Bunda melebarkan senyumanku.

"Aku udah anggap Bunda itu Ibu aku sejak pertama kali ketemu."

"Masa, sih?" Bunda menatapku ragu dengan sebelah alisnya naik.

"Bunda ih! Ngerusak suasana aja, deh."

Kami kembali berpelukan sejenak sampai seseorang memanggilku. Dalam sekejap mata semuanya hilang. Tidak ada pelukan Bunda. Tidak ada Bunda yang tadi menahan tanganku. Aku benci ini. Tuhan membuatku merasakan kebahagiaan hanya di dalam mimpi dan itu pun lebih pendek dari kenyataannya.

Nyatanya mimpi tak sepanjang yang kalian bayangkan.

Aku kembali ke alam nyata dengan sebuah tangan mungil mengelus pelan pipiku sambil terus memanggil namaku. Suara itu yang membuatku bangun dan kehilangan mimpi indahku, juga kehilangan pelukan Bunda.

Kukerjapkan mataku berkali-kali lalu mendapati sosok manis duduk disampingku.

"Kak Mentari...ayo bangun!"

Aku masih belum mendapatkan kesadaranku sepenuhnya, tapi berusaha bertanya. "Udah pagi, ya?"

"Belom, udah ayo bangun aja."

Tangan Acha menarik paksa tanganku hingga aku terbangun dan posisiku sekarang duduk di atas ranjang Acha. Dengan tidak sabar Acha kembali menarik tanganku dan membuatku terseret sampai hampir saja terjatuh.

50 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang