ENAM PULUH

19 0 0
                                    

Prestasi bisa dicari, tapi jangan sampai kehilangan teman terbaik hanya untuk mencari prestasi.

***

Mama memarkirkan mobilnya ditepi halaman sekolah tepat di belakang pos satpam tempat biasa orang tua siswa yang datang memarkirkan kendaraannya. Aku sempat bertegur sapa dengan Pak Yoni, satpam sekolahku.

Waktu menunjukkan pukul 8.30, seharusnya pelajaran sedang berlangsung. Namun karena ini adalah waktu jeda setelah ujian, maka siswa di bebaskan melakukan apa saja di sekolah selagi masih tetap berpegang pada peraturan. Harusnya juga hari ini adalah hari pembagian rapor semester. Namun sepertinya ada penundaan. Kudengar dari cerita Radit, semua itu karena beberapa siswa yang harus mengikuti ujian susulan dan penyusunan peringkat akan dibuat setelah ujian susulan berlangsung.

Kami berjalan melewati kerumunan siswa di halaman sekolah yang mengamatiku. Desas-desus dari mereka tertangkap telingaku. Aku bersikap biasa saja seolah tidak ada yang kudengar. Lagipula aku tidak bisa menutup mulut mereka satu per satu untuk berhenti berbicara, jadi lebih baik aku menutup kedua telingaku saja agar tidak mendengar ucapan mereka.

Ada satu kumpulan siswa yang sepertinya menarik perhatian Mama. Mereka mengenakan rok yang pendeknya melebihi batas yang di tentukan sekolah. Baju mereka juga ketat membentuk badan. Beberapa anak laki-laki yang ikut berkerumun di kumpulan itu tidak mengancingkan bajunya sehingga dibiarkan terbuka memperlihatkan kaos dalam yang mereka pakai. Sepatu mereka bermerk semua, namun tidak ada satu pun yang memenuhi aturan sekolah. Rambut mereka penuh dengan warna-warni. Aku sering melihat mereka di hukum saat upacara bendera atau untuk memutar lapangan saat istirahat. Aku juga pernah melihat mereka merokok di sebuah gang dekat komplek perumahanku.

Mama sampai menggelengkan kepala melihat kelakuan mereka. Dari cara berdirinya, mereka memang terlihat tidak teratur. “Mama kadang prihatin sama bangsa ini, penuh anak yang nggak peduli sama masa depan,” bisik Mama sembari merangkul pinggangku. Aku melirik ketika melewati mereka.

Dulu aku juga pernah melihat Radit berada diantara kerumunan itu. Bedanya, saat semua anggota geng pentolan sekolah itu merokok, Radit tidak. Untung saja sekarang Radit sudah banyak berubah. Aku ikut senang dengan perubahan yang terjadi pada dirinya, terlepas dari statusku yang merupakan pacarnya.

“Tapi kadang itu bukan salah mereka,” lanjut Mama. “Mungkin mereka itu korban broken home atau kurang di perhatian, makanya mereka melakukan sesuatu yang bisa menarik perhatian orang lain. Tapi tetep aja caranya salah.”

Aku mengangguk dan membenarkan ucapan Mama. Bagaimana pun, mereka bukan lah penjahat yang harus disalahkan karena tidak menaati peraturan. Itu adalah cara mereka menghadapi dunia yang semakin kejam.

“Kamu nggak boleh beda-bedain mereka, loh, Ri. Mereka tetap manusia yang butuh di mengerti. Sekali pun habit mereka berbeda dari kamu. Kamu harus bisa jadi pendengar yang baik untuk mereka. Kalau kamu bisa membuat mereka mengerti, Mama yakin orang pertama yang mereka cari setelah mereka bisa berubah adalah kamu.” Mama mengusap rambutku sembari tersenyum. Aku membalas senyum itu sama hangatnya.

Tatapan orang-orang itu masih dominan padaku dan Mama. Ini lah yang sangat ingin kutunjukkan kepada mereka sedari dulu. Bahwa aku memiliki seorang Ibu yang sangat menyayangiku.

Tak lama, kami sampai di ruang guru. Begitu bertemu Bu Andin, Mama dan aku dipersilakan duduk di kursi depan mejanya. Bu Andin banyak berbasa-basi sebelum memulai perbincangan serius dengan Mama.

Aku mulai bosan dengan perbincangan ala ibu-ibu ini. Aku memilih mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan yang penuh dengan guru dan meja dengan tumpukan buku serta kertas-kertas. Beberapa siswa juga berlalu lalang. Di tengah kesibukan dan keramaian, aku menemukan seseorang tengah berbicara dengan seorang guru. Dilihat dari bayangannya saja aku sudah bisa menebak siapa dia. Itu Radit sedang berbicara dengan Bu Lusi. Mereka terlihat sangat serius. Aku menjadi penasaran apa yang mereka perbincangkan. Kurasa, Radit akan menjadi siswa kesayangan Bu Lusi setelah mendapatkan 90 di ujian matematikanya.

50 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang