Chapter 15
Aku yakin, selebar apapun senyumku di depan semua orang, tidak akan mengubah kesedihanku menjadi bahagia yang kuinginkan.
-Mentari
》》》♡《《《
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam."
Salam Radit dijawab oleh wanita paruh baya itu. Tangan Radit terulur untuk mencium tangan Ibunya atau lebih tepatnya Bundanya. Langkahku semakin masuk ke dalam rumah itu begitu juga dengan Radit dan kedua temannya. Siapalagi kalau bukan Adnan dan Valdo yang sebelumnya sudah memaksa ikut. Radit sendiri terlihat tidak peduli dengan kehadiran kedua orang aneh yang merupakan temannya itu. Dia malah menyelonong naik ke lantai atas tanpa menghiraukan kedua temannya yang sedang menyalami Bunda.
"Woy, lo main tinggal aja deh." Teriak Valdo.
"Bunda kita naik boleh?"
"Boleh dong."
Setelah kedua makhluk naik mengikuti Radit yang sepertinya masuk ke dalam kamar, tinggallah aku dan Bunda yang masih berdiri menatapi kepergian mereka. Aku mencoba mengatasi kecanggunganku karena sikap Bunda kemarin dengan menyalami tangannya. Bunda tidak menolak, tapi dia seperti menjaga jaraknya denganku.
Bunda hanya mengelus sejenak kepalaku dan melempar senyum seperti biasa, tapi aku merasa Bunda sedang menyembunyikan sesuatu dariku.
"Bunda mau masak dulu, kamu naik aja ke kamar Acha yang pintunya putih." Aku mengangguk sebelum kemudian Bunda menghilang ke dapur. Aku sebenarnya ingin membantu Bunda memasak, tapi sepertinya aku juga harus mengetahui tentang sikap Acha yang sepertinya berubah padaku.
Aku menaiki setiap anak tangga dan akhirnya sampai di bagian paling atas. Kuedarkan pandanganku untuk mencari pintu berwarna putih yang Bunda beritahu merupakan kamar Acha dan aku menemukannya. Ada satu pintu berwarna putih disana ketika pintu yang lain berwarna hitam dan coklat.
Dengan langkah yang sedikit ragu aku mendekati pintu itu. Pintu putih dengan pajangan bertuliskan 'Kamar Acha' sudah berada di hadapanku. Tanganku terangkat untuk mengetuk pintu ketika aku mendengar seperti suara isakan dari dalam disertai suara tawa menggelegar dari ruangan disebelah kamar Acha.
Mungkin itu kamarnya Radit, pikirku mengetahui tadi Radit bersama kedua temannya naik ke lantai atas. Tapi kupandangi sejenak pintu berwarna hitam itu sebelum akhirnya kembali terfokus pada pintu di hadapanku.
Aku mendekatkan telingaku ke daun pintu untuk memastikan apakah suara tangis itu berasal dari dalam sana atau bukan. Dan benar saja, suara itu berasal dari dalam kamar Acha. Sontak aku langsung mengetuk pintu putih di hadapanku itu sembari memanggil-manggil nama Acha, tapi dengan beberapa ketukan saja tidak membuat gadis itu membukakan pintunya. Kuberanikan diriku memegang gagang pintu untuk mencoba membukanya. Ternyata Acha tidak mengunci pintunya. Kepalaku menyebul dari balik pintu dan menemukan seorang gadis tengah meringkuk di lantai dan bersandar di tepi tempat tidurnya. Tanganku semakin mendorong pintu agar memberiku akses masuk ke dalam ruangan itu. Tanpa pikir panjang aku langsung mendekati Acha.
"Hei, Acha kenapa?" tanyaku sambil mengangkat wajahnya yang sebelumnya tenggelam dalam lekukan sikunya.
Acha menatapku dengan mata penuh air mata sebelum akhirnya dia meraih tubuhku untuk dipeluknya. Tanganku bergerak mengusap lembut rambut panjangnya berharap agar itu bisa menenangkan gadis kecil ini.
Aku memberi jarak antara aku dan Acha agar bisa melihat sudah seberapa banyak gadis ini mengeluarkan air mata untuk hal yang sama sekali tidak kumengerti. Tanganku terangkat menghapus air mata di tepi matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
50 DAYS
Teen Fiction50 hari itu 50 hari yang tidak mungkin kulupakan 50 hari yang menjadi bagian favorit dalam hidupku Jika boleh aku memohon satu permintaan Maka aku akan memohon kepada Tuhan Agar mengulang 50 hari itu Untukmu, Thank you for fifty days for me Best pic...