《 SEMBILAN 》

55 5 1
                                    

Chapter 9

Mungkin Tuhan hanya menunda semuanya sampai aku siap merasakannya

-Mentari-

》》》♡《《《

Dengan berat aku membuka mataku dan menampilkan pemandangan tirai yang sudah ditembus sinar pagi mentari. Seketika rasa sakit menyerang kepalaku atau lebih tepatnya aku merasa pusing yang membuat kepalaku seakan dihantam batu besar. Ketika aku mencoba menggerakkan tubuhku, rasa sakit yang teramat membuat semua tulang dan persendianku seolah patah. Badanku juga merasakan dingin dan panas dalam waktu yang sama.

Ketika aku mencoba memegang kepalaku yang terasa sakit, tanganku merasakan panas seperti terkena air mendidih. Pantas saja semua badanku terasa aneh, sepertinya aku demam.

Tunggu! Apa?! Demam? Dihari masuk sekolah seperti ini? Tidak bukan itu masalahnya. Hari ini aku ada ulangan fisika dan aku tidak mau mengikuti ulangan susulan yang biasanya diadakan guruku bersama kelas lain. Tapi bagaimana kau bisa masuk sekolah dengan keadaan seperti ini? Dan bagaimana jika nanti aku tidak bisa berfikir dengan baik dan akhirnya nilai ulanganku jadi jelek? Aaarrrgghhhh! Aku pusing!

Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Kufikir itu Bi Yun yang memanggilku karena sudah jam 6 lebih aku belum turun juga. Biasanya aku akan turun jam 6 tepat untuk sarapan lalu berangkat.

"Masuk, Bi," ucapku dengan suara lemah.

Pintu berwarna putih itu terbuka dan menampilkan seorang wanita yang tak kusangka akan datang menemuiku.

"Bunda?" ucapku terkejut saat melihat wanita itu masuk.

"Mentari, kenapa kamu belum bangun? Ini udah jam enam lebih, loh." Wanita itu masuk menghampiriku di tempat tidur.

"Bunda? Bunda kok bisa ada disini?" tanyaku heran.

"Bunda khawatir sama kamu, udah ah kamu ba- Ya Allah! Mentari, badan kamu panas banget," seru Bunda heboh ketika tangannya mengusap keningku.

"Kamu nggak usah sekolah dulu, ya?"

"Aku nggak papa, Bunda."

"Bunda turun dulu ambil air hangat buat ngompres kamu," ucap Bunda lalu pergi keluar dari kamarku.

Ada secuil rasa bahagia ketika Bunda khawatir akan keadaanku. Bahkan apa yang Bunda lakukan belum pernah dilakukan oleh Mama ataupun Papa. Ketika aku sakit, Mama dan Papa hanya memanggilkan dokter lalu menyerahkanku pada Bi Yun. Kemudian dengan tenang mereka pergi ke kantor tanpa menanyakan kabarku sama sekali.

Tapi hari ini Bunda datang dengan alasan khawatir yang aku belum tahu karena apa. Dan kemudian wanita itu bertambah khawatir ketika mengetahui kondisi tubuhku yang tidak normal. Aku seperti merasakan punya ibu yang sesungguhnya.

Aku tersadar dari fikiranku ketika Bunda datang membawa sebuah baskom berukuran sedang. Diletakkannnya baskom itu diatas nakas.

"Mentari, sapu tangan kamu mana? Bunda lupa nggak bawa sapu tangan tadi."

"Ada didalam lemari itu, Bunda," aku menunjuk lemari yang kupakai untuk menyimpan sapu tangan.

Bunda mengambil satu sapu tangan dari sana lalu mencelupkannya ke dalam baskom berisi air panas itu dan memerasnya. Lalu kemudian sapu tangan itu sudah mendarat sempurna di dahiku yang panas.

"Bunda telfon dokter dulu," Bunda keluar dari kamarku setelah sebelumnya pamit.

Tak berapa lama Bunda sudah kembali dengan senyuman cantik yang menghias wajahnya.

50 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang