Shana 13 || Perjodohan (Revisi ✓)

8.8K 645 0
                                    

Warning! Chapter Panjang.
Happy Reading❤

Tidak bisa aku pungkiri
Aku adalah nyata yang tidak akan pernah kamu sadari
***

~One Call Away - Charlie Puth 🎧

Sudah menjadi pemandangan setiap pagi suasana macet di kota Jakarta. Hampir semua orang terburu-buru menuju tempat tujuannya, mulai dari orang tua menuju tempat kerjanya guna mencari nafkah hingga anak-anak menuju sekolah guna menuntut ilmu, alhasil jalanan penuh dengan berbagai jenis transportasi.

Sama halnya dengan gadis yang kini tengan duduk di mobil dengan gelisah. Dia sama halnya dengan mereka, sama-sama terburu-buru. Bangun kesiangan dan terjebak macet di jalanan yang cukup jauh dari sekolah membuat dia beberapa kali melirik jam yang melingkar di tangannya. Panik, takut, dan gelisah sudah pasti dia rasakan. Pasalnya hari ini Bu Susi—guru Matematikanya mengadakan kuis pagi, dan dia tidak pernah melewatkan setiap ada kuis.

Semalam dia tidur pukul dua pagi, mungkin karena kelelahan karena menangis cukup lama sehingga dia bangun pukul 06.00 dengan keadaan dua mata yang membengkak juga lengannya yang terasa nyeri. Untung saja sekolah menyediakan Almamater sehingga bisa menutupi lengannya yang bertato.

"Masih lama ya Pak?" tanyanya pada Pak Ahmad.

"Masih Non," jawab Pak Ahmad.

Shana menghela nafas lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dengan kasar. Untuk kesekian kalinya dia melirik jam, jarum pendek sudah menunjukan angka 7 sedangkan jarum panjang menunjukan angka 10. Itu berarti dia sudah terlambat sepuluh menit. Kini dia hanya bisa pasrah, hukuman dari Bu Riska dan tugas dari Bu Susi menantinya karena tidak mengikuti kuis pagi.

Huh

Selang beberapa menit mobil kembali jalan, Shana menghela nafas lega walaupun begitu dia tetap khawatir karena sudah terlambat. Sesampai di sekolah pintu gerbang sudah ditutup membuat Shana berdiri menunggu Pak Satpam membukanya.

Sedangkan di tempat lain Galen sama terburu-burunya dengan Shana.

"Bundaaa!" teriak Galen keluar dari kamarnya sembari memakai dasi.

"Sarapan dulu Al," suruh Bundanya.

"Gak sempet Bun, Al udah telat." dengan cepat Galen mencekal lengan Shinta dan mencium punggung tangannya.

Galen lalu berjalan mendekati Vano kemudian mencium punggung tangan Ayahnya. "Yah Bun, Al berangkat ya."

"Hati-hati, jangan ngebut!" pesan Vano.

"Siap ndan!" seru Galen sambil mengacungkan ibu jarinya.

Setelah itu dia berjalan menuju garasi mengambil motor kesayangannya. Matanya melirik jam tangan, sudah pukul 07.25 sontak kedua matanya membulat sempurna karena sudah terlambat 25 menit dan pagi ini dia ada ulangan Bahasa Inggris. Dia tidak ingin repot-repot berhadapan dengan guru terkiller di sekolahnya, dengan keberanian yang dia punya, dia melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Motornya meliuk-liuk menyalip kendaraan yang menghalanginya.

Kalian pasti heran bagaimana mungkin seorang Galen takut terlambat, bisa saja karena semalam ayahnya mengancam akan memindahkannya ke Bandung—tempat neneknya kalau namanya kembali menghiasi buku kasus lagi. Di perjalanan Galen mendengus, usahanya menyalip kendaraan lain sia-sia karena dia sudah terlambat setengah jam.

Hanya butuh waktu lima belas menit kini Galen sudah sampai di sekolah. Cowok itu menghentikan motornya tepat di depan gerbang.

"Telat juga?" tanya Galen pada gadis yang kini tengah membelakanginya.

LUKA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang