Shana 30 || Balas Dendam (Revisi ✓)

7.1K 523 3
                                    

Happy Reading❤

Terkadang masa lalu menjadi penghalang kita untuk maju.
Beberapa dari mereka lebih memilih berdiri di tempat seraya menyalahkan keadaan.
Namun beberapa dari mereka pun ada yang memilih berjalan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran.
Lalu bagaimana ketika semesta bersekongkol menghancurkan?
***

"Ya ampun, Shana! Sumpah ya gue gemes banget sama lo." Dira menghembuskan nafas kasar, gemas sendiri melihat kepolosan temannya yang satu ini. Bagaimana bisa Shana hanya diam saja saat dibully oleh Fellin dkk? Dira jadi sebal sendiri mendengarnya. "Harusnya lo tuh lawan mereka, jangan diem aja. Bales jambak kek, dorong kek, kalau nggak sekalian aja tampar biar kapok, cewek kaya dia tuh nggak bakal mempan kalau cuma dibilangin!"

"Ra ..." tegur Galen.

Dira mengerucut bibirnya sebal. "Ya habisnya gue kesel Lon, mereka tuh sekali-kali harus diberi pelajaran."

"Perasaan yang dibully Shana deh, kenapa lo yang rempong." Rico menggelengkan kepalanya pelan tidak habis pikir dengan sahabatnya itu.

Saat ini mereka sedang berada di rooftop. Tempat mereka bolos, selain tempatnya sunyi tempat itu juga sangat nyaman untuk berkumpul.

Sedangkan Shana sedari tadi bungkam sambil menunduk menatap sepasang sepatunya. Penampilannya sudah bersih, rambut dan mukanya sudah tidak dipenuhi coklat. Seragamnya pun sudah ganti, Galen membelikannya di koperasi. Cowok itu juga sudah melapor pada Pak Sapto, sekarang Fellin, Karin, dan Bella mungkin tengah melaksanakan hukumannya.

"Iya juga sih, harusnya tadi tuh lo lawan mereka. Kalau nggak ada Galen gue yakin muka lo udah babak belur," ujar Alex sambil memainkan ponselnya.

"Gue setuju kata Alex," ujar Melmel, Alex mendongak menatap Melmel dengan satu alis terangkat. "Gimana kalau Shana jadi korban bully kaya di Sma sebelah. Itu loh .. cewek yang dibully sampe meninggal." Melmel menatap Alex dan Shana bergantian. "Yang gue denger sih, tuh korban dibully habis-habisan di gudang sepulang sekokah."

Di tempat duduknya Shana duduk dengan gelisah. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Topik pembicaraan kali ini benar-benar membuatnya tidak nyaman.

"Gosip itu mah, yang bener cewek itu meninggal gara-gara bunuh diri." kata Alex membenarkan.

Rico menoyor kepala Melmel. "Sok tau lo! Dasar ratu gosip, makannya cari informasi tuh yang akurat bego!"

"Ish.. gue kan katanya," Melmel menatap Rico kesal sambil memajukan bibirnya beberapa senti.

Galen yang mengerti Shana sudah tidak nyaman dengan pembicaraan kali ini melirik jam yang melingkar di tangannya. "Gue cabut dulu ya. Udah sore, takut my Princess dicariin kakak ipar."

Rico memasang wajah ingin muntah saat mendengar Galen mengatakan my Princess. "Sumpah geli gue dengernya."

Galen menyengir lebar seraya mencekal lengan Shana menuju parkiran.

Shana terdiam menunggu Galen mengeluarkan motornya dari parkiran, tangannya memainkan tali tasnya. Kini gadis itu terlihat lebih rileks.

Jalan raya sore ini terlihat cukup lenggang. Jam sudah menunjukan pukul setengah enam, lampu-lampu gedung di pinggir jalan menambah suasana indah. Sepulang sekolah tadi mereka nongki-nongki terlebih duhulu di rooftop hingga lupa waktu. Membicarakan hal penting sampai yang tidak penting sekalipun. Untung saja Gino sedang perjalanan bisnis ke negara tetangga, Kevin di rumah temannya, sementara Shila sudah pasti di apartemennya. Kalau tidak, sudah dipastikan Shana mendapat ceramah panjang lebar dari ketiga kakaknya itu. Bukan bukan ceramah, lebih tepatnya cercaan yang menyakiti hati.

LUKA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang