Happy Reading❤
Aku tidaklah kalah sebelumnya
Hanya saja aku belum menemukan cara merasakan kemenangan.
Sebab berdamai tidak semudah ucapan
Jika hati saja belum bisa mengikhlaskannya
***~Kecewa - Bunga Citra Lestari 🎧
Shana Pov
Masa lalu bagiku adalah sebagian perjalanan dari kehidupan. Masa lalu adalah masa yang telah berlalu, tapi adakalanya masa lalu itu kembali datang seolah menghantui kita di masa depan dengan bentuk yang mengerikan. Jika ditanya apakah sesulit itu berdamai dengan masa lalu? Maka aku akan menjawab, iya.
Karena bagiku masa laluku terlalu mengerikan. Aku terlalu takut untuk melangkah ke depan. Ketakutan dan kegelapan seolah terus mengikuti langkahku dan menahanku hingga aku enggan menoleh dan melangkah sedekitpun. Mereka, bayang-bayang menyeramkan itu seolah bersekongkol menggerogoti pikiranku secara perlahan.
Sungguh. Aku belum sanggup!
Rasanya terlalu menyakitkan mengingat kembali masa-masa itu. Masa dimana aku benar-benar down, terpuruk, rapuh, apapun itu yang menggambarkan aku tidak baik-baik saja. Dan sekarang aku berada di tempat dimana otakku harus berputar mengingat kembali scane demi scane kejadian menyeramkan itu. Kakak kandungku—Gino dengan tidak berperasaannya mamaksaku kembali membuka luka lama, luka yang belum seutuhnya sembuh. Sangat sakit, rasanya seperti luka yang masih basah lalu disiram dengan air garam.
"Ini makam Kenny, sampingnya makam Tante Siska, depannya makam Paman Fahri, dan samping makam Paman Fahri adalah makam Gisell." ucap kakaku sambil memandang beberapa nisan di depannya.
Aku memejamkan mata. Alih-alih membuka aku justru semakin mengeratkan kelopak mataku. Menggelengkan kepala pelan ketika bayangan itu hampir memenuhi pikiranku.
"Ini waktunya kamu berdamai dengan masa lalu. Buka mata kamu dan lihat! Kamu bukan pembunuh, mereka meninggal karna sudah takdirnya, Shana. Mereka meninggal kar—" ujar kakakku, suaranya naik satu oktaf berusaha menyadarkanku. Namun, ucapannya terhenti karena aku tiba-tiba berteriak sambil memegangi kepala.
Sial! Kepalaku rasanya ingin pecah saat ini juga.
Aku mundur beberapa langkah sambil memegangi kepalaku. Aku tidak mengerti kenapa orang-orang di sekitarku begitu egois. Mementingkan kepuasan diri mereka sendiri tanpa peduli dengan apa yang aku alami. Aku juga tidak mengerti kenapa kehidupanku seperti ini. Aku sempat berfikir, apakah tuhan sedang menghukumku karena dosaku terlalu banyak atau tuhan sedang mengutukku. Beberapa orang juga berkata suatu hari nanti Tuhan akan memberikan kebahagiaan lebih dibalik kesedihan yang mendalam, dan aku menunggu hari tiba hingga saat ini. Tapi apa yang aku dapat? Bukan kebahagiaan melainkan kesedihan terus-menerus.
Aku menoleh menatap kak Gino yang tiba-tiba tertawa hambar, matanya terlihat berkaca-kaca penuh dengan rasa penyesalan.
"Kak Gino baru sadar kalau Kakak adalah Kakak terburuk sedunia. Kanapa? Kenapa kamu diam aja, Shana? Kenapa Kakak harus tau dari orang lain, kenapa?!"
Sesaat aku terpaku melihat kak Gino meneteskan air mata. Baru kali ini aku melihatnya menangis.
"Maaf, Kak—" lagi-lagi ucapannya terhenti.
"Aku baik-baik aja," ucapku cepat. "Aku yakin Kakak udah tau keadaan aku saat ini, aku nggak peduli Kakak tau dari mana yang terpenting setidaknya aku nggak perlu repot-repot menjelaskan keadaan aku yang tidak bisa dikatakan normal. Kakak nggak perlu merasa bersalah, nggak perlu merasa menyesal. Aku baik-baik aja." aku mengalihkan pandangan karena tidak ingin kak Gino melihatku meneteskan air mata, aku benci dikasihani. "Ini bukan salah Kakak. Semua ini salah aku, ya semuanya tak terkecuali."
"Beberapa kali mungkin aku sempat berfikir dengan bunuh diri semuanya akan hilang. Semuanya akan kembali normal, dan semua rasa sakit akan menguap begitu saja." aku menoleh menatap kak Gino dengan air mata yang sudah membanjiri pipi. "Apa salah aku di masa lalu begitu besar, Kak? Sampai-sampai Tuhan tidak mengijinkanku tidur untuk selamanya. Sudah beberapa kali aku melakukan percobaan bunuh diri asal Kakak tau. Sayangnya Tuhan nggak mengijinkan aku mati."
Aku tersenyum miris, mengingat kembali kejadian dimana aku mencoba bunuh diri. Sedangkan kak Gino memejamkan mata, seperti manahan sakit saat mendengar ungkapanku.
"Ini, aku lakukan di rumah paman. Dimana setelah kejadian paman hampir saja memperkosaku," Aku memejamkan mata, dadaku terasa sesak saat harus kembali mengingat kejadian itu. Dimana aku hampir saja diperkosa oleh Pamanku sendiri. Sementara kak Gino aku lihat tubuhnya menegang sempurna dan kedua tangannya mengepal dengan kuat saat melihat luka sayatan di pergelangan tanganku di sebelah kanan.
"Kenapa kamu baru ngasih tau Kakak, Shana?!" bentak kakakku marah, marah padaku atau amarah pada dirinya sendiri. Aku tidak tau.
"Kalian nggak akan peduli," jawabku tenang. Benar kan? Mereka tidak pernah peduli, bahkan jika aku sekarat sekalipun.
"Kedua, aku melakukan percobaan bunuh diri setelah kecelakan itu terjadi, saat dimana kalian selalu menatapku seolah aku adalah tersangka, aku pembunuh." aku menunjukan bekas jahitan di pergelangan tangan sebelah kiri.
Air mataku terus keluar membasahi pipi. Ini terlalu menyakitkan. Rasanya seperti luka bakar yang baru saja disiram dengan alkohol.
"Ketiga, aku melakukan lagi setelah kejadian dimana tubuhku dijamah oleh manusia laknat tidak berperasaan malam itu." aku menunjukkan luka sayatan dileherku seraya meringis jijik saat harus mengingat kembali kejadian itu.
"Malam itu aku benar-benar putus asa, takut, aku udah nggak suci lagi, aku kotor, kak! Aku berharap kalian ada di sampingku saat itu, mendukungku, menyemangati, memotivasi. Tapi apa yang aku dapat? APA HAH?! KALIAN MENATAPKU JIJIK, MEMAKIKU, MENGHAKIMIKU, SIALAN!" aku berteriak tepat di depan wajah kak Gino, aku tidak peduli lagi kalau yang aku teriaki adalah kakak kandungku sendiri, aku hanya ingin dia tau seberapa menderitanya aku waktu itu hingga sekarang.
"Sejak saat itu kalian semakin menjadi-jadi, semakin mengacuhkanku, menganggapku tidak ada, manatapku sinis. Tanpa kalian tau aku benar-benar tertekan, setiap malam aku harus meminum obat tidur dengan dosis yang tinggi. Aku takut gelap. Ketakutanku itu terjadi semenjak Papa mengurungku satu minggu di gudang hanya dengam pencahayaan lilin itu pun pemberian dari Bi Minah, maka dari itu aku takut memejamkan mata. Kakak tau? Sejak itu aku gila." aku menggeleng pelan seraya tertawa hambar.
"Sekarang Kakak nggak perlu merasa bersalah, Kakak nggak perlu merasa menyesal. Karena apa? Karena semuanya udah terjadi, rasa penyesalan Kakak sia-sia, nggak guna! Nggak akan kembali ke semula."
"Shana, Kakak—"
"Kakak tau? Dengan membawa aku kesini Kakak membuka luka lama yang berusaha aku tutup, luka yang sama sekali belum mengering, kalian egois." aku membalikan tubuh dan berlari dengan terisak meninggalkan kak Gino yang mematung di tempat.
Aku tau berdamai dengan masa lalu adalah satu-satunya cara agar hidupku lebih terasa hidup, tenang, dan bahagia. Tapi bagiku tidak semudah itu. Aku akan berdamai, tapi tidak sekarang. Karena aku benar-benar belum siap.
Aku terus berlari dan berhenti tidak jauh dari pemakaman. Tubuhku lemas, kepalaku rasanya ingin pecah saat ini juga. Perlahan tanganku merogoh Sling Bag yang bertengger manis di pundakku dengan bergetar, mengambil ponsel dan menghubungi seseorang yang selalu aku butuhkan di saat-saat seperti ini.
Tuutt .. Tuuttt .. Tuutt ..
"Erland ayok angkat!" gumamku pelan sembari terisak karena Erland tak kunjung mengangkat telepon dariku. Aku kembali meneleponnya sampai tiga kali tapi tidak ada jawaban membuatku semakin terisak.
Tuutt .. Tuutt .. Tuuttt ..
"Hallo, Erland tolong aku, jemput aku dii dekat pemakaman jalan Sudirman, help me please. Aku butuh kamu sekarang." aku langsung berucap ketika telepone tersambung.
"Shana, ini Shana kan? Hallo Shana! Hallo. " ucap seseorang disebrang sana yang aku yakini itu bukan Erland. Tiba-tiba mataku memburam dan kegelapan menyelimutiku sehingga aku tidak mendengar apa yang orang itu katakan selanjutnya.
Shana Pov End
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA [END]
Novela Juvenil(Sebelum baca dimohon persiapkan hati kalian terlebih dahulu karena terdapat banyak LUKA di dalamnya) -Aku, Kamu, dan Masa Lalu- Namanya Naushafarina Qanshana, mereka biasa memanggilnya Shana, si gadis gila, atau crazy girls. Shana adalah gadis pe...