20. Long Time.

3.2K 213 8
                                    

Alina bersenandung mengikuti musik yang tengah diputarnya, jari-jarinya mengetuk setir mobil yang tengah ia kemudikan santai, kendati dalam hati ada sedikit hal mengganjal seperti ada hal yang ia lupakan, tapi tidak tahu apa itu. Wajahnya cerah dengan sunkrim, sedangkan tubuhnya tertutup long dress putih gading.

Tak lama besi berjalan itu ia hentikan di depan sebuah rumah dengan halaman yang ditutupi tenda, itu adalah rumah temannya Tian yang hari ini tengah mengadakan syukuran kehamilannya. Alina berjalan menenteng tas jinjingnya dan dua buah kotak hadiah untuk Tian darinya dan Riri. Dilangkahnya disempatkan untuk menengok jam yang kini menunjukan pukul 10.17, janjinya kepada Tian adalah jam 10. Dia telat semua ini tak akan terjadi jika jalan raya lancar seperti biasanya. Alina tidak tahu tadi apa yang mengakibatkan jalan raya begitu padat.

Langkah gadis itu melewati para tamu yang tengah duduk di pelataran. Tak dapat memungkiri ada rasa gugup saat mendapat perhatian dari puluhan pasang mata itu. Berulang kali Alina menatap kebawah melihat baju yang ia kenakan, tak ada yang salah bahkan bukan hanya ia yang memakai baju seperti ini warna dan model yang hampir sama. Hanya senyum sopan yang dapat ia tunjukan guna menutupi sedikit rasa gugupnya.

Jika terus begini Alina benar-benar tak tahan, gadis itu mempercepat langkahnya menuju meja daftar tamu lalu meletakan kado di atas meja.

"Alina," Alina berbalik ketika mendengar suara seorang wanita memanggilnya.

"Tante Maya, " Alina menyalami tangan ibu Tian.

"Kamu baru dateng yah,"

"Iya Tante maaf, tadi jalannya tumben rame jadi agak macet."

"Iya ngga papa..."

Alina mengangguk kikuk tak enak rasanya.

"Ayo Tante anterin ke taman belakang, Tian disana."

Sekali lagi Alina mengangguk. Langkahnya terayun mengikuti Maya. Alina sebenarnya sedikit canggung, walau sudah beberapa kali bertemu dengan wanita di depannya ia masih sangat sungkan. Jika bisa jujur, Maya adalah orang yang cukup menyeramkan dimatanya. Saat pertama kali Alina menyambangi rumah ini, kala itu ia mengantarkan Tian pulang karena suaminya tak bisa menjemput. Alina menawari Tian tumpangan dengan mobilnya, saat sampai di rumah Tian, Alina berniat langsung pulang namun Tian memintanya untuk singgah, gadis itu sebenarnya tak ingin namun sebagai sopan santun ia mengangguk. Bukannya mendapat sambutan hangat seperti yang dia kira, Alina justru mendapat beragam pertanyaan dari Maya, cercaan dan lirikan sinis. Alina jelas kaget tersentak, dia hanya berniat baik untuk mengantarkan Tian pulang, dan keesokan harinya ia diberitahu oleh Tian ada sebuah masalah yang membuat sang Mama seperti itu, mengharapkan kemakluman Alian.

Itulah mengapa Alina sedikit malas sebenarnya untuk datang ke sini namun apa boleh buat, Tian temannya. Tidak datang kesini juga akan menambah kesan buruk dia di mata Maya.

"Kamu cantik, hati-hati Alina." Maya bersuara pelan.

Kalimat yang wanita itu ucapkan seketika membuat tengkuknya meremang. Alina tak tahu apa yang sebenarnya Maya katakan.

"Maksud Tante?"

"Kamu tadi lihat kan, orang-orang sejak dari depan terus memperhatikan kamu."

Alina masih tak paham, kalimat Maya terlalu sulit.

"Laki-laki kadang tidak pernah meresa cukup dengan apa yang mereka punya. Tante harap kamu bisa menemukan laki-laki yang tepat, dia yang selalu bisa menjadi Pria baik bagaimana pun kondisinya. Jangan terburu-buru menikah Alina, hanya karna pertanyaan dan dengungan orang-orang, kalau kamu mendengarkan mereka semua malah akan semakin menjadi masalah dan kacau. Tante contohnya, untuk Tian semoga tidak akan seburuk itu."

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang