21. Thank God, for My Hero.

3.4K 236 12
                                    

Alina Maudia Nafillah

Aku bingung harus apa, masih diam tak bergerak di atas jok mobil. Aku bahkan tak punya jaminan apapun untuk diberikan. Ini adalah pertama kalinya, pertama kali aku ditilang dan pertama kali aku menghadapi aparat hanya seorang diri. Pernah aku datang ke kantor polisi untuk membuat surat keterangan baik dan kehilangan, itu pun selalu ditemani Ayah ataupun mas Irham. Aku baru sadar semandiri apapun Alina, aku tetap butuh orang lain.

Tok...tok...tok...

Pria berseragam polisi itu mengetuk kaca sampingku, menyadarkan dari lamunan kacauku. Kuturunkan kaca mobil ini dengan ragu, wajah pria itu terlihat menyeramkan ditambah dengan raut jahat dan judes. Namun semua raut itu hilang saat kuturunkan sempurna kaca mobil sampingku, membiarkan wajah kami bertatap dengannya tanpa pembatas.
jangan bayangkan ada dua tatapan yang saling terkunci, yang ada hanya aku yang tersenyum kikuk saat mendapat respon yang tak terduga, pria itu seketika tersenyum ramah. Aku sudah bisa menebak tipe seperti apa pria ini, pria buaya yang mudah sekali tergoda saat melihat wanita.

Aku sudah sering bertemu dengan pria seperti itu, kadang juga mereka melakukan hal yang tak patut dilakukan. Seperti terakhir kali kuingat adalah bapak-bapak yang sedang mendampingin istrinya melahirkan, saat aku tengah beristirahat duduk dibangkuku, seketika aku dibuat kaget karna dia yang menyapaku tersenyum dengan senyum yang sangat kubenci, mata kelap-kelip seperti lampu yang dayanya hampir habis dan bibir tertarik hingga mata terpejam. Aku mungkin terlalu berlebihan jika mempermasalahkan itu, tapi bukan hanya itu yang terjadi lebih parahnya yang dia lakukan, pria itu terus mengangguku menanyai nomer ponsel, media sosial, alamat, jika namaku jelas dia sudah mengetahui dari nametag yang kupakai. Aku cukup pintar untuk tak memberikan jawaban atas semua pertanyaan pria itu, namun semua semakin menggila kala istrinya sudah dipindahkan ke ruang perawatan pria itu masih saja datang. Titik teratas kesabaranku diuji, tapi aku tak lolos kumaki pria itu, istri sudah mempertaruhkan nyawa demi putranya dan dia malah dengan giat berusaha menggoda wanita lain, dasar buaya buntung. Aku tak perduli responnya, setelahnya aku tak ingat apa yang terjadi. Teguran yang kukira akan datang nyatanya tak ada, mungkin pria itu sadar memang dia yang salah.

Oke kini kembali kepada realita yang sedang terjadi.

"Maaf Pak ada yang bisa saya bantu ?" Aku berusaha berbasa-basi, hal bodoh yang tak sadar telah kulakukan.

"Jangan panggil Pak dong dek, panggil saja Mas." Jawab Polisi di depanku ini.

Seketika kualihkan pandanganku kesamping, memutar mata malas. Aku ingin muntah rasanya. Akan kuanggap kalimat yang tadi dia ucapkan tak pernah kudengar.

"Bisa saya lihat surat-surat kendaraanya ?"

Aku diam menegang, aku harus apa?
"Aduh pak...gimana yah?"

Pria didepanku tersenyum semakin lebar. Benar-benar tak tahun kondisi dan situasi. Tak menghiraukan aku yang tengah tergagap bingung harus apa.

"Baiklah kalo begitu biarkan anggota saya memeriksa mobil adek, ini operasi gabungan antara TNI dan Polri mohon kerja samanya." Pria itu lalu melambaikan tangannya pada sesosok pria yang lebih muda.

Aduh jika begini memohon pun tak akan bisa mencegahnya. Aku tak bisa mencegah saat pria yang baru saja datang itu hendka memeriksa. Kulihat dia berjalan memutar kesisi lain mobilku setelah memberi hormat pada bapak-bapak ini.

"Maaf dek, bisa tolong dibuka pintu?"

Aku mengangguk, membuka seluruh akses pintu mobil termasuk bagasi.
Namun nampaknya bapak itu belum juga puas.

"Bisa tolong turun, dek?"

Aku menurut, turun dari mobilku.

"Bisa tunjukan surat-suratnya?"

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang