55. Keempat kali, kesekian kali

2.3K 257 67
                                    

"Mas memang harus datang untuk kamu." Jawabnya.

Masih dengan tangis, kuberanikan diri untuk menatap wajahnya, aku tak perduli lagi kini seperti apa bentuk wajahku, aku harus memastikan bahwa pria di depanku benar Mas Mahesa. Sedikit mengangkat wajahku, kutemukan wajahnya menghadap ke arahku. Benar dia Mas Mahesa.

"Mas menepati janji 'kan, dek?" Katanya lagi.

Dia menepati janji untuk kembali, tapi berbohong untuk waktunya. Tangisku terhenti, kuharap lawan bicaranya kini tanpa niat membuka mulutku.

Kali ini Mas Mahesa merubah posisinya, kembali berdiri dan merogoh sakunya. Kulihat sebuah benda Merah dia keluarkan dari sana, lalu menyusul satu lututnya ditumpahkan ke tanah, membuka benda yang ternyata kotak berisi cincin dan menghadapkannya padaku

"Mas lamar kamu untuk keempat kalinya." Mas Mahesa masih dengan senyumnya, sementara bibirku kutahan hingga bergetar.

Benar ini yang ketiga kalinya. Tapi entah mengapa rasanya masih sama, seperti dilamar untuk yang pertama kali. Tak bisa berkata-kata, dan hanya membisu.

"Sudah mas tepati dua janji mas hari ini Dek, kembali dan datang ke wisudamu. Kali ini biarkan mas tepati dan buat satu janji lagi. Tolong terima lamaran mas untuk menikahi kamu. Janji mas, tidak akan ada penundaan lagi setelah ini."

Aku diam, pandanganku semakin kabur dengan air mata yang berkumpul menutupi pandangan. Aku tahu apa yang selanjutnya dia katakan. Tapi aku tak tahu jawaban apa yang harus kuberikan. Aku menundukkan pandanganku, aku tak suka mata tajam itu menyelami mataku terlalu dalam.

"Alina..." panggil Mas Mahesa.

Entah mengapa aku masih suka saat lidahnya bergerak untuk melafalkan namaku. Tapi kini aku sudah tak bisa menatap mata itu, terlalu tak kuasa.

Kudengar helaan napasnya. "Kamu tahu Dek, kalau memang jodoh sejauh apapun pasti selalu Tuhan dekatkan. Mas mungkin tidak bisa selalu ada setiap saat kamu membutuhkan. Sedikit jauh untuk memberikan kehidupan yang mewah. Maaf juga untuk tidak menjadikan kamu yang pertama sebab ada Tuhan dan Negara yang harus lebih dulu dijaga..." Sekali lagi dia menarik napas dalam.

"Tapi mas bisa selalu janjikan kepada kamu Dek, bimbingan untuk ridha-Nya. Waktu selalu akan disempatkan untuk kamu jika ada kesempatan. Tanggung jawab mas tidak akan pernah lepas. Walaupun kamu bukan yang pertama sebab ada kewajiban mas yang lebih utama, tapi tidak akan ada perempuan selain Alina dan keluarga." Wajahnya begitu serius mengatakan kalimat sepanjang itu.

Kalimat Mas Mahesa begitu panjang. Dalam ingatanku dia bukan seseorang yang begitu pandai merangkai kata, tapi dia selalu bisa membuatku percaya dengan segala tindakannya.

"Mau menikah dengan mas, Dek?" Suaranya begitu teduh.

Dia menguraikan begitu banyak kata, kini aku yang dibuat tak bisa berucap. Berakhir tangisku pecah ruah kembali, aku tersentuh untuk kalimatnya. Tak pernah aku bayangkan akan mendapatkan kata-kata sehangat itu. Aku terisak, suara yang keluar dari mulutku tak berniat kutahan lagi sedikitpun.

"Dek, mas salah?" Tanyanya dengan nada kebingungan.

Aku ingin melihat raut Mas Mahesa saat seperti ini, pasti dia lucu. Mas Mahesa yang begitu tenang, berubah panik. Terlebih saat bisik-bisik orang sekitar terdengar.

Aku mendongak. "Yang Mas lakuin ke saya benar-benar ngga berperikemanusiaan!"

Aku berdiri dari posisi jongkokku. Beruntung tawa bisa kutahan melihat raut wajah Mas Mahesa yang begitu kebingungan. Kususut isak yang masih sempat lolos.

"Berdiri sekarang." Nadaku kubuat dingin.

Namun Mas Mahesa tak menurut. Dia masih berada di posisi berlututnya.

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang