46. Kedua kali

1.8K 189 41
                                    


Setelah menyelesaikan urusan di Poli kandungan aku bergegas melangkah menuju parkiran. Berjalan menghampiri matic hitam yang kubawa setelah melewati perdebatan panjang dengan Kakung. Kumenangkan setelah merengek setengah jam, dengan jaminan bahwa aku harus langsung pulang dari rumah sakit tak mampir kemana pun.

Aku menurut tak membantah, kulajukan motor dengan santai. Terhenti sejenak saat razia polisi menghadang. Tak sedikit gentar sebab aku tahu tak akan ada yang menolongku lagi. Tak ada Mas Mahesa, Kakung juga jauh. Kembali melajukan motorku saat STNK dan SIMku telah selesai diperiksa. Melewati jalanan kurang lebih 45 menit sebelum memasuki pelataran luas rumah dan memasukkan motor ke dalam garasi. Kulihat Simbah duduk bersama Ibu-Ibu yang sedang memilah bawang untuk dijadikan bibit. Aku sempat menyalami tangan Simbah dan menyapa mereka sebelum masuk ke dalam rumah.

Melangkah lebih dalam lalu masuk ke dalam kamar. Kurebahkan tubuhku di atas ranjang, menatap langit-langit kamar polos yang cukup membosankan. Kumiringakn tubuhku menghadap ke arah kolam renang yang tampak menggugah. Sepertinya aku memang perlu menyegarka tubuh. Semua yang kujalani hari ini sangat melelahkan. Aku berdiri mengganti seragam kerja hari ini berupa kemeja batik dan celana hitam dengan legging hitam panjang dan kaos lengan pendek, melepas ikatan rambut hingga rambutku menjutai menyetuh punggung. Berjalan keluar kamar melewati pintu kaca lebar ke arah pancuran bilas. Aku harus melakukan pemanasan dulu, dilakukan di bawah guyuran air pasti lebih menyenangkan.

Selesai melakukan pemanasan, dengan tubuh yang sudah kuyup aku memasuki kolam renang. Mengayunkan kaki dari satu sisi ke sisi lain kolam. Kulakukan dengan perlahan, berusaha menikmati sentuhan air di seluruh tubuhku. Aku suka berenang, tapi terkedang karena pekerjaan aku tak memiliki energi lagi untuk melakukan olahraga satu ini. Sekian waktu kelewati untuk berenang mengitari kolam ini, kurasa cukup. Kuapungkan tubuhku menghadap langit.

Semua yang terjadi di rumah sakit menyita pikiranku. Orang aneh itu yang menemukan orang lain pada diriku. Aku tahu, wajahku sangat mirip dengan mendiang kekasihnya dulu-dokter Hayfa, tapi kurasakan tak menyenangkan saat menerima semua perlakuannya. Memesankanku catering. Mendatangi ruang bersalin, disaat dia sudah tak memiliki tugas apapun disana. Ingin tahu apa yang dia lakukan disana? Membuat suasana ruang bersalin yang semula hidup menjadi redup. Terkadang dia juga dengan tiba-tiba meminta dokter lain yang tengah kudampingi untuk membantu proses persalinan digantikan olehnya. Sering terjadi, terlahir kali beberapa hari lalu saat aku tengah mendampingi dokter Alwi membantu proses persalinan dia dengan tiba-tiba datang mendekat dengan sarung tangan meminta dokter Alwi menangani pasien lain. Gila memang. Hei! Dia direktur di rumas sakit. Aku jengah, apalagi saat dia kadang datang ke ruang bersalin hanya untuk menyorotku yang tengah merapikan berkas pasien dengan tatapannya hingga seluruh orang di ruangan menyadarinya. Aku malu, sangat malu. Hampir semua orang di rumah sakit tahu itu. Rumor dokter Brian yang menyukaiku menyebar dari Poli, Bangsal perawatan, hingga koperasi dan Kantin.

Aku tak menyukainya sedikutpun. Apalagi kalimatnya siang tadi yang masih membuat gigiku terus bergemalatuk. Kalau dia tahu aku punya luka seharusnya dia menyingkir. Aku baru ditingkalkan seorang pria yang mengatakan bahwa dia mencintaiku, dan dia jutru mengatakan hal serupa. Lagipula dia tak benar-benar mencintaiku. Aku lebih suka soto daripada sup keju. Aku lebih suka urap--sayuran rebus dengan bumbu kelapa daripada salad. Yang benar saja. Tapi jangan salah paham, jikapun dia benar-benar menyukaiku dalam artian sebenarnya aku tetap tak akan bisa berpaling dari Mas Mahesa. Wis seneng nemen ning wong kae, laka sing bisa nandingi maning. Tai kucing rasa coklat.

Tak ada seseorang yang bisa menghadapiku sesabar Mas Mahesa. Dia yang selalu bisa memahami apa yang aku inginkan tanpa bertanya. Mas Mahesa itu langka, cuma satu dan sekarang dia ada di Kongo. Tak tahu kapan dia akan kembali padaku, atau mungkin tidak.

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang