38. Menawi mangke...

2.7K 234 33
                                    

Alina pov

Ini sudah berlalu beberapa minggu sejak malam minggu pertama yang benar-benar kunikmati seumur hidupku dengan Mas Mahesa. Namun entah mengapa sejak malam itu sikapnya justru menjadi aneh. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan, padahal biasanya tidak pernah kecuali pekerjaan yang selalu menjadi alasan tapi jelas kali ini bukan itu, meski kali ini pun tetap itu alasannya.

Ketika kutanya kenapa dia menjadi aneh, menelfon pun tak banyak kudengar suara, dia yang membiarkan aku terus mengoceh. Sekali makan siang ataupun malam mendatangiku ke  RS pun dia hanya menatapku dalam diam padahal ada sepiring soto ataupun nasi goreng di depannya tapi justru diacuhkan oleh Mas Mahesa. Sungguh ini membuatku takut, aku merasa Mas Mahesa akan pergi meninggalkanku yang entah untuk alasan apa. Tapi kuharap itu bukan karena wanita lain, pernikahan kami hanya tinggal sepuluh minggu lagi. Bisa jadi aku bom gedung pernikahan mereka, astagfirullah. Sikapnya yang aneh membuatku berpikuran yang tidak-tidak juga, seudzon di banyak waktu.

Memikirkannya membuat keinginanku untuk tidur siang ini pun menguap, padahal waktu macam ini sangat langkah bagiku. Kutengok jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah satu siang, solat dzuhur baru saja kulaksanakan. Padahal sejak jam kerjaku berakhir tadi, dari rumas sakit aku sangat bersemangat ingin pulang dan tidur di kamarku ini, tapi ketika tubuhku sudah berbaring di atas kasur mataku justru enggan untuk terpejam. Pikiranku penuh dengan sikap aneh Lettu Inf. Regan Dinata Mahesa,S.T.Han

Menimang beberapa waktu, kulempar pemandanganku ke jendela luar yang menghadap ke kolam renang tepat di depan kamarku, di samping rumah ini. Dulu Simbah memang meminta Kakung juga membangun sebuah kolam renang di samping rumah sembari membangun rumah untuk Ayah dan Pakle Eko di belakang. Kata Simbah, dia takut saat semakin menua tak bisa mengantarkan kelima cucu-cucunya lagi ke Kolam renang di Kota ataupun Pantai untuk bermain air.

Aku jadi ingat ketika libur sekolah dulu, aku Viona, Mbak Dila, Mbak Vivi dan Mbak Airin selalu meminta Simbah untuk mengantar kami bermain air bersama ketika berkumpul saat Bunda mengajak kami pulang ke Brebes. Hal itu terus terulang, hingga sejak masih kecil pun kami sudah bisa berenang di kolam yang dalam. Berenang juga bisa menjadi pengobat kesedihan Mbak Vivi ketika Bukle Ika meninggal, juga Mbak Airin ketika dipaksa Kakung untuk putus dengan pacarnya dulu. Berenang dan bermain air seakan menjadi pengobat dan memberi manfaat untuk banyak hal, patah hati, berduka, dan mungkin kali ini aku yang berada di suasana dengan penuh kecurigaan terhadap Mas Mahesa.

Aku berjalan keluar kamar, menilik ke luar rumah untuk melihat gerbang melalui kaca jendela di ruang tamu yang menghamparkan halaman rumah depan. Pintu itu sudah tertutup, menjelajah kembali ke dalam pun tak ada orang. Simbah dan Kakung sedang pergi mengantar Ibu Bi Imah ke rumah sakit untuk berobat, di supiri oleh Pak Iman-Suami Bi Imah. Ya sepasang suami-istri itu memang sudah bekerja di rumah ini sejak aku belum lahir, Bi Imah sebagai ART dan Pak Iman menjadi supir sekaligus orang kepercayaan Kakung. Kata Simbah dulu Bukle Ika yang mengusulkan untuk mempekerjakan mereka saat Kakung membutuhkan pekerja, hingga terus berlanjut sampai sekarang. Itulah sebab hubungan kami bukan hanya sebatas atasan dan pekerja, melainkan keluarga.

Setelah memastikan tak ada orang aku kembali berjalan menuju kamarku setelah sebelumnya juga mengunci pintu ruang santai yang juga terhubung ke arae kolam renang. Mengganti baju yang kupakai dengan lejjing hitam panjang dan kaos lengan pendek yang hanya ada beberapa helai saja di lemari, surai hitamku kuikat menjadi satu di atas tengkuk. Meletakkan ponsel di atas kursi malas di pinggir kolam renang, melakukan sedikit pemanasan lalu meluncur ke dalam air.

Aku lupa kapan terakhir melakukan olahraga ini, aku memang sudah tak rutin lagi untuk berenang sejak bekerja. Aku bahkan lupa bagaimana rasanya seluruh tubuhku tersentuh oleh air secara serempak. Ini menenangkan, aku tidak lupa dengan gundahku hanya saja rasa tak nyaman itu macam sedikit menepi memberiku bagian lebih luas.

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang