51. Kilasan seseorang

1.6K 208 34
                                    

Aku tak ingin mengitung waktu yang sudah berlalu sejak Mas Mahesa pergi. Terlalu malas sebab dia tak tepat janji. Seharusnya Mas Mahesa sudah pulang. Seharusnya dia sudah kembali padaku. Aku ragu sebenarnya dia ada niatan untuk kembali padaku sesuai janjinya atau tidak. Memikirkan pria itu memang tak pernah habis. Menunggunya memang begitu melelahkan. Tapi aku tak pernah berpikir untuk membiarkan seseorang masuk menggantikannya. Menyusup lebih dalam untuk mengambil ruang milik pria itu, meski dia melakukannya.

Aku benci Mas Mehesa. Aku benci karena dia bisa membuatku mencintainya begitu banyak, hingga tak waras. Menguras begitu banyak waktuku hanya untuk menunggunya. Dia setega itu. sengaja kupercepat study magisterku hanya agar saat dia kembali, dia sudah tak usah menungguku. tapi semua sia-sia saja. membuatku merasa semakin banyak adanya kekosongan di dalam hidup ini. tolong jangan katakan aku berlebihan, meski iya. Aku memang berlebihan sebab seumur hidupku aku sudah terlalu banyak menunggu.

Aku dibuat semakin ragu. Tampaknya tak ada lagi yang bias kucitakan tentang aku dan Mas Mahesa. Tampaknya cerita ini bukan lagi tentang Kami. Ini hanya tentang aku. Penantianku saja yang tak menemukan ujung.

Kini aku dalam perjalanan menuju rumah Fani, menyusuri jalanan Semarang yang sore ini lengang. Aku memang sudah tak memiliki jam kuliah lagi, semua tugasku rampung, hanya tinggal tesis yang memerlukna bimbingan. Aku juga jarang datang ke Semarang lagi, pengecualian akhir pekan ini. Matahari sudah mulai meluncur, menuju penghujung hari saat aku keluar dari rumah seusai meminta izin dari Ayah dan Bunda. Mengiyakan ajakkan Fani minggu lalu untuk datang ke Jateng Fair bersama. Ada live music disana, penyanyi idola kami menjadi salah satu pengisinya. Tanpa pikir panjang aku tak menolak, meski jarak perjalanan sedikit jauh. Aku juga butuh hiburan, setelah memulai kuliah lama tak sempat ke bioskop untuk sebuah film. Sekarang waktuku lebih longgar.

Butuh duapuluh menit sebelum mobil yang kukemudikan biasa terparkir sempurna di depan rumah Fani. Turun lalu berjalan mendekati pintu. Baru kakiku menapak lantai marmer teras rumahnya, kudengar suara Fani berteriak dari dalam agar aku masuk saja sebab pintu tak terkunci.
Kulangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, duduk di depan TV di ruang tengah. Tanpa izin menyalakan TV sembari menunggu Nyonya rumah datang. Aku duduk merebahkan diri di sofa empuk ketika seorang wanita paruhbaya menghampiriku dengan secangkir teh di atas nampan.

"Terimakasih Bi," ucapku pada Bi Atun.

"Nggih, Mbak. Ibu masih siap-siap, mungkin sebentar lagi turun." Ucapnya memberi tahu.

Aku tersenyum mengangguk, menengok jam di pergelangan tanganku. Sudah waktu solat maghrib, siap-siap Fani tak akan sebentar. Sebentar untuknya berbeda dengan sebentar orang biasa.

"Saya numpang solat ya, Bi?" Izinku.

wanita itu tersenym ke arahku. "Kaya sama siapa saja Mbak."

"Pamit harus Bi, karna yang disini ngga cuma kita." Candaku.

"Mbak Alina, sukanya begitu!"

Masih dengan sisa tawa kulangkahkan kaki mendekati ruangan di bawah tangga untuk menunaikan kewajibanku. Selepas maghrib mungkin aku dan Fani baru akan memulai perjalanan.

Dan benar saja saat aku selesai Fani baru turun dari lantai atas. Tersenyum menyengir sementara aku menatapnya malas.

"Aku cuma sebentar 'kan Lin?" Tanyanya sadar kesalahan.

Aku merapatkan bibir. "Diparingi maklum buat kamu Fan."

Tak banyak cakap untuk melangkah keluar rumah untuk menepuh perjalanan.

Kali ini kurasakan jalanan lebih padat dari saat aku berangkat menuju rumah Fani. Banyak sekali muda-mudi yang meramaikan jalanan, dari remaja tanggung hingga orang tua dengan dua anak yang duduk terselip diantara mereka di atas motor. Kali ini lagu pengiring yang mengisi mobil berasal dari band lokalan, bukan dari playlistku melainkan ponsel milik Fani yang di sambungkan via bluetooth. Lagu yang belakangan viral, lagu galau yang belakangan berulang kali Ike putar dengam wajah nelangsa. Baru mendengar intronya saja aku sudah tahu.

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang