39. Nyanyian Mas Mahesa dan Cincin Paja

2.4K 192 48
                                    

Alina dengan teliti mencatat riwayat pasien yang melakukan proses persalinan, sesekali tangannya melirik jam di pergelangan tangan yang menunjuk pukul sepuluh pagi. Sebenarnya jam kerjanya sudah berakhir beberapa jam yang lalu namun sesekali dia masih bergerak untuk mengambilkan temannya yang tengah bertugas beberapa alat, sementara seniornya-Riri tengah terlelap menunggu suami dan anaknya datang menjemput. Ruang bersalin memang padat, namun sudah mulai lengang sejak beberapa pasien melahirkan secara bersamaan, dia juga sempat terlelap di bawah loker guna membuang sedikit kantuk yang ada dimata sisa berjaga semalam.

Ini hari minggu dan nanti siang Alina akan menemani Regan untuk pergi ke undangan pernikahan salah abang lettingnya, Pria itu bahkan sekali lagi akan menjadi komandan pedang pora. Mau pulang pun rasanya terlalu tanggung. Alina tak tahu siapa pengantinnya, yang selalu dia lakukan adalah menemani Regan datang ke acara semacam itu sejak beberapa bulan terakhir mereka  saling berdampingan.

Rasanya senang, saat Regan mengenalkannya kepada teman-teman Pria itu. Mengenalkan kepada semua orang bahwa dia adalan calon istrinya, hingga beberapa minggu lagi sebelum akhirnya mereka menjadi sepasang suami-istri. Alina terbaca seperti seorang gadis yang sangat berlebihan, beruntung dia tak menampilkannya kepada orang-orang. Hanya dipendamnya dalam hati, ketidaksabaran menunggu hari itu tiba. Lagi pula siapa yang tidak exited menunggu hari bahagianya, disana semua persiapan pernikahan sudah selesai.

Tak lama Alina merasakan ponselnya bergetar, panggilan masuk dari Regan segera diangkatnya.

"Hallo Assalamualaikum."

"Waalikumsalam, mas sudah di depan Dek." Suara berat dengan frekuensi rendah Regan menjawab dari sana.

"Aku ke tempat parkir sekarang Mas. Tunggu sebentar."

Tanpa salam lagi Alina menutup panggilan mereka. Gadis itu segera meraih tas selempangnya dan bingkisan besar miliknya yang sudah ia keluarkan dari lokernya, mengahampiri Riri yang tengah terlelap dengan posisi duduk menyender ke mejanya. Dia harus berpamitan lebih dahulu, tak membuat Riri kaget saat terbangun dan tak menjumpainya.

Ditepuknya bahu Riri pelan, "Mbak aku pergi duluan yah?"

Riri sedikit tersadar dari bangunnya, menatap Alina masih dengan sisa kantuk. Seketika Alina menjadi merasa bersalah. Tapi tak mungkin juga pergi tanpa pamit, dan membuat Riri mengira Tio menculiknya ke poli kandungan.

"Mahesa sudah jemput kamu?" Tanya Riri.

Alina mengangguk. "Mas Mahesa, sudah di depan Mbak. Mbak Riri mau bareng?"

"Ngga deh, suami sama anakku kayaknya masih di jalan."

"Oke aku duluan yah mbak?" Pamit terakhir Alina yang dijawab anggukan oleh Riri sebelum gadis itu bener-bener keluar dari ruang bersalin.

Alina melangkah menuju lobi tempat Regan menunggunya, melewati lorong. Hari ini tampak cerah, membuat Alina seketika ingat bayi kembar pertama yang baru pernah dia bantu proses kelahirannya. Seorang putra dan putri yang menggemaskan. Bibir Alina membentuk senyum, dia berharap lain kali akan menemui hal itu lagi.

Langkahnya kini berbelok di tikungan lorong. Namun baru beberapa langkah Alina berbelok dia sedikit menepi ke pinggir lorong dan menghentikan langkahnya, di depannya ada rombongan dokter yang akan melewati lorong itu juga. Alina menyadari posisinya, dia yang seharusnya menyingkir. Namun belum sempat Alina menunduk sebagai sopan santun dia baru menyadari ada yang  tersenyum kepadanya ikut ke dalam rombongan itu. Alina masih sempat membalas sapaan Ica sebelum menunduk.

Lama Alina menunduk namun tak dia rasakan rombongan dokter itu melewatinya.
Dia jelas tak akan tahu apa yang terjadi di hadapannya tanpa mencari tahu. Alina mengangkat kepalanya, mendapati rombongan dokter itu yang berjarak dua meter di depannya amat membuat terkejut. Di sana ada beberapa dokter yang dia kenal selain Ica pastinya, Dio-dokter spesialis Anak yang saat pertama dia datang berusaha mendekatinya, juga dokter Ndora dan dokter Alwi dari poli kandungan yang dia kenal dari Regan yang kebetulan satu sekolah di menengah pertama, selebihnya Alina tak mengenal nama hanya ingat wajah. Dia memang sedikit sulit  mengingat nama seseorang.

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang