7.Sebuah cerita.

4.3K 261 10
                                    

"Assalamualaikum bukde."

Suara itu. Sebuah suara yang sangat tak asing, suara yang begitu Alina ingin dengar sang pemilik berdialog dengannya. Sebuah suara bass dengan tutur lembut. Tak pernah ada suara bentakkan dan cacian dari mulut itu.

Namun kalimat terakhir yang pemilik suara itu keluarkan hampir mengubah hidupnya. Sebuah kalimat yang tak pernah Alina duga akan keluar dari mulut Bagas setelah menjalik kasih selama 4 tahun.

Deret kata yang terangkai dalam kalimat itu begitu terpatrit rapih dalam benak Alina. Kalimat yang menciptakan sebuah luka di hatinya.

●●●

Alina berjalan keluar dari taksi yang ia tumpangi di depan sebuah kafe. Kafe yang tak pernah ia duga akan menjadi sebuah tempat paling manis dikehidupan romansanya

Bayangan 4 tahun lalu teringat. Menerbitkan sebuah senyum dipipi gadis dengan seragam putih abu-abu itu. Pipinya tampak merona walau hanya mengingat kejadian itu.

Alina melangkah berjalan memasuki kafe. Mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan kafe. Di sebelah jendela besar tampak pria dengan jaket hitam menutupi tubuhnya melambaikan tangan kepada Alina.

"Maaf kak agak telat tadi nunggu pengumuman dulu, tadi." Alina mendudukan tubuhnya pada kursi dihadapan Bagas.

"Iya ngga papa." Bagas tersenyum. Sebuah senyum yang membuat Alina tak bisa menghilangkan bayang pria itu dari fikirannya. "Kamu udah makan?  Mau kakak pesenin apa?"

"Ngga usah kak aku tadi udah makan kok dikantin."

"Yaudah makanan kecil aja." Bagas lalu melambaikan tangan memanggil seorang pelayan.Tak lama datang kembali seorang pelayan membawa pesanan mereka. Dua piring potongan kueh dan dua gelas limun.

Keduanya diam mengunyah potongan bolu lembut seraya sebuah percakapan muncul diantara keduanya. Alina yang biasanya tampak riang berusaha lebih kalem.

"Kok kamu jadi diem Lin?" Bagas memulai percakapan. Ia sedikit heran Alina yang biasanya tampak cerewet kini terlihat lebih kalem.

Ya Alina gadis itu suka sekali bercerita menceritakan pengalamannya, isi buku yang ia baca, kehidupan disekelilingnya. Tipe seseorang yang begitu baik untuk bercerita. Pendengar setia, penasihat terbijak, seorang gadis yang bisa membangkitkan suasana membuat orang-orang bisa begitu nyaman berada disekelilingnya.

"Ngga aku cuma lagi nyoba jadi tipe kakak." Jawab Alina dengan tutur kata yang masih sama seperti biasanya lembut dan halus. "Kata mbak Anin kakak sukanya perempuan yang kalem kan ?"

"Cukup kamu jadi diri sendiri aja udah bikin aku sayang." Bagas tertawa, gadis didepannya selalu bisa membuatnya tersenyum bahagia. Namun tak bisa ia pungkiri ada seseorang yang membuatnya lain.

"Tambah pinter yah sekarang ngomongnya."

Keduanya tertawa bersama-sama membicarakan keseharian masing-masing. Berbagi cerita seperti biasanya. Menyalurkan bahagia satu sama lain.

Tiba-tiba pandangan Alina tertuju pada panggung kecil di sudut kafe. Sedari tadi ada penyanyi dan seorang pemetik gitar di atas panggung itu. Namun kini tak tampak penyanyi wanita yang sedari tadi ada.

"Bentar yah kak." Alina tersenyum berjalan menuju panggung itu tanpa menunggu jawaban Bagas.

Pria itu hanya diam memperhatikan Alina yang tengah berbicara dengan seorang pria yang duduk memangku gitar. Mungkin gadis itu tengah membicarakan lagu yang akan mereka bawakan.

My Midwife  Is My Future [AUTHOR NGARET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang