PART 22

3.7K 208 9
                                    

🐻🐻🐻🐻🐻

Kehidupan Rendy tidak akan sama lagi. Setidak setelah dua puluh empat jam ini. Setelah kejadian tak mengenakkan saat ia dan ketiga sahabatnya nongkrong di sebuah cafe milik salah satu kenalan mereka, Rendy yakin hidupnya ke depan akan sangat berwarna. Iya. Hanya saja tidak berwarna cerah layaknya pelangi yang me-ji-ku-hi-bi-ni-u melainkan warna-warna kelam, hitam, abu-abu, cokelat, apalagi lah jenis warna suram.

Ia baru saja memarkirkan mobilnya di pelataran rumah Arya. Setelah pagi buta ponselnya berdering tanpa henti. Siapa lagi yang berulah kalau bukan tuan muda Arya Satria Yudha anaknya Pak Aiden. Dia yang punya masalah namun selalu Rendy yang kelabakan.

Rendy tahu, kali ini Arya berada dalam situasi yang sulit untuk dipilih. Dia yang baru saja merasakan indahnya jatuh cinta dan inginnya selalu bersama Dinda namun Papa nya yang kritis akibat penyakit jantung yang dideritanya mengharuskan Arya untuk ikut sang Papa terbang ke Negeri Paman Sam. Negara di mana sang Papa dilahirkan dan keluarga besarnya tinggal.

Rendy keluar dari mobil sambil setengah membanting pintunya. Bodo amat kalau suara debum pintu yang cukup keras itu akan mengganggu penghuni rumah. Setengah berlari, ia menuju ke rumah dua lantai itu.

Sambil menunggu dibukakan pintu, Rendy mengambil ponselnya untuk mengecek pesan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil menunggu dibukakan pintu, Rendy mengambil ponselnya untuk mengecek pesan masuk. Dan benar saja, ada pesan dari Tania, dan juga Dinda. Rendy menyugar surai hitamnya. Membaca satu per satu pesan yang masuk, namun belum selesai pesan-pesan itu ia baca, sebuah panggilan masuk menginterupsi. Melihat nama yang tertera di layar, Rendy ingin sekali berteriak kalau kali ini dia tidak bisa menerima panggilan telepon itu.

Menghela napas panjang, akhirnya Rendy menyentuh gambar warna hijau dan menggesernya, bersamaan dengan dibukanya pintu dan ada Bibi yang berdiri sambil menahan pintu agar tetap terbuka.

"Sebentar ya Bi, saya Terima telepon dulu." Ucap Rendy.

"Bibik tinggal ya Mas, lagi masak... Takut goaong."

Rendy menjawab dengan acungan jempol. "Makasih Bik."

Lalu Rendy beralih dengan ponselnya.

"Hal-lo... Dinda. " Sayang...

Serius. Kata terakhir itu sudah di ujung lidah dan Rendy hampir saja mengucapkannya. Beruntung ia bisa mengerem lidahnya.

Mendengar isak tangis Dinda dari telepon, Rendy hanya bisa menghela napas.

"Ren... Please, aku mau Arya--" Ucap Dinda lirih. Rendy bisa mendengar suara parau Dinda, kemungkinan gadis itu menghabiskan malamnya dengan menangis hingga suaranya serak nyaris hilang.

BRITANIA -Intact but Fragile- ✅ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang