4. Ayah Agam

10.8K 773 18
                                    

Mobil Alphard berhenti di pelantaran lobi gedung. Banyak orang bekerja sebagai pegawai berseliweran di mana-mana bikin gadis cilik berbinar.

"Tuyun, tuyun, Maman Dot!"

"Iya, iya, sebentar."

Pintu geser terbuka perlahan. Kaki mungil dengan sepatu berpita turun, menginjak lantai lobi. Disusul sepatu hitam khas anak laki-laki.

Bunga cantik menempel di pinggang, dengan rok balet mengembang. Syukur ada dalaman rok, tak membuat celana berpopok kelihatan.

"Ecung Yayah, ya," tebak Crystal, menoleh pada Sky.

"Edung, Dedek."

"Ecung, Tatak. Munya Yayah Dam." Crystal bersedekap, tetap pada pendirian. Tak ingin dibantah.

"Duh, kalian jangan bertengkar." Sesegera mungkin, Dodi memasang kacamata hitam. Takut-takut ada penggemar menangkap dirinya berada di sini. "Kita masuk, ya."

Dodi menggandeng kedua-duanya menuju resepsionis. Crystal masih berbinar. Bukan terhadap laki-laki biasa melainkan pada pria ganteng baru keluar dari gedung. Mata Crystal tak lepas dari punggung laki-laki tersebut, tak menghiraukan seruan Sky.

Duk!

Crystal barusan saja kejedot pintu. Dodi tak tahu menahu, malah sigap mengelus kening agak kemerahan.

"Crystal lagi ngapain, sih? Kok nggak lihat ada pintu kaca?"

Gadis cilik itu tak sedih karena keningnya terbentur pintu kaca. Bola mata itu terus menatap punggung laki-laki itu hingga menghilang di belokan. Gadis berusia tiga tahun mendesah kesal.

Dodi kebingungan dengan sikap cemberut Crystal. Sky bahkan menatapnya datar.

"Sayang, lihat apa, sih? Di sini nggak ada mainan, lho. Jangan buat Paman pusing," keluh Dodi.

Justru Crystal masuk begitu saja setelah melepaskan diri dari genggaman Dodi. Sky malah menarik Dodi nyaris terjatuh-ditarik ketika berjongkok-mengejar adiknya.

Saat Dodi dan Sky mengejar Crystal begitu memelesat, gadis kecil itu meloncat-loncat agar pegawai resepsionis melihat dirinya sambil berseru.

"Ente, ente di mana?" tanya Crystal bersuara nyaring.

Dodi sungguh malu bila membawa Crystal ke sini. Tak tahu situasi. Sky hanya bersikap biasa saja.

"Ente! Iiih!" gerutu Crystal memukuli meja depan resepsionis.

Pegawai perempuan tak tahu namanya disebut, abai seruan Crystal. Perempuan itu sibu telepon.

Akhirnya Dodi berada tepat di depan meja resepsionis. "Permisi, Mbak."

Perempuan itu menoleh. "Ada apa, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

"Begini. Kami diundang oleh Bapak Agam Damarwan ke kantor ini. Kalau kami tiba, beliau minta konfirmasi melalui Mbak."

"Oke, Pak. Tunggu sebentar." Pegawai perempuan menutup telepon satunya, meraih telepon bersifat privasi. "Maaf, Pak, tamu Anda sudah datang. Oh, baiklah, Pak, akan saya sampaikan." Pegawai memutuskan sambungan, beralih ke Dodi. "Bapak disuruh ke atas sama Pak Agam. Silakan tanya ke sekuriti jika tidak paham."

"Makasih, Mbak. Saya tahu cara naiknya, kok." Dodi mengangguk sembari tersenyum mempesona. Muka pegawai itu memerah. "Kita pergi ke tempat Ayah Agam."

Bola mata pegawai itu membulat, beranjak berdiri. Memastikan pendengaran tak budek, dipandang dua anak kecil digandeng pria ganteng meski tertutupi kacamata hitam.

"Apa mereka ... anaknya Pak Agam?" tanyanya sangat kepo.

***

Pintu terbuka dengan cara dibanting, siapa lagi kalau bukan Crystal. Ketiga orang itu membelalak lebar. Pemandangan bikin Dodi lekas menutup mata Sky dan Crystal.

Agam sedang berciuman mesra dengan seorang wanita, melepaskannya karena kedatangan dua orang dinanti-nanti.

Tak suka matanya ditutup, Crystal bergelagar. Pelesat bagaikan meteor, Crystal menginjak kaki bersepatu hak tinggi.

"Aduuh!" jerit perempuan itu.

"Syana jawo-jawo Yayah Dam!" seru Crystal membuat Dodi membatu. "Iih, syentil, deh!" Crystal malah memeluk kaki Agam.

"Agam, anak ini keterlaluan!" adu perempuan itu merupakan tunangan Agam.

"Sabira," hibur Agam memberi wajah maklum. "Sayang, kamu nggak boleh begitu."

Sky mendekati Sabira, tunangan Agam yang pakaian khas kantor, menggenggam tangannya. "Maap Dedek Cai, ya. Dedek Ical syuka ditu. Maap ya, Ante."

Sabira tergugu atas perhatian Sky, membalas genggaman bocah laki-laki itu. "Iya, Tante maafkan kalau Sky mau ikut ke Mall bersama Tante. Mau, enggak?"

"Oleh, Ante?" tanya Sky berharap.

Sabira mengangguk, tersenyum.

Dampaknya tak baik buat Crystal. Gadis itu menitikkan air mata, buru-buru Dodi menggendong Crystal tak mau lepas dari memeluk Agam.

"Crystal, jangan begini. Kita ikut juga, ya," tawar Dodi dibalas gelengan lemah Crystal. "Terus mau apa, Sayang?"

"Yayah syama Bubun Mila! Butan Ente Bila!" jerit Crystal bikin yang lain menahan napas.

"Sayang," tegur Dodi tak enak hati.

"Ente jeyek!" Crystal mulai berbahasa baik meski cadel. "Jeyek, jeyek, jeyek!"

"Crystal!" bentak Agam.

Sky dan Crystal terlonjak. Sangat kaget dengan bentakan Agam. Begitupun Dodi merasa amarahnya menggelegak.

"Kayaknya kami enggak tahu situasi, nih." Dodi lega Crystal melepas pelukan itu, langsung menggendongnya. "Kami permisi dulu. Ayo, Sky. Assalamu'alaikum."

Bocah itu menatap Sabira dan Agam, menggeleng prihatin. Anak laki-laki sangat cerdas. Malas bersama pria bertemperamental daripada dulu, lebih baik menghindar.

"Yayah Dam!" seru Crystal terisak. "Butan! Om Dam jeyek!"

Kelihatannya Agam tak lagi disambut oleh Crystal dan Sky di rumah kecil mereka.

***

Di dalam mobil, Dodi tercengang melihat kelakuan Crystal tak lagi menangis. Terlihat drama bila tangisan itu palsu. Jika iya, cocoklah Crystal jadi artis cilik.

"Crystal kok, enggak nangis lagi?"

"Mo napa nangis?" ulang Crystal bertanya.

"Kan, tadi ... Crystal marah-marah sama Ayah Agam."

"Butan Yayah! Om Dam, Maman!" Crystal memperbarui panggilan tersebut, bersedekap dengan pipi menggembung.

"Oh iya, Om Agam," ringis Dodi tak menyangka perubahan itu. "Terus, Sky kenapa?" tanyanya menengok ke kakak Crystal kelihatan bengong.

"Ical bo'ong, Maman. Ical syayang Yayah Dam," bisik Sky dipahami Dodi.

Dodi seperti masuk perangkap anak-anak. Satunya terlihat dewasa, satunya keras kepala. Meskipun begitu, pemandangan tadi bikin hubungan Crystal dan Sky ke Agam nyaris redup.

Sementara Dodi merenung, Crystal membuka isi tas kelinci warna pink. Diambil coklat kesukaan Dodi.

"Maman Dot! Cotat!"

Diambil penuh rasa terima kasih, Dodi membuka bungkus coklat itu masih menerawang jauh. Dia tak hirau tatapan lekat Sky hingga memakan coklat itu.

Ada yang aneh pada mulut maupun tenggorokan, berusaha menelan. Saat ingin makan kedua kali, Sky melarang.

"Maman, cotatnya da jamulnya."

Muka Dodi pucat seketika.

Bersambung...

***

18 Agustus 2018

Crystal And Sky [Happy Family] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang