35. Pertemuan

5.6K 535 94
                                    

"... Maulia."

Wanita disebut namanya cenderung kaku, tak bisa mengungkapkan kata-kata lagi. Muttari dihadang oleh lelaki bernama Angkasa segera menyingkir.

"Jangan sekali-kali elo terpedaya dengan orang itu," bisik Muttari ketika melewati Maulia. "Orang itu mengerikan," tambahnya.

"Hei, banci! Bisa nggak, elo enyah dari sini? Gue nggak butuh elo lagi!" hardik Angkasa tak suka Muttari membisikkan sesuatu ke telinga Maulia.

"Gue bukan banci, ya!" geram Muttari hendak pergi, tetapi dicekal oleh Maulia. "Ya Tuhan, Mbak, bisa nggak gue jauh-jauh sedikit saja? Gue kesal setiap kali lihat dia."

"Ma---maaf, Mas Mut."

Lengan Muttari dilepas, manajer Dodi lekas pergi. Sesaat kemudian mengulurkan kepala demi menjulurkan lidah kepada Angkasa yang memelotot tajam.

Melepas kekesalan, Angkasa menatap Maulis lekat. "Apa kabar, Mantan Pacar? Sudah lama nggak ketemu."

"Ya, assalamu'alaikum," balas Maulia dengan salam.

Angkasa tak menjawab salam itu melainkan mendengkus. "Mulai agamis, ya. Gue salut lihatnya."

"Seharusnya kamu jawab salam aku bukan kasih pernyataan konyol. Dari dulu aku menjunjung agama, enggak mungkin meninggalkannya kayak kamu tinggalkan aku demi cewek enggak pantas disebut wanita yang memiliki harga diri," jelas Maulia serta merta menyerukan keengganan hatinya memandang Angkasa. Lagi.

"Wanita elo sebut itu istri gue."

"Dan gara-gara dia, kamu berubah. Bukan lagi sosok dibangga-banggakan Langit." Kedua tangan Maulia mengepal. "Andaikan Langit di sini, mungkin dia akan tonjok kamu."

"Berhenti cari kesalahan istri gue." Dagu Angkasa terangkat, angkuh. "Langit itu cuma parasit. Hidupnya cuma tergantung dari cewek yang elo sebut sahabat. Tinggalkan Mama dan Papa yang sudah menyerah, lalu elo cari Langit ke gue? Elo salah, ya. Semenjak sahabat elo pergi, Langit ikutan pergi. Nggak heran dong, Papa-Mama gue benci dengan sahabat elo."

"Ejek, ya?" sinis Maulia mulai memerlihatkan taringnya. "Yang kemarin om dan tante enggak begitu saat ketemu aku. Malah justru kamu yang pergi. Kamu bohong?"

"Apanya bohong? Asal elo tahu, berkat kepergian Langit, Papa dan Mama sudah nggak sudi terima gue lagi. Mereka usir gue."

"Ooh, cuma sebatas itu." Maulia mengangguk paham, tersenyum manis. "Sejak itu, kamu enggak bertemu lagi dengan mereka, ya. Itu dugaan aku."

"Elo----"

"Mamma!"

Badan Maulia menegang mendengar panggilan itu. Ditolehkan kepala menatap Crystal berlari dengan menggunakan handuk. Ditambah kepala tengah dibungkus handuk.

"Mamma, Ical ada cualanya," tunjuk Crystal ke arah bibir. "Ical ebat, Mamma?"

Maulia memilih berjongkok, menyelidiki apakah ada tetesan basah yang menempel di kulit Crystal. Masih lembap, berarti setengah kering.

"Ganti baju dulu ya, Sayang. Malu dilihat orang," ujar Maulia melirik Angkasa.

Crystal mengangguk, melenggang pergi. Nada suara Crystal menggema sampai keluar membuat Maulia terkikik. Kekesalan terhadap Angkasa menguap berkat adanya Crystal.

"Bibin, Ical mau baju! Cantik, ya!"

"Anak elo?"

Maulia bangkit, menghadap Angkasa. "Menurut kamu?"

"Nggak ada mirip-miripnya."

"Kalau enggak mirip, kenapa? Apa hak kamu?"

"Nggak ada, sih." Kedua tangan lelaki itu masuk ke saku celana. "Gue dan istri gue pengin punya anak, tapi nggak kesampaian."

Crystal And Sky [Happy Family] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang