28. Pilek (I)

5.7K 503 53
                                    

Suara ayam berkokok, bukan berasal dari hewannya langsung melainkan dari benda terletak di nakas. Mata cantik itu terbuka, mengerjap, lalu mengangkatkan kepala. Menoleh sejenak sisi samping membuat anak itu mengucek-ngucek mata agar terlihat jelas. Memang tak ada sosok itu.

Lesu, anak itu menurunkan kedua kakinya dari ranjang. Tersadar ada kain halus menjadi pijakan pendaratannya. Sebuah selimut, sepertinya terjatuh dari tempat tidur. Bisa dilihat warnanya merah muda.

Tak ingin penasaran mengapa jatuh, anak perempuan segera keluar dari kamar. Untung terbuka pintu meski celahnya sedikit. Dia paling malas harus bersusah payah melompat untuk meraih gagang pintu.

Dibuka pintu tersebut, kemudian berjalan perlahan. Kepalanya terasa pening, pandangan mengabur. Sebelum anak itu menjajaki tangga, dia terduduk. Bibirnya mengerucut, menelusuri setiap tempat di mana orang-orang dikenalnya berada.

"Mamma! Bubuu!" teriaknya ambek.

Tergopoh-gopoh, Maulia memunculkan diri. Napasnya tercekat melihat Crystal terduduk di atas anak tangga tertinggi. Mengelap tangan yang sempat habis menyiapkan sarapan, Maulia menghampiri Crystal.

"Ada apa, Sayang? Kenapa teriak-teriak?" tanya Maulia bingung.

"Ical capek, Mamma. Capek alan," jawab Crystal sambil menggerutu. Lalu, mengulurkan tangan ke arah Maulia. "Dendong."

Embusan napas lirih pertanda Maulia tahu bahwa Crystal lagi manja, menyambut uluran itu dan menggendongnya. Maulia harus hati-hati dalam menuruni tangga karena ada Crystal. Saat kaki Maulia mendarat di anak tangga terakhir, Crystal bersin.

"Alhamdulillah." Maulia melirik Crystal sedang mengusap hidung. "Ya Allah, ingusnya keluar. Kenapa bisa pilek?"

"Ical capek alan, Mamma. Ical cali pintu. Ndak ada. Cana, cini ... Ical cama Kakak Cai ndak nemu," cerita Crystal pada Maulia isi mimpinya. "Ical duduk bental, eh ngingin kencang datang. Cebal, deh. Ical dingin."

Cerita Crystal terdengar jelas di telinga Namira dan Sky yang berada di ruang makan. Maulia mendudukkan Crystal dan mengelap ingusnya semakin banyak keluar. Dengan intuisi bijak, Namira memotong bawah merah, meminta Crystal untuk menghirupnya.

"Ical ndak mau, Bubu. Ical ndak cuka babang." Crystal menggeleng kuat, menolak.

"Bawang bukan babang," ralat Namira.

"Iya, Ical ndak cuka bawang!" Crystal menepis tangan Namira hingga bawang-bawang itu terjatuh mengenaskan di lantai. "Maap, Bubu. Ical ndak mau bawang."

Mendesah, Namira mengangguk paham. "Tapi, kita keluarkan ingus Crystal, ya."

Namira memperagakan cara mengeluarkan ingus, tetapi Crystal malah melakukan menarik lagi ingusnya setelah mendorongnya dalam satu tarikan napas. Namira terkejut, ingin tertawa. Takut Crystal sedih, maka Namira menahan geli itu dalam hati.

"Kepala Ical atit." Crystal pusing jika mengeluarkan ingus kuat-kuat, menghentikan sebentar aktivitasnya. "Bubu, Ical nemu Mami."

"Mami? Mami Shaila?" Namira kaget, tak membayangkan Shaila akan hadir di mimpi kembar setelah sekian lama.

"Iya, Bubu." Crystal mengangguk antusias, bersamaan ingusnya ikut bergoyang. "Ical ndak tau Mami bicala apa. Ical ndak nelti." Pipi Crystal menggembung.

"Crystal kok, jorok banget?" Tayana datang. "Ingusnya jatuh, kan? Kita periksa ke dokter, ya. Ya Allah, jangan dimakan ingusnya. Ambil tisu, Mira."

Lekas Tayana mengelap hidung Crystal yang mulai memerah. "Ical ndak mau dotel. Ical mau main," katanya tak berhenti bicara.

"Enggak boleh main kalau sakit." Tayana menolak permintaan Crystal. "Kalau sakit parah, Crystal mau disuntik."

Crystal And Sky [Happy Family] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang