61. Gunung Meletus

5K 523 38
                                    

Sepasang mata cokelat itu terbuka, merasa nyeri di bagian perut. Namun, dihalau ketika ada yang mengusap rambutnya. Seketika dia menoleh.

"Sudah sadar, Sayang?"

"Pa ... pi." Crystal merajuk. "Pelut Ical ... atit."

Langit meraih mangkuk berisi bubur. "Crystal makan dulu, ya. Pasti perutnya tidak sakit lagi," katanya.

Anak itu menggeleng. "Le'el Ical pelih. Ndak enyak, Papi." Crystal menitikkan air mata. "Tanan Ical ... uga atit."

Mendesah, Langit bisa merasakan kesakitan diderita Crystal. Menyalahkan Dodi itu sia-sia, kepalang sudah terjadi.

"Kalau tidak makan, Crystal tambah sakit, lho." Langit terus menawarkan bubur---meski buatan dari koki rumah sakit. "Ya?" tawarnya ulang.

Sebenarnya Crystal ingin marah, mengapa lengannya ditusuk. Kesehatan belum sepenuhnya pulih, jadi Crystal diam. Pada akhirnya, Crystal menggeleng. Menolak makanan itu.

"Ical ndak mau makan." Crystal mengerucutkan bibir. "Ical mau Bubu aja."

"Bubu?" Kening Langit mengerut. "Bunda?"

Crystal mengangguk.

"Crystal mau Papi panggil Bunda?"

"Iya."

Dengan segera, Langit keluar memanggil Namira. Selang beberapa menit, Langit muncul bersamaan ditariknya Namira. Ekspresi mereka sama-sama mengkhawatirkan Crystal.

Di belakangnya, ada Darren berwajah sangar dan Guru yang bertampang datar. Mereka pun tentu terkejut melihat kondisi Crystal.

"Opa-Opa datang?" seru Crystal gembira, melihat keberadaan dua orang dirindukannya. "Yayang Gulu uga! Yeay!"

"Kamu baik-baik saja, Nak?" Darren cepat bertanya, mendahului Guru, duduk di pinggir brankar Crystal. "Perutnya tidak sakit, lagi?"

"Endak, Opa-Opa. Udah ilang." Crystal memeluk pinggang Darren. "Ical mau makan cama Opa-Opa cama Yayang Gulu."

"Mau kami suapi?" tanya Guru berdiri di seberang Darren, sebelah kanan brankar Crystal.

Crystal mengangguk, antusias.

Padahal Crystal menginginkan Namira ada di sini, tetapi setelah melihat dua orang memiliki hubungan erat dengan Shaila maupun Langit, mereka pasrah. Toh, hanya beberapa hari Crystal bermain dan memanjakan dirinya kepada mereka.

Crystal melongok, mengamati Namira seperti akan pergi. "Bubu di cini aja! Ical mau cama Bubu uga! Cama Papi uga!"

Ditarik lengan Namira menuju Crystal, Langit berdiri dalam diam. Memperhatikan Crystal menerima suapan dari Darren dan Guru.

Berbeda dengan Dodi yang digandeng Sky. Dia hanya mampu mengepal tangan, karena cemburu memandang kedekatan Namira dan Langit.

Sky mendongak, tersenyum kecil. "Maman, bejuang, ya. Angan kalah cama Papi. Abil ati Dedek Ical lagi," sarannya.

"Seharusnya Paman enggak siksa adik kamu, Sky." Dodi menjawab lesu.

"Maman Dot angan gitu lagi. Cai aja ndak kayak gitu cama Dedek Ical." Sky menyunggingkan senyum tulus. "Cai mau Maman angan kalah."

Spontan Dodi berjongkok di sebelah Sky, menyuruh menghadapnya. "Apa kamu setuju, Bunda bersama Paman?"

Binar mata itu terpancar jelas. Bukan kesenangan melainkan sorot tegas. Seringai kecil nyaris ditampakkan.

"Cai telima-telima aja." Sky mengangkat tangan, mengusap rambut Dodi kelihatan kusut. "Bejuang, Maman. Kalo Maman cuka cama Bubu."

Mendapat lampu hijau, Dodi memeluk Sky. "Terima kasih, Sayang. Sky lebih mengerti Paman daripada yang lain."

Crystal And Sky [Happy Family] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang