Extra Part IV [Agam & Namira]

5K 395 62
                                    

Penampilan sesosok pria---dulunya pendiam di sekolah---kini sangat menawan dengan pakaian yang bakal digunakan di acara akad nanti. Pria itu sedang menatap dirinya di cermin.

Dia menghela napas panjang tatkala mengingat masa-masa sekolah tak mampu dilupakan. Masa-masa indah membuat bibirnya membentuk senyuman.

"Agam?"

Pria dikenal bernama Agam, menoleh. Dilihat seorang wanita pernah mengisi hatinya, berdiri canggung. Bersyukur karena wanita itu ditemani perempuan yang sebentar lagi bakal menikah.

Namira dan Maulia.

"Selamat, ya. Cepat amat menikahnya," komentar Maulia. "Aku kira bakal menikah dua minggu lagi," candanya.

"Dua minggu lagi itu bulan puasa, Maulia." Agam terkekeh. "Aku bisa dihajar Mami kalau gagal menikahi Sabira."

"Sabira itu belum berubah sifatnya." Maulia meringis. "Suka manja kepada Tante Rosalia."

Agam hanya tersenyum tipis.

Diintip Namira tak banyak bicara, Agam segera mendekati. Pesona Namira memang belum hilang sampai kapanpun. Sayangnya, Agam memilih mundur sebelum berjuang. Dari dulu dia memang sangat payah.

"Maafkan aku waktu semasa kita kuliah, Mira." Agam segan menyentuh tangan yang dulu begitu hangat menggenggamnya. "Kenal kalian waktu SMP, itu benar-benar bahagia. Aku yang pendiam dan penyendiri, belum punya teman atau sahabat. Tapi kalian, enggak malu punya sahabat kayak aku."

Namira menyunggingkan senyum. "Kamu lebih banyak bicara, ya. Semenjak kita putus, kamu jarang bicara kayak begini."

"Aku terlalu bersalah pada kamu, Mira." Agam menunduk, menggeleng tampak sedih. "Ingatan aku tentang kagumnya terhadap Shaila, lalu kamu."

"Aku tahu, cinta pertama kamu bukan aku. Cinta pertama kamu adalah Shaila, kan?" Namira ingin menghibur Agam agar tak bersedih, tetapi dia berhenti untuk menyentuhnya. "Makanya kamu cari pelarian. Aku tahu hal itu, kok."

Maulia tertegun mendengar pernyataan Namira. Cinta pertama Agam adalah Shaila. Sejak kapan?

"Shaila bawa keceriaan di sekolah, makanya semua orang suka." Namira mengungkapkan rahasia. "Langit saja bisa takluk, apalagi kamu yang anak pendiam."

"Aku bersalah." Agam tak berani mengangkat kepala, menatap Namira.

"Sudahlah. Aku maafkan kamu, Agam. Masa lalu biarlah berlalu. Aku enggak lagi sedih karena hal itu." Namira membuang muka, menyembunyikan sakit hatinya. "Langit ada di sini sebagai penyemangat aku, jadi enggak perlu bersedih hati."

Kedua tangan Agam mengepal. Teringat pertama kali mereka bertemu. Pertemuan itu mengajak ke sebuah persahabatan takkan bisa dicegah oleh orang lain.

***

Agam yang pendiam ditambah penyendiri, duduk di sudut. Kacamata menggantung di atas hidung, tak memberanikan diri mengangkat kepala untuk memandang siapa saja mengundang keriuhan di dalam kelas. Buku pelajaran adalah fokusnya.

"Woy, minggir!"

Terperanjat, Agam nyaris lompat dari kursi. Kacamatanya melorot, Agam membenarkan. Dipandang sosok anak cowok berbalut seragam SMP, tetapi tak terlalu rapi. Rambut tak tersisir rapi.

"Woy! Tadi dibilang suruh minggir!"

Bukan cowok di depannya yang berteriak, melainkan anak cowok di sebelahnya. Kali ini berpenampilan tak rapi. Seragamnya keluar dari aturan yang berlaku. Bahkan raut wajah cowok itu sangat mengerikan.

"A---aaa."

"A, a, apa?" Cowok di depan Agam berseru kesal. "Kamu tuli apa bagaimana? Kayak anak bebek, enggak bisa ngomong."

Crystal And Sky [Happy Family] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang