42. Anak Kamu

6.2K 655 192
                                    

Sekian jam mereka berhasil ditidurkan. Sekian jam pula, mereka diberi nasihat agar tegar dalam menghadapi ujian. Sekian jam juga sebelum kembar tertidur, para orang dewasa mesti bersabar dengar ocehan Crystal.

"Bubu, Mami tindal cama ciapa? Makannya apa? Mami ndak cendili, kan? Mami ... hiks punya main-main, kan? Mami ndak nanis, kan?"

Pertanyaan Crystal itu beruntun bagaikan laju kereta api tiada henti. Mereka susah payah menahan lapar demi mendengar celotehan Crystal, tetapi tak sanggup dijawab.

"Bubu, Ical lapal. Makannya bawa ke Mamai, dong. Mami anti cenang, kan. Ada makan banyak cekali. Bibin, Ical mau naci goleng!"

Beda Crystal, beda Sky. Anak laki-laki itu bergeming sementara waktu. Ketika perutnya berbunyi, tatapan anak itu mengarah pada Dodi.

"Sky lapar, ya?" tanya Dodi sepertinya mengetahui sorot mata Sky. "Kita keluar, yuk."

Gibran, Ana dan Tantri hanya menunggu di balik pintu, tak enak mendekati mereka. Lewat tangkapan dari sudut pandang, Crystal memanggil Gibran seolah memerintah.

"Giban, Ical lapal. Abil naci goleng punya Ical, dong."

Mungkin perasaan Crystal masih tak enak hati, berpisah dari sang ibu. Maka dari itu, Crystal memerintah dengan penuh selidik.

"Kok, aku? Kamu dong, yang ambil. Kecil-kecil manja amat," sindir Gibran.

Perkataan Gibran menyentil hati Crystal---dulunya seperti batu, tak terpengaruh---membuatnya meraung. "Aaaa! Bubu! Giban ndak mau abil! Ical lapal, Bubu!"

Sontak Namira menggendong Crystal keluar kamar menuju ruang makan tanpa kursi maupun meja. Mereka duduk di alas tikar. Sepanjang tikar membentang, makanan tersedia sangat lengkap.

Tangisan Crystal mereda, meski ingusnya meluber. "Hiks, Ical mau naci goleng," pintanya.

Beruntung Tayana ingat permintaan Crystal sebelum mereka pergi jalan-jalan. Nasi goreng buatan Jack tersaji dengan aroma menggiurkan. Jack memang pintar masak.

"Mau tambah lagi?" tanya Jack usai menuangkan nasi goreng ke piring Crystal.

"Minumnya, Pappa."

Jack menuangkan air putih ke gelas bersih milik Crystal, lalu ke gelas Sky. Pria itu kenal jelas bagaimana watak Sky bila bersedih. Kakak Crystal bakal bersikap begitu sampai saatnya tidur.

"Manja amat. Enggak punya tangan sama kaki, ya," ketus Gibran tak suka pemandangan tersebut.

"Giowban ... bweyicik," kata Crystal sambil menguyah nasi goreng. "Icwal awgi makwan."

"Makan kok, cerewet."

"Gibran," tegur Ana memperingatkan.

Ketika Crystal ingin membalas, dia tersedak. "Uhuk! Uhuk! Uhuk! Mamma ... minum."

Maulia membantu Crystal meminum air di dalam gelas. Bayi perempuan akhirnya bisa bernapas lega, mendelik tajam pada Gibran tampak merasa bersalah.

"Ical ndak cuka Giban," ujar Crystal menusuk hati anak laki-laki berusia sepuluh tahun di sebelah Ana.

Gibran seketika menunduk, makan dalam diam. Sebagai seorang ibu, Ana hanya mampu mendukung lewat elusan di punggung. Memang tak enak bila calon gebetan mengucap empat kata itu.

"Enggak boleh begitu, Sayang," ujar Namira yang memangku Crystal. "Gibran pengin Crystal mandiri. Ambil makanan sendiri supaya enggak merepotkan orang lain."

Anak perempuan tersebut mendongak, menatap Namira. "Gitu, ya?" tanyanya.

"Iya. Walau Gibran ngomongnya bikin---"

Crystal And Sky [Happy Family] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang