Begitu Anna membaca nomor punggung dan nama orang yang mengenakan baju futsal itu, Anna langsung berlari meninggalkan posisi bersembunyinya, karena Abigail, gadis yang sedang berdebat itu kini berjalan meninggalkan laki laki itu.
"Dave?" Gumam Anna selagi kakinya melangkah untuk kembali ke dalam kelas, mengingat sekarang sudah waktunya memasuki kelas.
------------------------------------
Anna mempercepat langkahnya, takut Abigail akan mengetahuinya mengintip. Gadis dengan rambut diikat satu itu, semakin mempercepat langkahnya. Matanya terus menoleh ke belakang, takut Abigail akan mengetahui dirinya menguping.
Belum jauh Anna kakinya melangkah, tiba tiba sebuah anak tangga membuatnya jatuh tersungkur. Kakinya menyandung anak tangga yang akan ia naiki. Lututnya menyentuh lantai, tangannya menahan bobot tubuhnya.
"Akh!" Anna mengaduh kesakitan. Kini ia terduduk di lantai tersebut, sembari memegang lututnya yang kini berdarah terkena ujung anak tangga yang cukup tajam. Kakinya begitu sakit begitu ia gerakan.Air mata gadis itu ingin turun, terasa sangat sakit dan nyeri di lututnya. Ia terduduk sembari mengusap matanya, takut air mata itu akan turun.
"Mengapa kamu duduk di sana?" Tanya seseorang dengan suara anak yang baru saja menginjak masa pubernya.Anna yang mendengar itu, dengan cepat mengusap matanya. Takut matanya yang berkaca kaca itu terlihat olehnya. Laki laki itu mendekat, dan berjongkok di sebelah Anna.
"Kamu terjatuh? Kakimu terluka." Ucapnya, Anna menoleh pada laki laki itu. Seketika jantung Anna terasa copot, karena yang ia lihat adalah Sid, laki laki yang ia dengar obrolannya tadi, sekaligus laki laki yang ia kagumi."Biar kulihat." Tangannya terarah memegang lutut Anna, namun langsung Anna jauhkan kakinya, begitu tangannya menyentuh kakinya.
"Jangan di sentuh, sakit.." Anna masih menahan isakannya, rasa perih itu semakin terasa."Ayo kita obati."
"Kau bisa berjalan?" Tanyanya sembari berdiri dari posisi jongkoknya, tangannya ia gunakan untuk membantu gadis itu berdiri.
"Sakit.. hiks.." Anna meringis kesakitan begitu ia ingin berdiri. Merasa tidak kuat menahan rasa sakitnya saat berdiri, Anna langsung kembali terduduk di lantai tersebut. Laki laki itu kemudian menghela napasnya dan tersenyum."Naiklah.." Laki laki dengan nomor punggung 5, bertuliskan 'Dave' itu kemudian berjongkok. Anna terdiam, menatap punggung laki laki itu. Rasa gugup melanda dirinya sekarang.
"Kenapa diam? Kita harus segera mengobati lukamu." Ucapnya lagi. Kemudian Anna bangkit dan melompat ke punggung laki laki itu, memeluk lehernya.
Selama dalam gendongan laki laki itu, Anna hanya diam. Degup jantung Anna berdebar cepat, Anna takut laki laki itu menyadari jantung Anna yang tidak bisa tenang itu.
"Kau takut padaku, kau nampak ketakutan." Tanya laki laki itu, Anna langsung menggelengkan kepalanya. Walau ia tahu laki laki itu tentu tidak akan melihatnya.Mereka sampai, Anna di dudukan pada sebuah kursi dekat kotak P3K. Laki laki itu mengambil berberapa kapas, obat, pembersih luka dan perban.
Laki laki itu dengan telaten membersihkan luka Anna. Sesekali gadis itu meringis kesakitan, tangannya mencengkram lengan laki laki itu dengan keras.
"Sakit.." ringis Anna, begitu lukanya sedang diberikan obat. Laki laki itu juga meniup luka Anna, agar rasa sakitnya tidak terlalu terasa.
"Tahan ya.." kemudian ia memperban luka tersebut. Dan tersenyum pada Anna begitu pekerjaannya selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
15% (OPEN PO)
RomanceKehidupan seorang gadis yang berusaha mati matian hidup ditengah kejamnya kehidupan kota New York City,dengan memiliki segudang masa lalu kelam cinta yang membekas di hatinya. Anastasia Miller Seorang gadis tangguh, dengan tubuhnya yang lang...