Volume 1 chapter 4

2.8K 213 1
                                    

“Ah, pertunjukannya selesai” Setelah Chu BeiJie pergi, Nona Hua akhirnya bersin, berjalan dan menaikan tirai dengan wajah yang benar-benar bosan. “Dia sungguh maniak perang. Hanya penampilannya saja yang menarik. Dia bahkan sama sekali tidak mengucapkan hal-hal yang menyenangkan. Aku heran bagaimana kau bisa berbincang denganya sampai begitu lama. Hei, Hong mengapa kau begitu diam?”

Pingting masih merasa gelisah dan memikirkan kata-kata terakhir yang di ucapkan Chu BeiJie.

Apa ada kabar tentang Tuannya?

Apa semua penghuni Kediaman Jin Anwang, selamat ?

Apa yang si 'Dong Dingnan' kerjakan sekarang?

Ia meninggalkan kesan dan sebuah senyum seperti sedang membicarakan siasat. Ia tahu dengan baik hal-hal rinci tentang perang seperti Pingting, itu berarti paling tidak, ia seorang komandan militer yang penting.

Komandan Militer? Ia mulai memikirkan setiap komandan penting Dong Lin. Panglima Zhen Beiwanglah yang pertama muncul di kepalanya. Ia mengejapkan matanya, menyesali, mengapa dulu tidak meminta lukisan wajah Chu BeiJie.

Bukankah adalah suatu kebetulan yang rumit kalau ternyata Panglima Zhen Beiwang yang memberikannya – seorang pelayan dari Kediaman Jin Anwang – sebuah kecapi dan meminta untuk bertemu?

Nona Hua melihatnya dalam kebingungan dan tertawa keras, “Dia sudah pergi dan kau masih saja memikirkannya? Sudah mulai merindukannya?” Dia berpura-pura memukul pipi Pingting.

Merasakan pukulannya, Pingting segera sadar dan berkata pada Nona Hua, “Maaf, aku sangat lelah. Aku ingin beristirahat di ruanganku.”

“Kau belum makan malam.”

“Aku akan makan lebih banyak, besok pagi.”  

Ketika Pingting berada di ruangannya, dia berbaring dikasurnya yang keras tapi bersih, dan mulai memikirkannya lagi.

“Tuan...” ia mengertakan giginya. Jantungnya seperti terbakar perlahan di dadanya. Ia mulai khawatir. “Jangan khawatir, khawatir hanya akan mengacaukan segalanya.” ia mengatakan pada dirinya sendiri. 

Perlahan, pikirannya yang kacau mulai tenang. Ia dengan tenang menarik napas dalam dua kali, dan memejamkan matanya. Dia mengingat bendera Jin Anwang; ia mengingat Tuannya, Kediaman Jin Anwang, kemenangan terakhir dan jalan menuju rumah....

Tuan Muda Jin Anwang telah memenangkan pertempuran, pasukan perlahan berbaris. Bendera Jin Anwang berkibar tinggi diatas angin.

Komandan yang didepan menunggang kuda besar yang hebat. Ia mengenakan seragam unggu yang di hiasi lambang naga. Bilah besi bersinar di punggungnya. Permata, emas dan giok menggantung di pinggangnya dengan mewah. Ia adalah si legenda He Xia.

Hari itu, walaupun He Xia telah memenangkan pertempura, ia tidak tersenyum malah mengerutkan dahi sangat dalam.

“Tuan !” suara seorang gadis terdengar dari kerumunan dan suara langkah kuda dari belakang.

Walaupun He Xia tidak menolehkan kepalanya, ia sudah tahu siapa. “Pingting, bukankah sudah kubilang kau akan naik di kereta karena kau sedang tidak sehat belakangan ini? Mengapa kau malah mengendarai kuda?”

Pingting berhasil mengejar He Xia dan dengan terengah-engah berkata, “Siapa bilang aku butuh perawatan seperti itu? Aku hanya batuk beberapa kali tapi si Pian Dongzhuo menjadi sangat takut dan segera memberitahu Tuan. Aku khawatir Tuan berpikir aku terlalu sering sakit dan tak akan membawaku lagi.”

“Sepertinya kau takkan mendengarkanku, walaupun aku memerintahkanmu untuk tinggal di rumah, benar kan? Sangat disesalkan kau seorang wanita, yang mengikutiku ke medan perang. Walaupun kau sakit, tak ada suami yang akan menjagamu.”

Gu Fang Bu Zi Shang (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang