Volume 1 chapter 12

1.6K 196 0
                                    

Ketika malam tiba, Pingting berhasil keluar dari ruangannya.

Di tangannya ada sebuah bundelan kecil. Ditemani oleh Dongzhuo, Pingting memandang kebelakang dan melihat lilin yang berkelip tersembunyi di gunung.

Salah satu dari lilin itu adalah ruangan Tuannya? Ia tiba-tiba merasakan perasaan sedih melandanya.

“Kau tak perlu menemaniku lebih jauh lagi,” Pingting memberitahu Dongzhuo, “Kau bisa kembali sekarang.”

“Aku...” Dongzhuo menghentikan kata-katanya dan menyerahkan tali kekang kuda dengan ragu kepada Pingting, lalu berguman, “Jaga dirimu.”

Pingting naik keatas kuda, agak tiba-tiba sehingga ia dan kudanya sedikit bergoyang. Dan sebagai perpisahan, Dongzhuo berkata pelan, “Kak...”

Pingting tak bisa menahan untuk menoleh ke belakang.

Dongzhuo sepertinya tidak yakin apa yang ingin ia katakan, tapi akhirnya ia menegakkan kepalanya dan berkata, “Sejujurnya, aku mengatakan segalanya tentang malam ini pada Tuan.”

Pingting memperhatikan Dongzhuo, lalu memandang kembali ke arah tempat orang-orang Jin Anwang sedang tertidur di dalamnya. Mereka seharusnya mengetahuinya besok dan segera pergi untuk tempat persembunyian yang lebih baik. Ia merasakan kesedihan luar biasa, “Apa yang Tuan katakan?”

“Tuan bilang, kalau percaya pada dirimu sendiri, kau akan tinggal. Kau tidak, kami takkan menghalangimu walaupun kami takkan bisa menahanmu juga.”

“Ada yang lainnya?”

Dongzhuo menundukkan kepala, “Tidak ada lagi.”

Sudut mulut Pingting menaik membentuk senyuman, berpura-pura mengeluh, “Dongzhuo, kau akhirnya cukup dewasa untuk bisa berbohong.”

“Aku...” Dongzhuo menundukan kepalanya lebih rendah, menolak berbicara selama beberapa saat. “Tuan juga berkata kau seharusnya bisa pergi dengan kemampuanmu sendiri, tapi kau malah meminta bantuanku, yang.... yang sebenarnya rencanamu pada akhirnya adalah untuk memojokan Tuan pada sebuah dilema. Ia bilang ia ingin jatuh ke perangkapmu dan menahanmu di sisinya, tapi sekarang...”

“Sekarang saat paling genting ketika nasib Jin Anwang dipertaruhkan. Bukan tindakan kejam untuk merelakan seorang pelayan.” Pingting melanjutkan, menaikan kepalanya menatap langit, tertawa pahit. “Kuberitahu kau, Tuan tidak bersalah.”

Tanpa menunggu jawaban Dongzhuo, Pingting segera memacu kudanya.

Kuda terbaik dari Kediamannya memekik dan mulai berlari kencang. Ia berpegang kuat pada tali kekang, airmata mengaburkan pandangannya.

Selamat tinggal, Kediaman Jin Anwang kesayanganku. Kecermelangan dan cahayamu tak lagi berhubungan dengan Pingting.

Hati yang Pergi tetap tinggal di pinggir jendela. Ketika matahari terbit besok, sinar matahari akan merefleksikan kilau mata pedang di atas tempat tidurku yang kosong. Permainan bayangan yang biasa kita mainkan ketika kanak-kanak.

Sayangnya, Pingting masih bermurah hati.

Kalau ia tidak berbelas kasihan, mata pedang akan menyorotkan sinarnya ke arah luar bangunan. Kilaunya akan melambung tinggi, seperti kaca yang baru di poles atau sebuah lonceng perunggu besar. Kilaunya akan memantul jauh, memberitahukan para pengerjar dimana lokasimu.

Tuan, bukan, He Xia apa yang akan kau lakukan?

Matahari perlahan mulai mendaki awan di arah timur. 

Setiap kali ia memacu kudanya kencang, kepulan debu mengikutinya. Ia lanjut berkuda melewati jalur kuning utara.

Bekas airmata di wajahnya sudah lama tertupi pasir. Pingting memandang kebelakang, separuh berkedip pada matahari yang berwana kuning kemerahan. Matahari akan segera tinggi dan bersamaan dengan itu, perasaan hangat mengalir di tubuhnya.

“Jalan!” ia meneguk airnya sebelum melanjutkan perjalanannya.

Ia berkuda mengikuti arah angin, melewati dataran lumpur kuning yang tak berujung. Bei Mo di depan sana, sebuah tempat dimana tidak ada He Xia maupun Chu Beijie.

Gu Fang Bu Zi Shang (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang