Volume 3 chapter 66
Warna merah matahari, naik dari timur ibukota.
Sinar terang mengantikan cahaya bulan yang lembut, menandakan fajar. Seperti hendak mengejek hati orang-orang yang sedang bersedih. Ibukota Yun Chang, bendera berkibar di tiup angin, seperhti hari-hari biasanya.
Di dalam pengepungan ketat.
Setelah hari ini, kemewahan dan kemegahan Gui Li akan menghilang.
Dibawah kemilau pedang prajurit Yun Chang, gerbang kota yang berat itu mulai terbuka perlahan.
Raja Gui Li, He Su, membawa Ratu dan para pejabat penting lainnya di belakangnya. Mahkota telah di turunkan dan sepatu di lepaskan, ketika mereka berjalan keluar dari gerbang. Tapi langkah mereka terhenti ketika para prajurit maju mengepung mereka dari dua sisi. Banyak sekali sosok-sosok yang duduk berlutut, sambil berusaha menahan tangis, mereka adalah para penduduk Gui Li.
Negara telah hancur.
Segalanya telah berakhir.
Kediaman Jin Awang hangus terbakar api, malam itu, berita pemberontakan Tuan Besar Jin Awang tersebar cepat begitu juga pelarian mereka dari ibukota. Hari ini, Tuan Muda Jin Anwang telah kembali, tapi negara mereka telah berakhir.
Di sisi luar ibukota Gui Li, He Su berdiri di hadapan prajurit Yun Chang. Tanpa mempedulikan statusnya yang tinggi, ia berlutut di depan musuhnya.
“He Su sungguh berdosa, gagal memimpin Gui Li, membuat rakyat menderita. Sejak jaman dulu, harta berharga hanya di berikan kepada yang memiliki kemampuan, He Su dengan rendah hati memberikan segel penguasa Gui Li kepada Suami Ratu Yun Chang sebagai tanda penyerahan diri.”
Suaranya tenang, setiap kata di ucapkan seperti melilit tengorokannya. He Su memegang segel pusaka dengan kedua tangannya, perlahan mengangkatnya ke atas kepalanya ketika menyerahkannya.
Pusaka negara lebih penting daripada emas.
He Su ketika berlutut menyerahkan segel dari atas kepalanya, tangannya bergetar sedikit.
Sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya, Gui Li yang besar ini akan hancur di tangannya.
Selama saat-saat terakhir ketika ayahnya sekarat, ia memperingati dengan diam-diam dan sungguh-sungguh, “Kau harus sangat berhati-hati untuk segala masalah yang berhubungan dengan Keluarga Jin Anwang.”
Ia sudah sangat berhati-hati, ia segera menyusun rencana begitu menaiki taktah. Setiap tindakan, peralatan, orang-orang dilapangan, semuanya sudah diperhitungkan matang-matang untuk menghanguskan Kediaman Jin Anwang sampai helai rumput terakhir. Ia sangat menekankan dan memperingatkan berkali-kali untuk membunuh Tuan Besar Jin Anwang beserta istri, dan meninggalkan He Xia seorang diri.
Sungguh ironi, hari ini, ia baru menyadari apa maksudnya ‘Sangat berhati-hati’.
Ratu dan para Pejabat menjadi pucat, semua orang terlihat sudah kehilangan jiwa mereka, ketika mereka berlutut di belakang He Su.
Pasukan Yun Chang berbaris rapi dan diam, senjata mereka berkilau tajam.
Ekspresi He Xia sepertinya sangat bersemangat dan segar. Sebelah tangannya menggenggam pedang di pinggangnya sambil menatap ke bawah dari kudanya, memperhatikan segel tanpa emosi. Sudut bibirnya terangkat, “Bereskan benda ini.”
Salah seorang prajuritnya yang dipercaya menjawab, “Baik.” Ia turun dari kudanya dan menghampiri.
He Su hanya bisa merasakan berat di tanganya terangkat, dan menyadari segel pusakanya telah di genggam oleh orang lain. Dan sekarang ia benar-benar merasakan kalau negaranya sudah bukan miliknya. Tenaga di tubuhnya menghilang dan ia hampir pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gu Fang Bu Zi Shang (End)
Historical FictionGu Fang Bu Zi Shang (A Lonesome Fragrance Waiting to be Appreciated) Drama : General and I Author : Feng Nong Bai Pingting tidak pernah percaya perkataan "Kebaikan seorang wanita adalah kebodohannya". Walaupun ia hanya seorang pelayan dari Jin Anwan...