Peralihan kekuasaan atas Dong Lin telah tejadi dua kali di ibukota dan hanya beberapa orang yang mengerti kejadian mengejutkan ini.
Pagi-pagi sekali, para petani dengan hati-hati keluar dari rumah mereka. Mereka telah bersembunyi sepanjang malam seperti yang diperintahkan. Meskipun sepertinya nyala api dan suara pertarungan tak pernah berakhir, Sang Raja masih sebagai Raja dan anggota kerajaan masih tetap sebagai anggota kerajaan.
Para pelayan yakin keadaan sudah aman ketika para pejabat yang ditahan di kediaman masing-masing datang ke istana. Raja Dong Lin memanggil mereka satu-persatu, tidak menghukum mereka melainkan memuji mereka, seperti Pejabat Senior Sayap Kanan yang juga telah di panggil untuk bantuannya.
Mereka semua mengerti maksud Raja dan mereka merasa tenang.
Terlepas dari mereka yang bersikukuh bersikap menentang selama penyerangan, korban jiwa dan korban luka tidak terlalu banyak, tapi Raja memerintahkan pensiun untuk keluarga mereka.
Pasukan Dong Lin yang perkasa tetap tinggal, tapi Panglima mereka yang hebat, Tuan Besar Zhen Bei Wang telah pergi.
Diluar, di jalan yang berlumpur, sebuah kelompok kereta, tanpa bendera, perlahan bergerak maju.
Ada beberapa kereta dan kuda. Wajah pengendaranya tidak ramah dan segan dan mata mereka nampak tidak bercahaya. Dua kereta di tengah untuk wanita dan anak-anak, sementara dua lainnya tidak di ketahui isinya tapi terlihat berat, karena rodanya meninggalkan jejak yang dalam di lumpur.
Satu kereta terlihat tidak di hias dengan sempurna, tapi jelas terlihat cukup mahal dari kayu dan rodanya yang terbuat dari bahan yang sulit di dapatkan, kayu dengan kualitas bagus. Sederhana tapi indah.
Setelah malam yang panjang, berada di dalam kereta, Chu Beijie akhirnya memejamkan matanya.
Masalah Dong Lin telah selesai. Setelah kejadian ini, Raja Dong Lin tidak akan lagi mencurigainya telah membunuh kedua Pangeran.
Tapi bagaimanapun seorang ayah telah kehilangan anaknya, dan seorang kakak telah kehilangan adiknya, sementara Dong Lin tidak lagi memiliki Panglima yang bisa melindungi.
Dong Lin pasti akan menghadapi masalah besar setelah bertahun-tahun pernyerangannya. Chu Beijie tak mampu membayangkannya.
Tapi racun itu berasal dari tangan wanita itu.
Chu Beijie mengangkat tangannya, menatap tulang-tulangnya yang kuat karena menggunakan pedang terlalu lama. Ia mengingat tangan Pingting, jarinya yang ramping, putih dan lembut. Tangan yang menyentuh kecapi, memetik bunga dan juga bisa meracuni.
“Yang paling beracun dari semuanya ..... sungguh hati seorang wanita bagaimanapun?” Ia memicingkan matanya yang sehitam tinta.
Tak ingin orang lain melihat kepedihannya, ia memejamkannya, dan berpikir. Setelah beberapa saat, napasnya menjadi teratur dan terlihat santai, sepertinya ia tertidur.
Jalanannya tidak rata naik dan turun, menyebabkan kereta berguncang. Sedikit demi sedikit bergerak menjauhi masa lalu.
Kusir kereta sepertinya telah menerjang batu dan kehilangan keseimbangan. Chu Beijie terbangun dan ia menegakkan punggungnya. Lalu, setelah ia tersadar sepenuhnya ia berteriak, “Berhenti.”
Ia membuka tirai kereta dan tubuhnya mulai gemetar.
Disisi jalan ada sesosok tubuh yang lembut. Satu tangan menepuk kuda dan tangan yang lainnya memegang tali kekang yang menyentuh ujung rumput yang tidak dipangkas. Mengetahui gerombolan kereta berhenti, ia menoleh kearah mereka, ekspresinya bingung dan bukannya terkejut ketika melihat wajah Chu Beijie. Ia dengan lembut berkata, “Tuan, Pingting datang sesuai janji.”
Tidak hanya Chu Beijie tapi juga orang-orang yang bersamanya, membeku seperti patung kayu. Bibir Bai Pingting yang merah tersenyum dengan cepat. “Sejujurnya, Pingting telah sangat khawatir, karena tidak tahu bagaimana caranya bertemu Tuan, jadi aku menunggu di jalan. Jika Tuan pada akhirnya melewati Pingting, maka itu berarti takdir kita sudah selesai. Aku telah pergi ke Dong Lin, tapi sepertinya Tuan tidak lagi memiliki hubungan dengan Dong Lin saat ini.”
Tatapan Chu Beijie tidak meninggalkan senyum Pingting. Ia merendahkan suaranya, “Aku menyadarinya.”
“Maka...” Pingting berkata dengan tegas, “Bai Pingting mulai sekarang adalah anggota dari keluarga Chu.”
“Anggota keluarga Chu?”
“Apa Tuan sudah lupa? Mari bersumpah pada bulan, takkan pernah melawan satu sama lain.”
Chu Beijie menggulangi setiap perkataannya dengan dingin, disertai jeda disetiap katanya. “Mari bersumpah pada bulan, takkan pernah melawan satu sama lain?”
Mata Pingting sama cantiknya seperti pada pertemuan pertama mereka. “Apa Tuan telah melupakan janji kita?”
“Aku ingat.” Chu Beijie menganggukkan kepalanya.
“Janji itu masih berlaku,” Pingting berjalan mendekatinya, menggenggam kedua tangannya. “Tolong ijinkan Pingting mengikuti Tuan sampai ujung dunia, kehormatanku berada di tangan Tuan dan kematianku berada di tangan Tuan.”
Chu Beijie melihat tangan yang kecil dan putih yang akrab. Ia bisa dengan mudah menyentuhnya.
Ia telah menyentuh tangan itu lebih dari ribuan kali, menikmati sentuhannya ketika mengaguminya. Ia ingat kehangatannya dan kelahusannya, ketangkasannya dan kelembutannya.
Ia tak pernah menduga sebelumnya, ternyata merupakan sepasang tangan yang licik juga, yang mampu membalik awan dan hujan sesuai kehendaknya.
Pingting tidak terkejut juga tidak takut, hanya berdiri patuh menghadapi Chu Beijie. Seperti dulu ketika ia bernyanyi tentang wanita cantik dan pahlawan serta prajurit dan penipuan. Matanya yang sebening kristal masih mampu berbicara, bersinar terang di setiap sudutnya.
Chu Beijie setelah diam yang lama akhirnya memecahkan keheningan dengan berkata, “Pingting, jawab pertanyaanku.”
“Silakan Tuan.”
“Obat yang digunakan oleh mata-mata Bei Mo, apa ia melakukannya atas perintahmu?”
“Benar.” Ekspresi Pingting tidak berubah, hanya melontarkan sebuah kata.
“Kau tahu kalau mereka Pangeran Dong Lin, keponakanku sendiri?”
Pingting menoleh ke arah Chu Beijie, dan ia menghela napas panjang, “Aku tahu.”
“Kau ingat, kau telah berjanji untuk tidak melukai keluargaku.”
“Aku ingat.”
“Aku, Chu Beijie, bukan seorang pria yang akan melupakan dendam atas keluargaku hanya untuk seorang wanita.”
Pingting bisa merasakan kemarahan Chu Beijie dan tersenyum sedih di bibirnya. “Aku mengerti. Pingting mengerti setiap perkataan Tuan. Selama Tuan berniat mencari Pingting, tak ada gunannya Pingting berusaha sembunyi, silakan Tuan lakukan apapun yang Tuan inginkan.”
“Pertanyaan terakhir.” Chu Beijie agak ragu, tapi kemudian bertanya dengan kejam, “Kau tahu kau akan mati, kenapa masih mengganggu perjalananku?”
Hati Pingting rasanya telah di tusuk dengan kuat. Tubuhnya tiba-tiba goyah sedikit, sementara matanya memperhatikan Chu Beijie dengan seksama. Suaranya terdengar sedih. “Pingting sungguh bodoh, tapi Tuan juga bodoh. Meskipun aku berbicara sampai suaraku hilang, apa Tuan akan percaya bahkan satu kata dariku? Semuanya telah menjadi sebuah kesalahan besar, kita takkan bisa kembali ke masa lalu.” Tak mampu berkata lagi, airmata berjatuhan dari pipinya menuju ke tanah.
Senja telah tiba.
Tidak ada mayat di jalan kering berwana kuning itu.
Sebuah tubuh ramping, dalam diam bergabung dengan kelompok kereta dan kuda itu.
Chu Beijie menyadari tangan yang menggenggam hati dan pedang tidak selalu bertentangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gu Fang Bu Zi Shang (End)
Historical FictionGu Fang Bu Zi Shang (A Lonesome Fragrance Waiting to be Appreciated) Drama : General and I Author : Feng Nong Bai Pingting tidak pernah percaya perkataan "Kebaikan seorang wanita adalah kebodohannya". Walaupun ia hanya seorang pelayan dari Jin Anwan...